Kebanyakan tetangga kami tidak memilih pindah rumah seperti kami, tapi merenovasi rumah di lokasi yang sama. Konon, beberapa sebenarnya sudah melihat- lihat rumah yang lebih besar di lokasi lain tapi berat untuk meninggalkan tempat itu, atau anak- anaknya menolak pindah sebab sudah betah tinggal disitu.
Saat merenovasi, hampir semua tetangga itu menyewa rumah kami untuk beberapa bulan. Kami berikan saja dengan 'harga teman'. Kadang- kadang, renovasi tidak selesai tepat waktu, jika ada yang memberikan uang sewa tambahan, kami terima. Kalau tidak, juga tidak kami minta.
Bergantian para tetangga itu merenovasi rumah, sampai mereka sendiri membuat daftar antrian. Setelah keluarga A, maka keluarga B yang akan tinggal di rumah kami, setelah itu keluarga C, dan seterusnya. Maka kadang terdengar 'lucu' saat kami mendapat telepon bahwa rumah kami akan disewa dengan daftar beberapa penyewa berikutnya sudah disebutkan sekalian.
" Jangan dikasih ke orang lain dulu yaaaa... " begitu biasanya pesan yang kami terima, dan kami iyakan saja.
Rumah itu, memang tak kami jual. Tetap kami pertahankan atas kenangannya. Itu rumah pertama kami. Diperoleh dengan perjuangan. Rumah yang setelah kami pindah kesana, sebab belum mampu membeli gorden, beberapa saat lamanya kami tempeli dengan koran bekas sebagai penghalang pandang dari luar.
Rumah itu kebetulan baru saja kosong beberapa waktu yang lalu. Penyewa terakhir, juga tetangga kami, telah selesai merenovasi rumahnya dan sudah pindah ke rumahnya sendiri. Saat ini dalam tahap perundingan dengan orang lain untuk menyewakan dalam jangka panjang. Belum lagi sewa menyewa terjadi, sekarang malah ada kebakaran.
Kulapangkan hati. Kucoba untuk ikhlas, menghadapi apapun yang tejadi.
***
Kami lihat para petugas pemadam kebakaran bersiap- siap menuju rumah yang terbakar. Kami sendiri berputar ke balik rumah itu, melihat rumah kami.
Beberapa orang ada di atap rumah kami, membawa selang, berusana menyemprot api ke rumah di belakang rumah kami.
Dan...