Aku ini memang mungkin aneh. Atau bodoh.
ATAU barangkali keduanya, aneh dan bodoh.
Sebab, seringkali aku merasa seperti terlempar ke dalam hiruk pikuk yang tak kupahami di dunia. Berada di sebuah tempat dimana semua orang memahami suatu hal, dan aku tidak.
Percakapan tentang mobil mewah versi terbaru.
Tas bermerk yang harganya tak masuk akal.
Sepatu yang demi terlihat (atau disangka) mahal sol bagian bawahnya harus berwarna merah.
Jam yang fungsinya bahkan bukan lagi untuk pengingat waktu.
Itu semua membingungkanku. Sebab merasa ada di tempat dimana esensi hidup menjadi kacau balau dan tak jelas definisinya.
Sebab nilai dan harkat manusia direndahkan begitu saja karena harga diri manusia malah diidentifikasi dengan benda mati berupa barang. Memangnya, tinggian mana derajat manusia dengan barang? Mengapa manusia harganya justru diukur dengan barang yang notabene buatan manusia?
Semua jadi terlihat dan terasa jungkir balik dan tak logis.
***
[caption id="attachment_259703" align="aligncenter" width="422" caption="Gambar: ecocatlady.blogspot.com"][/caption]
Belakangan ini, aku juga sering sekali merasa kesal.
Karena merasa perempuan begitu dilecehkan.
Sebab ada banyak berita tentang perempuan- perempuan dari yang masih gadis (katanya!) sampai yang sudah punya anak balita yang nama- namanya satu per satu muncul disebutkan sebagai barang mainan seorang petinggi partai politik.
Daftar perhiasan, jumlah uang, dan bermacam benda yang diberikan pada perempuan- perempuan itu dibeberkan dalam banyak berita dan menjadi bahan gosip dimana- mana.
Lalu ada pula muncul orang yang konon istri pertama ( entah betulan pertama atau yang diakui sebagai pertama walaupun bukan ) menangis- nangis di layar televisi. Mengatakan dia terpukul dan malu sekali karena kejadian yang menjadi santapan publik itu. Katanya, tak pernah terbayangkan bahwa dia akan mengalami semua itu.
Aduh, aku sampai merasa mual melihatnya.
Halooooo, kemana saja selama ini?
Tidakkah logikanya pernah bicara?
Tidakkah nuraninya sempat berteriak?
Kenapa selama ini mata dibutakan, telinga ditulikan, ketika suami dia, atau tepatnya, suami mereka tiba- tiba saja kaya raya?
Oh ralat, maksudku, lelaki yang dimaksud itu, merupakan suami untuk sebagian dari mereka, dan buat sebagian lain, bukan suami tapi hubungannya dekat. Sedekat apa atau bagaimana sebutannya, entahlah, susah dikatakan sebab jauh diluar nalarku. Membingungkan, memang.
Aku jadi ingin tahu, apa para perempuan serupa itu mendengar dongeng peri dan bidadari dari buku yang salah cetak ketika kecil dulu?
Bukan peri dan bibadari yang cantik hati dan membawa kebaikan tetapi peri dan bidadari pengumpul harta yang entah datang darimana?
Bukan peri dan bidadari bersayap bening yang terbang menari dan bersenandung riang di angkasa tapi mungkin peri dan bidadari kualitas KW 1001,11 yang menurunkan rendah ceruk leher di baju, dan menggunting bagian bawah rok agar menjadi lebih pendek serta menghemat bahan baju sehingga bajunya kesempitan?
Dan seperti apa sebenarnya para pangeran impian yang diceritakan pada mereka saat belia dulu?
Bukan pangeran gagah yang baik hati dan mengajak mereka hidup berbahagia selamanya, tapi barangkali pangeran gadungan yang suka melirik- lirik genit kesana kemari sambil membagikan pundi uang?
Ah...
Barangkali memang benar, aku ini aneh dan bodoh, sebab bahkan setelah menulis sekian banyak kalimat seperti inipun, aku tetap tidak bisa memahami...
p.s. artikel ini ditulis oleh makhluk dari planet lain...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H