Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ini Bukan Semata Tentang Mobil. Ini Cerita Tentang Cinta.

12 Desember 2015   10:17 Diperbarui: 24 Januari 2016   14:24 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mari kita mengobrol tentang mobil

AKU nyengir lebbarrrrr membaca tulisan mbak Usi yang ‘nggrundel’ soal suami (dan konon menurut mbak Usi, banyak laki- laki lain) yang lebih sayang mobilnya daripada istrinya. Ha ha.

Aku tak sampai memiliki kesimpulan semacam itu (bahwa ada para suami yang ‘lebih sayang’ mobil daripada istri’), tapi apa yang ditulis mbak Usi membuatku teringat pada beberapa kejadian berhubungan dengan mobil..

***

Ini tentang Bapak dan ibuku. Dan walaupun ceritanya tentang mobil, aku sendiri memandangnya sebagai sebuah 'love story'. Cerita tentang cinta.

Ayahku dulu, bukan ‘penggemar mobil’. Maksud aku, beliau memiliki mobil sekedar untuk alat transportasi, menggantinya beberapa tahun sekali. Kami anak- anaknya, kemudian ketika sudah memiliki SIM juga diberikan mobil untuk alat transportasi kami. Tapi beliau bukan orang yang terlalu heboh mengurusi mobilnya begini dan begitu.

Juga tak pernah kelihatan merawat mobil berlebihan.

Mobilnya dirawat, dicuci, diganti oli tepat waktu dan sebagainya. Tapi ya begitu saja.

Ayahku juga tak pusing dengan model mobil terbaru. Kesan aku, beliau malah membeli mobil bukan pada jenis terbaik yang bisa dijangkau dengan kemampuan keuangannya tapi ya yang ‘lumayan’ saja. Yang cukup memenuhi kebutuhan alat transportasi. That’s all.

Tapi ayahku ini, memang pikirannya sering jauh menjangkau ke depan dan kadang- kadang nyantai aja melakukan sesuatu yang belum banyak dilakukan oleh orang di suatu masa tertentu.

Jadi, duluuuu sekali, di saat awal pernikahan mereka, ayahku mengajari ibuku mengemudikan mobil.

Di tahun itu, perempuan yang bisa mengemudikan mobil, jarang sekali. Dan ayahku memilih untuk memberikan kemampuan itu pada ibuku. Yang kelak pada perjalanan kehidupan rumah tangga mereka, menjadi sangat berguna.

Saat kecil kami semua, aku dan adik- adikku, diantar jemput ke sekolah oleh ibu. Dari sejak kami TK, hingga SMA. Walau saat sudah SMP dan SMA, kami hanya diantar saja dan lalu diijinkan pulang naik kendaraan umum.

Efeknya, kami selalu menjadi anak- anak yang ‘paling rajin’ diantara teman- teman sekelas kami.

Ibuku yang disiplin itu tak pernah mengijinkan kami berlambat- lambat di pagi hari. Pada jam yang sama setiap pagi, kami semua digiring masuk ke mobil dan diantarkan satu per satu ke sekolah masing- masing. Paling lambat setengah jam sebelum bel masuk sekolah berbunyi, kami sudah tiba di sekolah.

Ayahku, kadang- kadang, tergantung jadwal pekerjaannya, atau tergantung kebutuhan, juga mengantar jemput kami.

Yang disebut “kebutuhan” itu, misalnya, salah satunya, ketika anaknya yang tak menyukai dan selalu kesulitan memahami pelajaran Fisika seperti aku ini hendak ulangan mata pelajaran tersebut. Ha ha.

Di hari- hari seperti itu, ayahku akan memastikan bahwa beliaulah yang mengantarkan aku ke sekolah. Seperti biasa, setengah jam sebelum bel berdentang, kami sudah akan tiba di sekolah. Namun tak seperti biasanya dimana aku akan turun dari mobil setiba di sekolah, pada saat- saat seperti itu ayahku akan menahanku untuk tetap duduk di mobil dan sekali lagi mengulas segala rumus dan teori fisika sampai jam masuk sekolah hampir tiba.

Bapak, biasanya akan sudah siap dengan kertas dan ballpoint dan menggambarkan berbagai bagan, diagram, kurva dan entah apalagi yang akan bisa membantuku memahami apa yang sedang diterangkannya untuk sekedar menambahkan lagi bahan di otakku untuk bisa menghadapi ulangan dengan baik.

***

Bapak kini sudah almarhum. Ibuku, dalam usianya yang lebih dari 70 tahun, masih sehat. Kadang- kadang, juga masih menyetir mobilnya sendiri.

Saat putri sulungku mulai kuliah dan tinggal dengan ibuku (sebab dia diterima di perguruan tinggi dimana ibuku tinggal), ibuku dengan semangat memulai kesehariannya dengan.. mengantarkan putriku ke kampus. Ha ha.

Putriku ini diterima di perguruan tinggi sebelum usianya genap 17 tahun, maka dia belum punya SIM.

Putriku yang pindah tinggal bersama mereka tak lama sebelum ayahku wafat membuat ibuku memiliki alasan untuk tetap ‘ada yang diurus’. Ya itu, mengurus cucu sulungnya, putriku itu. Pagi- pagi diantar ke kampus dengan mobil (sang nenek yang mengemudi), dan ibu juga memesan pada putriku untuk meneleponnya pada sore hari jika ingin dijemput saat akan pulang ke rumah.

Kini, ibuku juga menjadi andalan para ibu- ibu sepuh yang bertetangga di kompleks tempat kami tinggal.

Para ibu itu masih memiliki kegiatan bersama. Mengaji, atau kadang- kadang jika ada acara di institusi dimana para suami (atau almarhum suami) mereka dulu bekerja dimana mereka masih diundang ke acara tersebut hingga sekarang, atau menengok yang sakit, atau mengambil pensiun tiap awal bulan.

Kebanyakan dari ibu- ibu itu tak bisa menyetir mobil. Maka, Dalam acara- acara semacam itu, ibuku biasanya menjadi andalan ibu- ibu sepuh lain untuk ikut pergi bersama dengan mobilnya.

Maka tak heran, ibuku selalu mengatakan bahwa keterampilan mengemudikan mobil itu merupakan salah satu keterampilan yang sangat berguna.

Ini juga terbukti di tahun- tahun terakhir hidup ayahku, dimana saat itu karena kesehatannya Bapak tak lagi bisa menyetir mobi.

Ada banyak saat dimana di sore hari, ibu dan Bapak kadang pergi berdua sekedar pergi membeli soto langganan di seberang setasiun. Atau mampir jajan mi kocok kaki lima yang enak. Atau kadang, untuk keperluan lain yang lebih serius seperti keperluan pemeriksaan kesehatan Bapak ke dokter, rumah sakit, membeli obat, mereka juga akan pergi bersama. Ibuku yang menyetir mobil.

Dulu, di masa kecilku, ada suatu saat dimana kemampuan ibuku untuk menyetir mobil juga berguna sekali. Kebisaan ibuku mengemudikan mobil ini berguna sekali ketika pada suatu saat, dalam perjalanan kami ke luar kota, Bapak tiba- tiba kurang enak badan. Biasanya, Bapak yang mengemudikan mobil sepanjang perjalanan, tapi kali itu, dalam sepenggal perjalanan, Bapak meminta Ibu menggantikannya.

Aku ingat sekali, di suatu tempat ada beberapa orang yang sedang berdiri di pinggir jalan yang tiba- tiba menunjuk ke arah mobil kami. Kami pikir, ada apa.. ternyata mereka (tanpa merasa harus merendahkan suaranya) mengomentari ibuku yang menyetir mobil itu. Mereka keheranan, katanya " Wah, yang menyetir itu perempuan ! ".

Mungkin saat itu, di jalan provinsi yang menghubungkan satu kota dengan kota lain itu sangat jarang melintas mobil yang dikemudikan oleh perempuan.. Ha ha.

(bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun