Dua detik.
Lalu dia berkata, “ Aku juga senang sekali, Dee. Kasihan kalau dia sakit. Kasihan istrinya. Kasihan anaknya. “
Dee, saat itu, menatap Kenanga. Mencoba membaca hatinya.
Hanya kelegaan yang tampak. Tak ada kegalauan. Tak ada sedih. Tidak juga marah.
Namun juga...
Bukan cinta yang ada disana. Bukan cinta “yang itu”.
Ada rasa kasih. Atau ketulusan, tepatnya, yang membanjir disana.
Akhirnya, pikir Dee. Akhirnya, Kenanga berhasil menghadapi semua itu.
Dia berhasil menata dan mengalahkan hatinya sendiri.
***
Dee belum lupa hari- hari itu.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!