Dan itu sebabnya, hatinya berperang.
Kenanga tahu, dia bisa membantu Tikta. Bahkan tanpa harus bertemu. Tanpa perlu menyentuh. Dan tanpa perlu Tikta tahu, bahwa dia membantu.
Kenanga hanya tidak yakin pada perasaannya sendiri.
: Rasa sakit itu masih membekas. Luka parutnya tak pernah hilang. Bara kemarahan di sudut hatinya, walau mengecil, tetap ada.
Egonya mengatakan: tak usah perdulikan dia. Dia bukan apa- apamu. Ditambah lagi: dia pernah menyakitimu. Dan sama sekali tak perduli, ketika kau remuk dan bertahun- tahun harus mengumpulkan lagi semua kepingan hatimu agar bisa berdiri.
Tapi para peri dan bidadari yang terbang mengelilingi nurani Kenanga mendentingkan nada merdu, membisikkan pada Kenanga: inilah ujianmu, ini titik dimana kau tahu, apakah kau bisa naik kelas, atau tidak.
Dan Kenanga tergagap.
Tak pernah menduga bahwa dia akan dihadapkan pada pilihan serupa ini.
Ditatapnya awan putih serupa kapas di atas sana. Mencoba mencari jawab.
Dia tahu, dia tahu, Sang Maha Cinta punya rencana. Dan dia mengerti, bahwa begitu banyak karunia yang telah dia terima. Yang sebenarnya bukan hanya untuk dirinya sendiri. Dia paham, Sang Maha Cinta memberikan banyak talenta padanya agar dia dapat berbagi. Berbuat kebaikan pada sekitarnya.
Dia hanya tak menduga, bahwa setelah sekian lama dikuburnya nama itu, ternyata itulah soal ujian naik tingkatnya kini.