Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Obat Tradisional Untuk Bisul

15 April 2012   10:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:35 1128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13344844891937466529

Pagi yang mendung.

TERDENGAR suara bunyi kodok dari halaman rumahkayu.

“ Sebentar lagi hujan, tampaknya, “ komentar Kuti.

“ Memangnya bunyi kodok itu tanda akan hujan, Pa? “ si kecil Pradipta bertanya.

Kuti mengangguk.

“ Ya. Kodok bisa merasakan saat udara lembab, Dipta. Dan jika udara lembab sekali menjelang hujan, kodok akan berbunyi. “

Oh, begitu… pikir si kecil.

“ Pa…” Pradipta tiba- tiba teringat sesuatu, “ Papa tau kan, kodok dan katak itu beda? “

Kuti sebenarnya tahu itu, tapi dia menjawab pertanyaan si kecil dengan pertanyaan lagi, “ Oh gitu ya? Apa bedanya? “

" Kodok kulitnya licin dan basah. Kaki belakangnya panjang. Katak kulitnya berbintil kering. Kakinya pendek, jadi tidak bisa melompat jauh. Kodok bisa melompat lebih jauh, " jawab si kecil.

Kuti tersenyum.

Si kecil ini mewarisi beberapa kebiasaan bundanya. Dia senang membaca hal- hal detail semacam itu.

“ Mmm… Bunda… apa bahasa Inggrisnya katak? “ tanya si kecil menoleh pada Dee yang sedang membaca sebuah buku.

Toad, “ jawab Dee sambil tersenyum.

“ Kalau kodok? “ tanya si kecil lagi.

Frog, “ jawab Dee lagi.

Toad, dan frog… “ Pradipta mengulangi informasi yang diberikan Dee padanya barusan.

Lalu, “ Bunda… Bunda kan pernah lihat kodok biru ya? “

Dee mengangguk.

Ya.

Dia pernah melihat kodok berwarna biru yang berasal dari Suriname saat di sebuah botanical garden.

[caption id="attachment_174855" align="aligncenter" width="382" caption="Kodok Biru. Sumber gambar: kids.britannica.com"][/caption]

“ Kodok biru itu beracun ya Bunda? “

Dee menutup buku yang sedang dibacanya.

“ Oh ya? Wah, Bunda tidak tahu itu. Siapa yang kasih tau Dipta? “

“ Kakak, “ jawab Pradipta.

Hmmm, Cintya, pikir Dee – ‘kakak’ yang dimaksud oleh Pradipta adalah Cintya, gadis remaja saudara sepupunya.

Kuti tersenyum lagi dalam hati. Cintya itu ‘anggota perkumpulan’ yang sama dengan Dee dan Pradipta. Hobbynya membaca, dan kalau dia mengatakan bahwa katak biru itu beracun, kemungkinan besar dia pernah membaca tentang hal tersebut.

Dugaan Kuti tepat karena pada saat itu terdengar lagi suara Pradipta, “ Kata kakak, hampir semua yang berwarna cerah itu beracun. “

“ Hampir semua? “ tanya Dee, “ Kakak kasih contoh tidak? “

“ Iya. Katanya, kodok, ular, jamur, kalau berwarna cerah kemungkinan besar beracun.”

Oh, begitu, pikir Dee. Dan dengan jahil dia berpikir, mungkin rumus ‘hampir semua yang berwarna cerah itu beracun’ dapat diterapkan juga pada warna pita para gadis remaja?

He he he, nanti akan ditanyakannya hal ini pada Kuti, jika Pradipta tak ada di dekat mereka, pikir Dee -- matanya berkilat nakal ketika dia teringat pada cinta pertama Kuti, seorang gadis yang suka berpita kuning, teman sekelasnya di SMP. 'Racun' dari pita kuning itu menembus hati Kuti, pikir Dee. Jadi rumus bahwa hampir semua yang berwarna cerah itu beracun juga berlaku pada pita, kan, pikirnya error.

Saat dia masih tersenyum- senyum begitu, terdengar suara telepon berdering.

Pradipta berlari mengangkat telepon itu dan mengangguk- angguk berkata, “ Ada… “ lalu menoleh pada Dee. “ Bunda, ada telepon… “

Dee bangkit dari duduknya dan mengangkat telepon itu.

“ Hai Dee, “ terdengar suara di ujung sana.

“ Oh, hai… “ Dee menjawab sapaan itu. Lestari, mama Respati, Kirana dan Radya rupanya yang menelepon.

Mereka bertukar sapa sebentar, saling menanyakan kabar, dan setelah itu dari ujung sana terdengar lagi suara, “ Dee… ingat nggak, waktu itu pernah kasih tahu obat tradisional untuk bisul? “

Dee mengangguk. “ Ya, ingat… Siapa yang bisulan? “

“ Kirana, “ terdengar jawaban.

Oh kasihan, pikir Dee. Bisul kadang- kadang bisa sakit sekali.

“ Yang paling gampang ya pakai bawang merah atau bawang putih, “ jawab Dee. “ Baru tumbuh kan bisulnya? “

“ Iya. “

“ Kalau baru tumbuh, pakai bawang putih saja. Bawangnya dikupas, dicuci lalu dibelah. Setelah itu dioleskan pada bisul yang baru timbul. Lakukan berkali- kali… “

Di dekat mereka, Kuti dan Pradipta masih mempercakapkan soal kodok. Tapi tak pelak suara Dee yang sedang bicara di telepon tertangkap oleh Kuti. Oh, jadi, selain untuk wasir, bawang putih juga bisa menyembuhkan bisul, rupanya? Dia baru tahu soal ini.

Terdengar lagi suara Dee, “ Bawang merah juga bisa sih. Satu buah saja cukup. Cuci, parut, lalu tempelkan di atas bisul tersebut. Selain itu… pare dan sirih juga bisa… “

“ Kalau sirih, “ kata Dee, “ Caranya dilumatkan, lalu ditempelkan di atas bisul, dan dibalut. Sehari diganti dua kali. Kalau mau pakai pare juga bisa. Sama caranya, dilumatkan lalu ditempelkan di atas bisulnya. “

Mereka masih bicara beberapa saat lamanya. Kuti mendengar Dee bercerita bahwa dia membuat puding labu kuning yang resepnya dulu dia dapat dari Lestari yang memang pandai memasak.

Sementara itu, di luar hujan masih terus turun dengan deras, membuat udara menjadi sejuk.

Kesejukan itu mengalir memasuki rumah kayu dari jendela- jendela besar yang terbentang lebar…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun