Entahlah, mungkin status itu dibuat setelah sang pemilik facebook menemukan kasus dimana ada anak dengan prestasi di sekolah yang kurang memuaskan dan kebetulan ibunya adalah ibu bekerja sehingga sang ibu lalu (dianggap) perlu dipersalahkan ?
Seperti kukatakan, bagiku sendiri, tak ada yang lebih baik satu sama lain dari pilihan ibu bekerja atau tidak bekerja. Bagiku, sepanjang ibu tersebut bahagia dan kebahagiaan itu pada ujungnya lalu berdampak positif pada kehidupan keluarganya, suami dan anak- anaknya… apa yang salah?
Memang sih, tak kupungkiri, bahkan sampai jaman begini, hari gini, masih banyak tudingan miring pada ibu bekerja. Hal yang bagiku juga, sebagai salah satu ibu bekerja, tak lagi terasa mengganggu. Walau kadang- kadang, sering terasa menggelitik juga, ha ha.
Menurutku… menurutku lho yaaa.. pertentangan tentang ibu bekerja atau tidak bekerja ini banyak muncul sebab sepertinya oleh sebagian orang yang masih senang mempertentangkan hal ini, seringkali entah bagaimana, setelah seorang perempuan menikah, seakan- akan seluruh ‘hak pribadi’-nya hilang.
Perempuan tak lagi boleh memiliki keinginan untuk diri sendiri. Dalam hal ini, bekerja, misalnya, sering dianggap sebagai ‘keinginan diri sendiri’ yang lalu dianggap mengurangi kualitas dan ‘pengabdiannya’ sebagai seorang istri dan ibu. Lalu juga dianggap, ibu bekerja itu adalah istri yang ‘nggak ngurus suami’, dan juga ‘ibu yang nggak ngurus anak’.
Dan lalu… jika anaknya kurang berprestasi atau ada masalah dengan perilaku, tudingan dengan segera tertuju pada ibunya. “Ibunya kerja sih, anaknya jadi begitu, soalnya nggak keurus.. “
Tapi yang lucu, sebaliknya, jarang ya jika anak- anaknya berprestasi, tumbuh baik dan santun, ada komentar “ Ibunya kerja sih, anaknya jadi begitu.. “ Ha ha.
( Lha padahal, bagaimana anak itu bisa tumbuh baik dan berprestasi jika “nggak keurus” atau “nggak diurus” seperti yang sering ditudingkan orang? )
***
Mari kita mengobrol sedikit.
Aku ini ibu bekerja. Dan soal bekerja atau tidak bekerja itu, sudah selesai diputuskan sebelum aku menikah. Ketika itu, ketika kami dan (calon) suamiku sudah mulai membicarakan tentang pernikahan, salah satu pertanyaan yang kuajukan padanya adalah tentang bagaimana harapannya tentang kegiatanku setelah menikah nanti, apakah aku bisa terus bekerja atau harus berhenti dari pekerjaanku.