Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Strategi Guru Ketika Menghadapi Murid yang Unik

24 September 2015   12:40 Diperbarui: 24 September 2015   21:40 1260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Datang lebih lambat setengah jam dari teman- teman lain, dan pulang dua jam lebih cepat, praktis anakku ini hanya dua jam saja seharinya berada di sekolah, sementara teman- teman yang lain empat setengah jam. Gurunya menepati janji. Setiap kali dia sudah selesai menyelesaikan seluruh tugasnya untuk hari itu walau datang terlambat dan sebetulnya juga jam kepulangan sekolah masih lama, anakku diijinkan pulang.

Beberapa saat dia dibiarkan seperti itu. Lalu gurunya pelan-pelan mendekati dia, membujuk agar dia mau lagi bersekolah dengan jam sekolah normal, yang sama dengan teman-temannya. Kali ini bujukan gurunya adalah, kalau dia sudah selesai mengerjakan tugas sementara teman- temannya belum, dia boleh menggunakan sisi lain dari kertas tugasnya (bagian belakang yang kosong) untuk menggambar sambil menunggu teman lain selesai. Gurunya juga bilang, kalau dia ingin, tepi-tepi kertas bagian muka juga boleh dia gambari.

Anakku, kembali menerima tawaran itu dengan senang hati. Jadi jangan tanya bentuk kertas tugasnya. Penuh dengan gambar yang tak ada hubungannya dengan topik utama tugasnya. Ha ha.

Yang kedua, guru kelas 2 SD-nya.

Sepertinya, memang ada guru-guru yang jeli, yang entah bagaimana bisa melihat jauh daripada sekadar nilai yang dicapai anak.

Kami orang tuanya tak pernah meminta. Tapi ibu guru kelas dua ini, dengan anehnya (mengingat riwayat mogok sekolah anakku di kelas 1 SD dan peringkat di kelas 2 yang ada di nomor belasan) mati-matian bersikeras bicara dalam rapat guru menjelang test akselerasi bahwa dia meminta delapan orang di kelasnya yang diijinkan ikut test. Bukan enam.

Saat itu, aturan di sekolah hanya mengijinkan enam anak peringkat teratas untuk mengikuti test kelas akselerasi. Bu guru ini memberikan berbagai justifikasi bahwa dia ingin tambahan dua anak lagi dari kelasnya untuk diikutkan test. Satu adalah anakku, satu lagi seorang anak lelaki lain yang peringkatnya juga ada di angka belasan.

Jadi ibu guru ini benar-benar memilih. Bukan meminta delapan orang yang rangking satu sampai delapan tapi satu sampai enam seperti aturan sekolah dan dua yang dipilihnya sendiri. Konon saat rapat guru dia mengatakan kedua anak ini memiliki potensi besar, walau saat itu prestasi akademiknya tampak rata-rata saja.

Maka begitulah ceritanya kenapa anak tengahku yang suka mogok sekolah itu akhirnya masuk kelas akselerasi.

Yang ketiga, wali kelasnya setelah di kelas akselerasi (saat kelas 3,4,5 yang ditempuh dalam dua tahun).

Ibu guru ini sabar dan selalu bersedia menjadi mediator ketika anakku (lagi-lagi) mogok sekolah saat sudah masuk kelas akselerasi. Jika kami datang ke sekolah dan menunjukkan apa rekomendasi menurut psikolog yang bisa dilakukan untuk membantu anak kami agar dia tak lagi mogok sekolah, ibu guru ini selalu bersedia mendengarkan dan membantu kami untuk mewujudkan solusi yang disarankan psikolog itu. Kadang- kadang sebab keterbatasan disana-sini, tidak persis tapi solusi itu kami modifikasi sedikit. Lumayanlah, daripada tidak sama sekali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun