Kurindukan beroperasinya kembali KRL Ekspres...
Dua tahun yang lalu, KRL Ekspres ditiadakan.Ini buah dari keputusan untuk menjalankan sistem operasi tunggal. Fokus diberikan pada operasi KRL yang disebut 'Commuter Line'.
Sebelum KRL 'Commuter Line' dioperasikan, ada 3 (tiga) jenis operasi KRL, yakni KRL Ekspres yang hanya berhenti di beberapa stasiun tertentu, lalu KRL Ekonomi AC yang jenis gerbongnya sama dengan KRL Ekspres namun berhenti di setiap setasiun, sertaKRL Ekonomi dengan jenis gerbong yang kumuh dan memprihatinkan,yang juga berhenti di setiap stasiun.
KRL Commuter Line saat ini setara dengan KRL Ekonomi AC dulu.
***
[caption id="attachment_266459" align="aligncenter" width="594" caption="Kereta di Jepang. Gambar: www.techmanage.net"][/caption]
KRL Commuter Line tak bisa memenuhi kebutuhan semua orang.
Aku, dan aku yakin ribuan penumpang lain juga, sungguh mendambakan kembali dioperasikannya KRL Ekspres selain KRL 'Commuter Line'. Waktu tempuh yang masuk akal serta kondisi yang lebih manusiawi serta keamanan merupakan alasan utama mengapa aku mengharapkan kembalinya KRL Ekpres.
Mungkinkah itu dilakukan?
Tentu. Dulu bisa, mengapa kini tidak?
Mari kita lihat, pendapat Farid Mardin, seorang Kompasioner yang baru saja meraih gelar Doktor dari Tokyo University of Science. Farid memiliki latar belakang pendidikan di jurusan Teknik Mesin dan kemudian mendalami bidang Industrial Administration saat mengambil gelar Doktor.
Bertahun- tahun tinggal di Eropa serta Jepang saat menyelesaikan S-2 dan S-3, membuat Farid juga memiliki banyak pengalaman nyata soal perkeretaapian.
Di bawah ini adalah pendapat Farid yang diberikan dalam dua buah komentarnya di artikel yang kubuat sebelumnya. Kumuat sesuai aslinya dengan sedikit editing untuk pengelompokan tanpa merubah inti pendapatnya.
Penggunaan Rel yang Sama untuk Kereta Ekspres, Semi Ekspres dan Lokal.
Kalau di Jepang, memang ada pembagian KRL ekspress/cepat dengan yang lambat/lokal.
Harga tiketnya tetap sama, yang membedakan KRL ekspress atau kalau disini disebut rapid (kaisoku) ada yang spesial rapid, rapid dan semi rapid, tidak berhenti di setiap stasiun. Yang lokal berhenti di setiap stasiun. KRL ekspress dan lokal ini menggunakan rel yang sama, jadi tidak ada rel khusus untuk KRL ekpress/rapid.
Tidak perlu bikin rel khusus untuk membedakan KRL lokal dan ekpress, bahkan bukan hanya dua macam layanan KRL, tapi ada 4 jenis KRL bisa pakai rel yang sama. Ada lokal, semi rapid, rapid dan spesial rapid. Bahkan jalur tertentu kadang juga dipakai oleh kereta cepat antar kota semacam shinkansen.
Yang lebih hebatnya lagi, beberapa rute tuh operator keretanya berbeda, tapi pakai rel yang sama, misalkan dari A ke B itu operatornya JR Lines dan dari B ke C sudah beda operator, peratornya private company, tapi kita tetap di gerbong yang sama, tidak perlu ganti kereta, masih dalam kereta yang sama, tapi sudah beda operator.
Penumpang tidak perlu repot ganti- ganti tiket atau beli tiket setiap ganti operator, akan terpotong otomatis dari kartu tiket elektronik itu. Sistem IT nya untuk membagi pemasukan antar operator sudah mapan, jadi tahu dari harga tiket yang dibayar penumpang, berapa yang ke masing- masing operator.
Ini hanya masalah optimasi penjadwalan saja (kebetulan bidang riset saya masalah optimasi penggunaan sumberdaya dan fasilitas terbatas agar lebih efisien dan murah hehehehe).
Walau pun jadwal antar KRL dengan rute yang frekuensinya sangat tinggi, bahkan di peak hour bisa setiap 5 menit ada KRL line/track yang sama, tapi penjadwalan mereka benar-benar on time sehingga rel terpakai sangat efisien. Harusnya PT KAI yang jadwal antar keberangkatan KRL ke tujan yang sama relatif jarang (mungkin setiap 30 menit sekali yah,CMIIW), lebih mudah membuat jadwal penggunaan rel utk KRL ekpress, dan ekonomi.
Harga Tiket
Kalau meniru di Jepang, tidak ada perbedaan harga tiket antara KRL ekpress dan Ekonomi/lokal. Perbedaannya hanya dari kecepatan mencapai stasiun tujuan. Kereta ekspress lebih cepat karena tidak berhenti disetiap stasiun, sementara kereta lokal berhenti di setiap stasiun jadi membutuhkan waktu lebih lama untuk sampai tujuan. Nah, di Jepang orang bisa pindah dari ekpress/rapid/kaisoku ke lokal/lambat atau sebaliknya tanpa ada biaya tambahan.
Misalkan penumpang ingin pergi ke stasiun B dari stasiun A, sementara kereta ekpress tidak berhenti di stasiun B, dia bisa naik kereta ekpress dari stasion A sampai di stasiun sebelum stasiun B yang disinggahi kereta ekpress, lalu sambung dengan kereta lokal/lambat yang nanti akan berhenti di stasiun B, tanpa harus menambah biaya, karena sistem ongkos di Jepang yang dilihat hanya di mana dia naik dan dimana dia turun, karena di tiket sudah tertera stasiun asal dan stasiun tujuan.
Kalau ternyata di perjalanan berubah pikiran untuk turun di stasiun lebih jauh sedangkan tiket yang dibeli hanya sampai tujuan yang lebih dekat, ada tempat melakukan fare adjustment, otomatis akan keluar angka biaya yang harus ditambahkan, bisa menggunakan mesin otomatis di dekat pintu keluar atau melalui petugas yang jaga di dekat pintu keluar.
Makanya lebih praktis pakai kartu tiket isi ulang sehingga kalau kita berubah pikrian di tengah jalan untuk turun di stasiun yang tidak direncanakan di awal, uang kita yang tersimpan dalam kartu tersebut akan terpotong menyesuaikan dengan jarak antara satsiun asal dan stasiun tujuan secara otomatis.
Bagaimana kalau isi uang kita kurang? Ada juga tempat isi ulang kartu di dekat pintu keluar.
Saya sudah merasakan publik transportasi di Eropa dan US, dan saya lihat sistem di Jepang yang paling praktis dan efisien, termasuk dalam cara pembelian tiketnya. Dan dibanding Washington, jumlah jalur/rute transporasti massal di Tokyo khususnya, jauh-jauh lebih banyak, bisa sampai 30 rute. Sementara di DC tidak sampai 10 lines/rute.
Tiket Elektronik
Kartu elektronik di Jepang dapat dibeli untuk diisi ulang.
Untuk pertama kali beli harganya 500 Yen, isinya nol, lalu kita isi dengan nominal paling kecil 1.000 Yen dan akan berkurang kalau sudah dipakai sesuai dengan ongkos perjalanan yang kita lakukan. Kalau habis atau kurang harus diisi ulang lagi.
Sistem tiket kertas juga sangat praktis, dimasukan ke dalam pintu otomatis maka pintu akan terbuka lalu tiketnya akan keluar lagi. Pada saat keluar di staisun tujuan, tiketnya dimasukkan lagi ke pintu otomatis , pintu akan terbuka dan tiket akan tertelan. Kertas tiketnya bisa didaur ulang, jadi lebih ramah lingkungan
Harapan
Semoga ke depannya PT KAI bisa meniru efisiensi dan efektifitas manajemen KRL di Luar Negeri sehingga penjadwalan KRL bisa lebih optimal dan yang paling utama bisa tepat waktu, tidak sering terjadi delayed dari jadwal di atas kertas.
p.s. terimakasih untuk Farid yang mengijinkan komentarnya dimuat sebagai artikel di rumahkayu
** Artikel terkait: http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2013/07/13/balada-krl-merindukan-krl-ekspres-576538.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H