Udara cukup dingin malam itu. Dengan sudut mata aku bisa melihat apa yang terjadi di sekelilingku. Toko- toko telah tutup. Pedagang kaki limapun tak ada lagi. Sepi sekali. Ada satu dua orang yang kuduga penduduk lokal kutemui di jalan.
Kulangkahkan kaki sambil dalam hati terus berdoa memohon keselamatan.
Akhirnya, tiba juga aku di penginapan. Bergegas aku menuju lift dan naik ke lantai 9 dimana kamar kami berada, lalu begitu tiba di depan pintu kamar, kutekan bel.
Pintu terbuka nyaris pada saat yang sama. Suamiku berdiri di depan pintu, berpakaian lengkap dan jelas tampak siap hendak pergi keluar.
Dia tampak sangat lega melihatku datang.
Dan... hal yang tak terduga terjadi. Segera setelah aku masuk kamar, hal pertama yang dilakukan suamiku adalah bergegas menelepon adikku yang berada di kamar lain. Mengabarkan bahwa aku sudah datang dan... tak lagi perlu dicari.
Eh... dicari???!!!
Oh. Ya ampun. Aku menatap suamiku. Jadi rupanya itu sebabnya dia berpakaian lengkap saat itu. Panik sebab aku tak juga pulang jauh melewati waktu yang diperkirakannya, dia menghubungi adikku serta istrinya, meminta mereka untuk bersama- sama dengannya mencariku di masjid Nabawi.
He he he, walau aku setengah ingin tertawa sebab sebetulnya suamiku toh tahu bahwa aku sering ‘berkeliaran’ sendiri di tempat- tempat asing dan tampaknya selama ini dia tenang- tenang saja, setengah lagi yang kurasakan adalah senaaanggggggg sekali. Ha ha ha. Sungguh, senang sekali lho, sekali- sekali dikuatirkan dan (sampai hendak) dicari oleh suami seperti itu, he he he he he ...
p.s:
Para Kompasioner yang berdomisili di negeri- negeri Arab, kalau boleh, bisakah aku mendapatkan informasi, sebetulnya seberapa 'berbahaya'-nya perempuan untuk berjalan sendiri disana? Apa betul sebaiknya dihindari seperti  yang biasa kita dengar disini atau tidak? Bagaimana sebetulnya yang sehari- hari dilihat disana? ( Kesanku sendiri saat itu sebetulnya tidak se-'parah' berita- berita itu, situasinya masih cukup ramah untuk perempuan --  betulkah kesanku itu? Atau salah?  )