Kujawab dengan "ya, bu" semua omelan ibu wali kelas sambil berusaha tak menoleh ke belakang untuk memperhatikan reaksi para orang tua lain.
Kelas itu tak kosong tentu saja. Ada orang tua murid lain disana. Dan sebab ibu wali kelas itu mengomel dengan suara keras, aku yakin bahwa kalimatnya pasti bisa tertangkap jelas oleh siapapun yang ada disitu.
Kuterima raport anakku yang dibuka halamannya oleh ibu wali kelas yang masih terus mengatakan 'anak ini kurang'.
Kalimat yang membuatku antara kesal, prihatin, geli dan ingin tertawa.
Duh, pikirku. Dunia memang akan jadi kacau balau kalau beginilah cara seorang anak dinilai.
Celaan itu tak berdasar menurutku, sebab ketika sekilas kutelusuri deretan angka- angka di raport itu, ini yang terbaca: Bahasa Indonesia 82, Bahasa Inggris 85, Fisika 80, Biologi 81, Kimia 80, Teknologi Informasi 89..dan entah apalagi tapi yang jelas angka- angka dengan kepala 8 bertaburan di raport itu.
Di sebelah kiri deretan angka yang dicapai anakku, berderet daftar angka KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal ) yang bervariasi antara 77-80. KKM bervariasi di setiap sekolah.KKM di sekolah anakku memang sangat tinggi.
Aku menahan gelakku ketika ibu wali kelas itu berulang kali mengatakan anakku 'kurang' sebab nilai yang dicapainya 'hanya beda sedikit- sedikit saja' dengan KKM.
Nah lho, pikirku. Ha ha ha. Waktu aku sekolah dulu, standar kelulusan minimal adalah 6, atau 60. Jadi jika nilaiku 80, atau 85, maka itu sudah bagus, atau bahkan bagus sekali.
Lalu salah siapa sekarang jika ada sekolah yang menetapkan KKM 77-80 dan anak dengan nilai raport yang bertebaran angka 80 ke atas lalu disebut 'kurang' dan 'terlalu mepet dengan nilai minimal' kemudian orang tuanya yang mengambil raport diomeli habis- habisan seakan- anak benar anak itu klasifikasinya 'anak yang kurang'?
Da da da da da..aku bersenandung dalam hati. Mensyukuri bahwa anak tengahku tadi tak ikut ke sekolah sehingga tak mendengar semua celaan tak berdasar itu.