Dia bahkan bukan hanya berempati tapi mengatakan secara eksplisit, " Kasihan sekali. Seharusnya ada yang menghubungi dia, dan menawarkan bantuan, untuk mendampingi. "
Kira- kira begitu kalimat yang dikeluarkan.
Aku sampai tercengang.
Padahal kusaksikan teman- teman yang dulu sekelompok dengan orang yang kini dalam posisi sulit itu saja bahkan secara terbuka kini mencaci serta menghina- hina. Yang dulu sepakat kini menikamkan belati. Yang dulu memuja, kini mencampakkan. Tapi yang dulu dihina, direndahkan, Â bahkan bisa mengatakan hal- hal baik dan memikirkan bagaimana cara menolong.
Aku juga melihat peristiwa lain, tentang bagaimana orang yang sudah dikata- katai tak punya logika dan semacamnya bisa dengan santai menanggapi dan tetap bersikap baik pada orang tinggi hati yang mengata- ngatai itu.
Aku belajar banyak dari menyaksikan hal-hal tersebut.
Aku mungkin tak akan pernah bisa sampai pada tingkat keluasan hati dan kesabaran serupa. Jauh. Level kebaikan hatiku masih jauh.
Tapi walau masih belum bisa seperti itu, apa yang kusaksikan memberi banyak pelajaran.
Aku tersentuh. Sungguh tersentuh melihat kebaikan hati semacam itu.
Dan karena itulah, selama sekian tahun ini, aku tetap juga menulis di blog. Sebab kutahu, diantara lumpur yang paling pekatpun, selalu bisa ditemukan mutiara- mutiara yang indah...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H