Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Menulis Cerita Silat Itu...Asyik!

24 April 2012   14:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:10 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DHANAPATI tersuruk, melangkah limbung. Sekujur tubuhnya terasa sakit. Sakit yang perih menusuk. Berdenyut berirama, irama kematian.

Dhanapati menggigit bibirnya. Sakit di sekujur tubuhnya tak sebanding dengan sakit di hati. Dia menggigil.

Tak ada yang lebih menyakitkan dibanding dikhianati teman sendiri. Dikhianati oleh mereka yang selama ini dianggap sebagai saudara sejiwa. Senasib sepenanggungan.

Awalnya dia merasa heran melihat mantan rekannya dari Bhayangkara Biru mendatangi Dukuh Weru, tempatnya menetap selang satu setengah tahun terakhir. Mereka datang lengkap. Bahkan Bhagawan Buriswara, pemimpin Bhayangkara Biru yang biasanya jarang meninggalkan keraton juga ikut serta.

Semula Dhanapati mengira rekan-rekannya datang untuk mengucapkan selamat atas pernikahannya, dan ikut gembira dengan kelahiran bayi laki-lakinya.

Namun perkiraan Dhanapati keliru. Sangat keliru.

Mereka, saudara-saudaranya ternyata datang membawa maut. Mereka datang untuk menghukum!!

***

AKU tercengang.

Lalu menimbang- nimbang.

Berpikir, bahwa jangan- jangan aku telah membuat keputusan yang salah.

Aduh, pikirku. Bagaimana ini? Bagaimana cara menulis lanjutannya?

Kubaca lagi paragraf demi paragraf bagian pertama Darah di Wilwatikta yang ditulis Fary dan mulai berpikir bahwa salah satu dari kami telah melakukan kenekadan luar biasa ketika menyepakati proyek duet kami yang terbaru saat itu.

Entah apakah yang mengajak atau yang diajak yang lebih nekad, sebetulnya. Hehehe.

Aku dan Fary telah menggawangi sebuah blog duet dua tahun lamanya ketika ide itu tiba- tiba muncul. Ide untuk berkolaborasi membuat sebuah cerita silat.

Ide yang sejak awal telah kami pahami merupakan kolaborasi ekstrim antara seorang penggemar dan penulis cerita silat yang berpengalaman dengan orang yang tak pernah membaca cerita silat, tidak familiar dengan para tokoh cerita silat, tak paham pakem- pakem penulisan cerita silat, dan sebagainya.

Tapi sungguh, baru kusadari bahwa jika aku akhirnya bergabung bersama Fary untuk menulis cerita silat bersamanya, maka tengah kulangkahi zona nyaman-ku, melangkah ke zona lain yang selama ini kuhindari...

***

Aku sama sekali bukan penggemar cerita- cerita yang berlumuran darah, berisi perkelahian atau hal- hal lain yang mengerikan.

Tidak, aku tak menyukai semua itu.

Begitu pula dengan film. Aku tak suka film laga, film thiller, horror, apalagi perang.

Fary tahu betul seperti itulah aku. Dia tahu bahwa aku hanya menyukai tulisan- tulisan serta film- film drama yang manis.

Lalu, bahkan saat dia tahu itu, tetap saja dia mengajakku membangun blog cerita silat, padepokanrumahkayu . Dan kuputuskan untuk ( lagi- lagi ) menerima ajakannya.

Fary sendiri bukan penulis cerita silat pemula seperti aku. Selain memang gemar membaca cerita silat, dia juga sudah lama menulis cerita dengan genre ini. Salah satu karyanya, sebuah cerita silat berlatar belakang Minahasa selama bertahun- tahun terbit sebagai cerita bersambung dalam sebuah harian. Cerita itu juga telah dibukukan.

Penulis cerita silat yang telah berpengalaman semacam itulah yang mengajakku menggawangi blog cerita silat bersama...

[caption id="attachment_176825" align="aligncenter" width="339" caption=" Komik Silat ( foto: jadul1972.multiply.com )"][/caption]

Kubaca eppisode pertama “Darah di Wilwatikta” itu sekali lagi. Lalu, kuputuskan untuk menghubungi Fary.

“ Aku masih ngga dapat feel-nya, “ begitu kukatakan padanya, “ Belum tau gimana cara nulisnya.”

Fary membalas dengan, “ Tenang aja. Nanti aku lagi yang nulis episode keduanya. “

Dan begitulah…

Episode kedua kemudian ditayangkan.

Kubaca tulisan itu, lalu…

Ide mulai mengalir.

“ Aku yang nulis episode 3, ya? “ begitu isi SMS-ku pada Fary, segera setelah usai membaca bagian ke-2.

“ OK, “ jawab Fary.

Kutulis episode 3 itu, dan setelah usai, kutaruh dalam bentuk draft di blog kami. Kuhubungi Fary lagi, kukatakan bahwa tulisan itu telah selesai kubuat. Kuminta dia untuk membaca serta mereview tulisanku, mengedit jika perlu, lalu menayangkan tulisan itu.

Jawaban yang kuterima adalah, “ Publikasikan langsung saja. Aku baca nanti setelah dipublikasikan. “

Oh, ya ampun. Selama dua tahun menulis bersama di blog rumahkayu memang begitulah cara kami  berkolaborasi. Masing- masing bisa menulis apapun yang diinginkannya dan mempublikasikan tulisan itu tanpa perlu direview pihak lain terlebih dahulu.

Hanya ada satu masalah 'kecil'. Blog rumahkayu berisi hal- hal yang kami temukan dalam keseharian kami. Topiknya familiar untuk aku. Beda dengan cerita silat yang sama sekali tak kukenal ini.

Tapi, baiklah. Kutayangkan bab 3 dari seri “ Darah di Wilwatikta “

Itulah kali pertama aku menulis sebuah bab yang merupakan bagian dari cerita silat. Bab itu tak membuat adegan laga sama sekali. Sebab aku masih tak tahu bagaimana cara menulis adengan laga itu.

Lalu, begitulah…

Aku seperti sedang ‘magang’ menulis cerita silat pada Fary. Sampai suatu hari, berhasil juga kutuliskan sebuah bab berisi adegan laga. Ha ha. Akhirnya !

***

Pengalaman menulis cerita silat bersama Fary ini membawaku pada suatu pemahaman bahwa  jika rasa saling percaya itu ada dan kuat, maka kolaborasi akan bisa dilakukan dengan lancar. Tak perduli bahwa level pengetahuan kami tentang cerita silat sangat berbeda, kolaborasi akan mudah dilakukan jika masing- masing memiliki rasa saling percaya dan kemudian saling mendukung satu sama lain.

Kini, telah ada 47 bab “Darah di Wilwatikta” yang kami tulis bersama. Dan sungguh, tak pernah kusesali keputusan nekad untuk menerima tawaran Fary padaku untuk berkolaborasi menulis cerita silat. Sebab, menulis cerita silat itu asyik, ternyata…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun