Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jangan Abaikan Pertanyaan Anak Kecil

25 September 2015   10:49 Diperbarui: 26 September 2015   08:50 1017
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi, Shutterstock

 

Hukum kekekalan energi?

AKU menatap gagang telepon yang kupegang dengan setengah putus asa. Bagaimana cara menerangkan hukum kekekalan energi pada anak umur 3 tahun? Terutama karena aku ini, ibunya, dulu bahkan harus jungkir balik susah payah semata agar tak mendapat nilai buruk untuk fisika saat sekolah?

Di ujung lain saluran telepon adalah adikku, yang siang itu kuhubungi gara- gara obrolan ringanku dengan anakku yang mulanya tampak seperti obrolan biasa saja dengan bocah kecil, yang tiba- tiba saja mengajukan pertanyaan yang dengan segera kutahu tidak boleh dijawab sembarangan.

Aku sekarang sudah lupa apa pertanyaan persisnya tapi adikku benar, apa yang ditanyakan anakku itu sebetulnya bisa dijawab dengan hukum kekekalan energi yang mengatakan bahwa energi dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain tapi tidak bisa diciptakan ataupun dimusnahkan.

Sebab pertanyaan bocah usia 3 tahun itu mengurut dari awal sampai ujung mempertanyakan darimana mulanya dan koq tidak hilang- hilang cuma bentuknya ganti- ganti. Begitu deh kira- kira.

"Tolong terangin ya sama dia, nyerah deh aku," akhirnya kukatakan begitu dan adikku sambil tertawa- tawa mengiyakan.

Kuserahkan gagang telepon pada anakku yang lalu mendengarkan entah apa yang diterangkan oleh pamannya dari kota yang berjarak ratusan kilometer dari tempat dimana kami berada.

Anakku tiga orang, dan kejadian semacam itu bukan sekali saja terjadi.

Kali lain, anakku yang waktu itu duduk di kelas 3 SD tiba-tiba bertanya, "Bu, kenapa terowongan itu bentuknya selalu bulat?"

Kali lain lagi, aku sedang menyetir mobil dan salah satu anakku duduk di kursi samping supir, dan dari small talk, ujug-ujug dia menanyakan sesuatu tentang bilangan biner (binary). Aku juga sudah lupa pertanyaannya tapi jelas bukan jenis pertanyaan seperti, "Bilangan binary itu apa?". Dia sudah tahu bilangan binary itu apa dan entah bagaimana rupanya mengutak-atik hal tersebut di kepalanya dan lalu timbul pertanyaan dari hal itu.

Di saat lain lagi, juga entah dalam kesempatan apa (pokoknya semua selalu dalam kegiatan yang biasa, sedang mengobrol atau main-main saja) anakku tiba-tiba menanyakan satu jenis makhluk hidup (aku juga sudah lupa sekarang, makhluk apa yang dia tanyakan, hehe) yang menurutnya itu kan nggak punya kaki, jadi bergeraknya gimana?

Kapan lagi pertanyaan lain yang behubungan dengan kereta api, pesawat terbang, dan entah apa lagi...

Heu heuuuu...

Pertanyaan semacam itu tentu saja juga banyak diajukan anak-anak pada ayahnya. Ayahnya, kadang tahu jawabnya, kadang tidak tahu. Aku sendiri, lebih sering tidak tahunya, ha ha ha...

Tapi, sejak anak-anak kecil, kami, baik ayahnya maupun aku, tak pernah menganggap sepele pertanyaan anak-anak. Kami tak pernah mengabaikan lalu menjawab sembarangan.

Daripada menjawab sembarangan, lebih baik dijawab tidak tahu, lalu jika masih bisa, diupayakan dicarikan jawabannya. Sebab kami sadari betul, jawaban yang diberikan akan terekam dalam memori mereka dan jika jawaban ngawur yang mereka rekam, itu akan menyulitkan mereka kelak untuk membangun benang merah antara satu informasi dengan informasi lain.

Cara untuk mencari jawabannya ya macam-macam. Kadang mencari di buku, film, internet, dan seringkali juga... ha ha... kami memindahkan 'kepusingan' mencari jawaban itu pada orang- orang di sekitar kami.

"Sebentar ya, ibu tanya yangkung dulu," kataku suatu hari pada anakku. Lalu, aku melakukan telepon interlokal, bicara dengan ayahku sebentar, memberi pengantar bahwa anakku menanyakan sesuatu tentang bantalan kereta api dan meminta sang kakek itu  menerangkan lebih jauh.

Adikku yang kuceritakan di atas, Doktor di bidang aeronautika, adalah salah satu orang yang paling sering kuhubungi, termasuk ketika, lupa anakku yang mana, salah satu dari tiga itu menanyakan sesuatu tentang pesawat yang sedang take off.

Pertanyaan tentang bilangan binary, kulimpahkan pada seorang kawan. "Tolong," kataku, "Lagi sibuk nggak? Anakku mau tanya, boleh nggak aku minta dia untuk sms, ntar tolong dijawab ya?"

Kudapatkan jawaban setuju dan kuminta anakku mengetik sendiri sms itu pada kawanku. "Bilang namamu siapa, bilang kamu anak ibu dan jangan lupa bilang terima kasih, " cuma itu yang kupesankan pada anakku. Percakapan selanjutnya nanti akan kuserahkan saja pada anak dan kawanku itu.

Dan...

Aku nyengir ketika tak lama dari itu kudapatkan sebuah pesan masuk ke teleponku. Temanku yang ditanya menjawab begini,  "D, pertanyaan anakmu itu bisa aku jawab, tapi itu bukan pertanyaan gampang, panjang jawabnya. Aku lagi meeting, nanti aku jawab habis meeting ini, ya."

Ha ha.

Aku senyum-senyum saja. Aku sudah tahu, pertanyaan itu tak bisa dijawab dalam beberapa detik. Maka kujawab pesan itu dengan jawaban, "Sip sip, nggak papa, nanti aja, thanks banget ya.."

Soal makhluk yang nggak punya kaki, terus bergeraknya gimana itu kuserahkan pada kawanku yang lain. "Nanti bicara sama Tante F ya," kataku pada anakku yang bertanya.

Tante F yang kumaksud adalah adalah ahli biologi, Master di bidang rekayasa genetika. Yang ketika akhirnya setelah bicara dengan anakku mengatakan begini padaku "Walah pertanyaannya itu, lhooo... Pelajaran tentang makhluk yang dia tanyakan itu ada pelajarannya sendiri di universitas, bisa 2 SKS sendiri itu.."

Aku tertawa-tawa. Nah kan, pikirku. Untunglah ada Tante F yang bisa bantu menjawab tentang makhluk yang sejujurnya kupikirkan saja tak pernah bagaimana cara dia bergerak kalau tak punya kaki itu. Dan untung ada Oom D yang Master di bidang Teknologi Informasi yang setelah menjawab pertanyaan anakku tentang bilangan binary juga mengirimi aku pesan ke telepon genggamku, "Sudah ya, sudah selesai aku jawab. Ini anak sama ibunya sama saja nih, kalau nanya panjang bener. "

Wahahaaa...

Kawanku yang mengatakan 'ibu dan anak sama saja' itu, kawan lama. Jauh sebelum aku menikah sudah berteman baik dan dia memang sangat pandai, dan baik hati. Tak pernah kulupakan ada banyak saat ketika duluuuu dia sering mengajariku beragam hal teknis yang dijejalkannya ke kepalaku saat aku harus menghadapi ujian.

Aku ingat suatu hari, sudah hampir jam setengah sebelas malam ketika dia masih mencoret- coret kertas membuat bagan yang akan bisa membantuku mencerna segala kerumitan teknis topik yang akan diujikan. Kawan sangat pandai ini membantu menyederhanakan hal- hal rumit itu menjadi pemahaman dasar.

"Passing grade-nya delapan lho, D " katanya sambil membuat bagan, "Kamu udah ngerti kan?"

He he he. Passing grade ujian itu memang delapan koma nol. Tidak boleh kurang. Tujuh koma sembilan saja akan dianggap tidak lulus ujian, gugur. Aku tahu itu.

Dan oh.. Aku lulus ujian itu. Nilaiku di atas delapan, he he he.. Temanku itu, sepertinya sama leganya dengan aku. Muridnya yang nggak pinter- pinter amat ini lulus dalam satu kali ujian saja. Ha ha.

Adikku, dan ayahku, tentu saja kupercayai sepenuhnya. Keduanya engineer. Memiliki kemampuan teknis yang mumpuni, keduanya juga kutahu bisa menjelaskan hal- hal rumit dengan cara sederhana.

Ada lagi seorang kawan lain yang juga sering kumintai tolong. Kawan dari masa kecil yang kelak di kemudian hari memilih guru sebagai profesinya. Orang yang juga bahkan dari masa kecil dan remajaku dulu sering membantu aku menjawab pertanyaan- pertanyaan yang muncul di kepalaku. Guru teladan tingkat provinsi dia itu, dan lalu menjadi Kepala Sekolah yang bisa kubayangkan, style-nya pasti asyik sekali.

***

Tak pernah aku berani mengabaikan pertanyaan anak-anakku dan sejujurnya jika harus menyerahkan pertanyaan itu pada orang lain seperti yang kuceritakan di atas, aku memilih betul siapa yang akan kuhubungi.

Sebab aku tahu, tak semua orang bisa menangani. Orang pintar banyak, orang yang berpendidikan tinggi bertebaran, tapi orang yang memiliki karakteristik bisa menerangkan hal rumit menjadi sederhana sehingga bisa dipahami oleh anak kecil tidak banyak.

Tak semua orang juga memahami kenapa pertanyaan 'kecil' dari bocah cilik saja perlu dianggap serius, dan karenanya bersedia meluangkan waktu disela banyak kesibukan untuk menjawab pertanyaan si bocah kecil yang bahkan mungkin akan berkepanjangan, dari satu pertanyaan berkembang menjadi dua, atau bahkan tiga, dan seterusnya.

Orang- orang itu juga kutahu, selain kepintarannya memiliki kebaikan hati, ketulusan dan keluasan pandang sehingga aku bisa yakin bahwa jika bicara dengan mereka bocah kecilku akan dibukakan jalan dan tak tersesat.

Aku selalu... selalu dan selalu merasa beruntung bahwa dalam ada orang- orang semacam itu hadir dalam hidupku. Hidup kami. Dan tak cukup terkatakan terima kasihku pada mereka semua.

Dari kesediaan menjawab pertanyaan anak- anakku itu mereka telah membantu meletakkan fondasi berpikir pada anak-anakku.

Dari kebaikan mereka, aku berharap, pada suatu hari nanti, kelak, jika anak- anakku juga sudah menjadi ahli di bidangnya masing-masing, anak-anakku akan mengingat semua uluran tangan yang pernah mereka terima saat kecil dan juga akan bersedia meluangkan waktu untuk membantu menjawab jika ada bocah kecil yang membutuhkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kepala-kepala mungil itu...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun