Anak kedua ini seleranya berbeda. Dia agak malas membaca novel- novel beratus halaman. Dia lebih suka membaca tulisan- tulisan pendek. Majalah serupa Intisari, Reader's Digest, dan juga koran, bisa dibacanya dengan asyik, tapi tak begitu dengan novel. Kami tak putus asa, tetap memintanya membaca buku berjenis novel, walau waktu penyelesaian membacanya bisa lamaaaa sekali, tak seperti si sulung yang sebab memang senang, menyelesaikan membaca satu buku dengan kecepatan luar biasa.
Kini, kami menerapkan kebiasaan yang sama pada putra bungsu kami. Dia juga rajin membaca, walau jika dibandingkan kakak sulung perempuannya, jumlah dan jenis buku yang dibaca pada usianya kini belum sekaya kakaknya pada usia yang sama, tak mengapa bagi kami.
Kami memang menyesuaikan hal itu dengan perkembangan dan selera masing- masing anak, karena kami tahu, tiap anak itu unik dan berbeda. Disamping itu, kebiasaan ini toh memang sesuatu yang harus dijalankan secara konsisten dalam jangka panjang. Bukan pembiasaan sesaat. Dan bukan pertandingan, he he. Maka kapan dimulai, bagaimana kecepatannya, bisa disesuaikan dengan masing- masing pribadi. Ini penting, agar anak juga menjalaninya dengan riang gembira, dan tak terbeban, sehingga tujuan akhir yang positif dalam jangka panjang akan dapat diraih.
Oh ya, kembali pada tugas meringkas minimal 10 buku di sekolah, kebiasaan untuk gemar membaca di rumah ini, tentu saja pada akhirnya bisa membantu anak- anak untuk menyelesaikan tugasnya. Dengan pola 2:1 ini buku yang akan mereka baca dalam setahun bisa jauh lebih banyak dari 10. Maka meringkas 10 buku akan tak lagi menjadi beban berat bagi mereka sebab tinggal satu langkah lagi yang perlu dilakukan, yakni menulis, sebab membacanya sudah menjadi bagian dari kegiatan sehari- hari mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H