Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tugas Sekolah Meringkas 10 Buku dalam Satu Tahun dan Kebiasaan Membaca di Rumah

30 Agustus 2015   10:49 Diperbarui: 30 Agustus 2015   10:49 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

" Jadi buku apa, dik, yang akan diringkas setelah ini ? "

MMM... " Apa ya ? "

Anakku berpikir- pikir.

" Totto-Chan saja, dik, " komentar ayahnya. " Itu buku bagus, kan. "

" Iya deh, " kata anakku. " Tapi masih bulan depan, koq. Yang bulan ini sudah selesai. "

Lalu...

" Bu, ibu belum boleh kasih tugas baca buku lagi lho, sekarang giliranku milih kan, dan ibu belum beliin dua buku yang aku minta... "

Aku mengangguk- angguk. Iya. He he. Aku ingat, si bungsu sudah beberapa saat belakangan menyebutkan dua buku yang ingin dia miliki, dan aku ijinkan, tapi belum sempat aku belikan.

" Nanti ya, dik.. ibu belum sempat ke toko buku. Baca buku lain dulu ya, kan masih banyak buku di rumah yang belum dibaca. "

Anakku mengangguk. Dia tidak rewel. Percaya bahwa walau agak terlambat, jika sudah kujanjikan akan dibelikan, buku yang dia minta akan sampai di tangannya juga nanti.

***

Itu cerita tentang anak bungsuku, pra-remaja berusia sebelas tahun yang duduk di kelas 1 SMP. Tentang dua peristiwa berbeda, yang (bisa) saling berhubungan.

Yang pertama, tentang tugas sekolahnya.

Yang kedua, tentang kebiasaan yang kami bangun di rumah kepada anak- anak.

Tentang tugas sekolah itu, tugas yang sangat baik menurutku. Yakni di SMP dimana anakku bersekolah, murid- murid diwajibkan untuk membaca dan meringkas paling sedikit 10 (sepuluh) buku selama satu tahun ajaran.

Wajib, no excuse.

Jika tidak dilakukan, raport tidak akan diberikan sebab akan dianggap ada nilai yang tidak lengkap. Maka mau tidak mau, suka atau tidak suka, para murid akan harus menyelesaikan tugas tersebut.

Agar tidak memberatkan, disarankan pada murid- murid agar mereka menyelesaikan satu ringkasan setiap bulannya. Dengan begitu, di akhir tahun diharapkan minimal 10 ringkasan buku yang menjadi tugas mereka telah terpenuhi.

Jenis bukunya bebas, boleh novel, biografi, atau jenis lain, boleh judul apapun yang mereka ingin baca dan ringkas. Perkecualian pada komik. Yang diharapkan diringkas adalah buku berbentuk teks, bukan buku bergambar serupa komik. Ringkasan boleh ditulis dalam bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris.

Si bungsu anakku, sudah meringkas sebuah buku di bulan pertama tahun ajaran baru ini. Dan kini bersiap- siap meringkas buku kedua. Itu sebabnya ada percakapan tentang buku apa yang akan dipilih untuk diringkas berikutnya.

Aku menanggapi tugas meringkas buku ini dengan gembira. Sebab dengan cara ini, murid- murid akan dibiasakan untuk membaca dan menulis. Mereka dilatih sejak dini untuk hal ini, memang. Anak bungsuku ini saat SD juga sudah banyak dilatih untuk menulis. Sekolahnya bahkan memfasilitasi mencetak buku berisi tulisan yang dibuat oleh para murid SD di sekolah itu. Diedarkan secara terbatas di kalangan murid dan orang tua, cara tersebut cukup baik untuk terus memotivasi anak- anak untuk bersemangat menulis.

***

Lalu, tentang apa percakapan kedua yang 'tugas baca buku dari ibu' itu?

Oh, yang itu, kebiasaan yang dibangun di rumah kami.

Kami suami istri memang gemar membaca dan ingin anak- anak kami juga memiliki kegemaran yang sama. Dalam hal ini, disamping membebaskan mereka membaca buku sesuai selera mereka, kami juga ingin melatih mereka membaca buku yang menurut kami baik, yang mungkin jika tidak kami minta mereka membacanya, akan terlewatkan mereka baca.

Maka, dibuatlah perbandingan 2:1 dalam urusan membaca buku ini. Anak- anak boleh memilih untuk membaca dua judul buku apapun yang mereka inginkan, setelah itu giliran satu judul buku yang dipilihkan kami orang tuanya untuk dibaca.

Dua buku yang mereka pilih, demikian pula yang kami pilih, tak selalu harus buku baru. Bisa (dan seringkali) buku itu buku- buku yang memang sudah ada di rumah. Walau adakalanya kami juga memenuhi permintaan anak- anak untuk membeli buku baru, atau di waktu yang lain, tanpa mereka mintapun, kami belikan mereka buku baru.

Berhasil baik-kah cara ini?

Ya. Berhasil dengan tingkat keberhasilan yang berbeda- beda, he he.

Pada si sulung putri kami, cara ini berhasil dengan output sangat baik. Pembiasaan membaca dengan perbandingan 2:1 kami mulai padanya saat dia duduk di kelas 3 SD dan hasilnya, pada saat putri kami itu lulus SD, selain buku anak- anak yang dipilihnya sendiri, dari tugas 'satu buku pilihan orang tua', dia sudah membaca banyak buku karya sastrawan terkenal Indonesia seperti Kuntowijoyo, YB Mangunwijaya, Pramoedya Ananta Toer, serta buku- buku klasik yang lebih tua lagi karya Sutan Takdir Alisjahbana dan para penulis seangkatannya.

Kelak di kemudian hari, setelah menguasai bahasa Inggris dengan baik, putri kami ini melebarkan rentang membacanya ke buku- buku berbahasa Inggris.

Kegemaran membaca ini terus terbawa hingga masa remaja dan sampai kini. Dia sudah kuliah sekarang dan aku perhatikan bahwa sebagian dari uang saku bulanan yang kami berikan padanya dia gunakan untuk membeli novel- novel yang dibacanya pada saat senggang.

Pada anak kedua.. si bocah lanang yang saat ini juga sudah menjadi mahasiswa, he he.. keberhasilannya tidak sebaik pada putri pertama kami.

Anak kedua ini seleranya berbeda. Dia agak malas membaca novel- novel beratus halaman. Dia lebih suka membaca tulisan- tulisan pendek. Majalah serupa Intisari, Reader's Digest, dan juga koran, bisa dibacanya dengan asyik, tapi tak begitu dengan novel. Kami tak putus asa, tetap memintanya membaca buku berjenis novel, walau waktu penyelesaian membacanya bisa lamaaaa sekali, tak seperti si sulung yang sebab memang senang, menyelesaikan membaca satu buku dengan kecepatan luar biasa.

Kini, kami menerapkan kebiasaan yang sama pada putra bungsu kami. Dia juga rajin membaca, walau jika dibandingkan kakak sulung perempuannya, jumlah dan jenis buku yang dibaca pada usianya kini belum sekaya kakaknya pada usia yang sama, tak mengapa bagi kami.

Kami memang menyesuaikan hal itu dengan perkembangan dan selera masing- masing anak, karena kami tahu, tiap anak itu unik dan berbeda. Disamping itu, kebiasaan ini toh memang sesuatu yang harus dijalankan secara konsisten dalam jangka panjang. Bukan pembiasaan sesaat. Dan bukan pertandingan, he he. Maka kapan dimulai, bagaimana kecepatannya, bisa disesuaikan dengan masing- masing pribadi. Ini penting, agar anak juga menjalaninya dengan riang gembira, dan tak terbeban, sehingga tujuan akhir yang positif dalam jangka panjang akan dapat diraih.

Oh ya, kembali pada tugas meringkas minimal 10 buku di sekolah, kebiasaan untuk gemar membaca di rumah ini, tentu saja pada akhirnya bisa membantu anak- anak untuk menyelesaikan tugasnya. Dengan pola 2:1 ini buku yang akan mereka baca dalam setahun bisa jauh lebih banyak dari 10. Maka meringkas 10 buku akan tak lagi menjadi beban berat bagi mereka sebab tinggal satu langkah lagi yang perlu dilakukan, yakni menulis, sebab membacanya sudah menjadi bagian dari kegiatan sehari- hari mereka.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun