Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Anak- anak yang Tak Dipahami Dunia

27 Maret 2012   01:16 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:26 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1332810964975953480

Masih tentang anak- anak…

AKUtercengang. Suatu hari, seorang kawanku yang berprofesi sebagai guru menceritakan bahwa salah seorang muridnya yang sangat cerdas tidak diterima di SMA Negeri favorit di kota tempat tinggalnya sebab ‘salah menjawab’ saat sesi wawancara yang merupakan bagian dari rangkaian test masuk SMA tersebut.

Kasihan anak itu.

Sebab, menurut aku tak ada yang salah dengan jawabannya.

Memprihatinkan.

Ketika seorang anak menjawab pertanyaan dengan sesuatu yang ‘tidak standar’, maka jawaban itu akan dianggap salah, dan dia tidak lulus. Walau sebenarnya tak ada yang keliru dengan jawaban tersebut. Jawaban itu hanya unik dan tidak biasa.

Sayang sekali. Ada banyak saat ketika masa depan seorang anak sudah mulai dihambat di usia mudanya bahkan ketika dia masih bersekolah. Saat hendak masuk sekolah, atau ketika sudah menjadi murid di sekolah tersebut.

Seorang kawan  bahkan sampai mengambil sikap  'anti sekolah' sebab menurutnya sekolah seringkali menyetempel anak-anak dengan stigma macam-macam semata karena tidak  cocok dengan standar pintar versi sekolah tersebut. Padahal, sekolah yang baik itu kalau tidak bisa memperbaiki atau meningkatkan keberdayaan murid, paling tidak jangan menjatuhkan mentalnya.

Unfortunately, memang ada banyak contoh tentang urusan 'menjatuhkan mental' ini...

***

Suatu hari saat mengantarkan anakku ke sanggar lukis, ada sebuah lukisan yang belum kering terpajang di studio lukis tersebut.

Tak perlu menjadi psikolog atau ahli lukisan untuk dapat membaca apa emosi di balik lukisan tersebut. Sangat tampak bahwa ada seseorang yang tertekan, marah, dan memprotes suatu sistem yang tak kuasa dilawannya.

Kutanyakan, milik siapa lukisan tersebut, dan jawaban yang kuterima adalah bahwa lukisan itu dibuat oleh seorang murid kelas 1 SMP. Anak sangat cerdas yang‘nyeleneh’dan terkucilkan di sekolah sebab dia dianggap gila.

Kawan- kawan mengolok- oloknya, bahkan kadangkala melemparinya dengan batu. Guru- guru tak pula membantu. Mereka sepakat bahwa anak tersebut memang 'gila'.

Orang tua sang anaklah yang kemudian demi kesehatan jiwa anaknya mengajak dia ke sanggar lukis dan membiarkannya melepaskan seluruh emosinya di atas kanvas.

Prihatin. Prihatin.

Aku mengerti dengan baik perasaan anak tersebut, juga orang tuanya,sebab...

***

[caption id="attachment_171065" align="aligncenter" width="383" caption="Sumber gambar: giftedparentingsupport.blogspot.com"][/caption]

“ Aduh, enak ya, anaknya pintar- pintar. ..“

Komentar semacam itu bukan sekali dua kali dilontarkan orang kepadaku. Dan aku biasanya hanya tertawa saja menanggapinya.

Ada banyak hal yang aku tak merasa terlalu ingin menerangkan pada orang lain. Atau memilih untuk tidak menerangkan karena tak yakin akan dipahami atau ditanggapi dengan baik. Dalam situasi seperti itu, aku memilih untuk hanya merespons komentar orang lain dengan tawa saja.

Enak punya anak pintar- pintar?

Ya. Menyenangkan memang.

Tapi kebanyakan orang sering salah duga. Komentar tentang ‘anaknya pintar- pintar’ itu biasanya tidak berdiri sendiri. Pada kebanyakan waktu, ada kalimat lanjutannya, yaitu dugaan bahwa dengan anak yang pintar- pintar itu, maka hidup akan menjadi mudah bagi orang tuanya sebab tanpa perlu terlalu banyak usaha, prestasi anak- anak ini akan sangat cemerlang di sekolah.

Nah… bagian yang ini yang perlu dikoreksi.

Punya anak- anak pintar sama sekali tak mudah. Paling sedikit, itulah yang aku dan suamiku alami.

Makin pintar mereka, dan makin tinggi tingkat intelegensi mereka, makin ‘sulit’ anak- anak ini.

Dan dikaruniai beberapa orang anak yang masuk kedalam kategori‘gifted children’ membuatku sungguh berempati pada anak- anak sangat cerdas dan berbakat yang ditanggapi salah oleh sekitarnya itu.

Sangat menyedihkan.

Dapat kubayangkan betapa hati para makhluk belia itu terluka sebab tak dipahami, dan merasa disisihkan. Padahal, pada kebanyakan kasus, anak- anak ini justru membutuhkan dukungan yang sangat kuat yang pada saatnya nanti dapat membuat mereka berpikir “ You are OK, I am OK “.

Untuk membuat anak- anak ini paham bahwa walaupun dirinya sangat unik dan mungkin berpikir dan bertindak dengan cara yang berbeda dengan kawan- kawannya yang lain, tak ada yang salah dengan dirinya.

Langkah awal yang perlu dilakukan saat menghadapi anak- anak semacam ini adalah membantu mereka untuk merasa nyaman dengan dirinya sendiri, menyadari keunikannya dan membantunya menyesuaikan diri dengan lingkungan ( yang mungkin membingungkan mereka ). Dan kunci utama untuk membuat mereka dapat merasa nyaman dengan dirinya sendiri adalah membuat mereka merasa diterima seutuhnya.

Keluarga memang memegang peranan penting dalam hal ini. Rasa aman pertama yang akan sangat berpengaruh besar pada perkembangan dirinya adalah jika dia dibesarkan dalam keluarga yang sehat.

Tapi terlindungi dengan aman diantara keluarga dan rumah yang hangat mungkin hanya akan terjadi di tahun- tahun awal kehidupannya. Begitu dia masuk sekolah… nah… disinilah kemungkinan beragam gejolak akan dimulai.

Aku selalu sedih melihat betapa anak- anak sangat cerdas dan berbakat ini pada banyak kesempatan lalu dicap sebagai ‘anak nakal’, ‘pengacau’, ‘aneh’ dan lain sebagainya.

Lihatlah kedalam mata mereka, dan dalam bening mata anak- anak itu akan sangat tampak kebingungan dan kesedihan hati mereka sebab diperlakukan semacam itu.

Tapi memang, situasinya tidak mudah. Aku tahu bahwa di negara- negara maju ada sekolah- sekolah yang sistemnya memang dibuat khusus untuk anak- anak seperti ini.

Tapi tak mudah menemukan sekolah semacam itu disini.

Jadi… anak- anak itu akan mau tak mau dihadapkan pada kondisi dimana dia harus bersekolah disekolahdengan kurikulum dan sistem ‘normal’, diantara anak- anak yang ’normal’ dan mungkin bertahun- tahun merasakan galau di hati sebab sistem di sekolah itu tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkannya…

Dan aku paham… sangat paham tentang hal tersebut.

Itu sebabnya aku dan suamiku selalu  berusaha memahami komentar anak- anak tentang “ sekolah yang nggak ada asyik- asyiknya” itu.

Sebab kami menyadari, saat sistem yang mapan belum tersedia bagi anak- anak semacam anak- anak kami itu, maka yang dapat kami upayakan hanya bahwa kami sendiri menjadi orang tua yang kuat, yang sedikit demi sedikit dapat menjadi jembatan antara anak- anak unik ini dengan lingkungan, dengan sekolah, dengan beragam hal lain yang mungkin bagi orang lain ‘biasa’ tapi bagi anak- anak unik ini menimbulkan berjuta pertanyaan dan mungkin ketidak nyamanan. Untuk itulah kami harus dapat menghadapi situasi ini dengan santai.

Mungkin tak banyak yang tahu bahwa di saat- saat yang dipersepsikan orang sebagai “enak ya punya anak pintar- pintar” itu sebetulnya kami sedang berjuang agar anak- anak itu bisa tumbuh menjadi anak yang pecaya diri dan bahagia.

Tak terhitung jumlahnya kami harus berurusan dengan psikolog, tak terbilang pula saat- saat kami harus membujuk seorang anak untuk sekedar berangkat ke sekolah yang “sama sekali tidak menyenangkan” itu. Dan percayalah, itu bukan saat- saat yang mudah atau terlalu enak, he he he…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun