If you are a minority of one, the truth is the truth ~ Mahatma Gandhi
MARI kita bicara tentang video panas...
Eh.. video panassss ??!!!
Oh, ha ha... tidak, bukan tentang apakah pemeran dalam video itu A, atau L, atau C yang asli atau bukan seperti yang pernah dihebohkan dulu, bukan tentang apakah akan membiarkan M datang kemari membintangi film lokal yang juga pernah menggegerkan itu.
Bukan. Bukan tentang itu.
Tapi tentang bagaimana mencegah anak- anak remaja meniru apa yang mereka lakukan atau melakukan free sex.
Menjauhkan anak dari tayangan porno dengan memasang software di komputer,, memilihkan bacaan yang baik bagi mereka, mengawasi mereka bermain game, dan sebisa- bisanya memastikan bahwa video game atau computer game yang mereka mainkan tidak mengandung unsur- unsur pornografi, membatasi film- film macam apa yang mereka tonton di TV, bisa saja dilakukan.
Masalahnya, cukupkah semua itu?
Kita dapat meminimalkan akses anak terhadap pornografi dengan melakukan hal- hal di atas. Tapi apakah hal tersebut dapat menjamin bahwa anak tidak akan mengakses sesuatu yang berhubungan dengan pornografi sama sekali, serta menghindarkan mereka dari free sex yang menjadi kekhawatiran banyak orang tua?
Sayangnya, jawabannya adalah: tidak.
Betapapun inginnya orang tua melindungi anaknya, orang tua harus pula realistis bahwa ada banyak hal yang berada di luar kemampuannya untuk mengatur.
Orang tua dapat memastikan bahwa anak- anak hanya mengakses bacaan dan tontonan sehat di rumah. Tapi, orang tua tidak dapat melakukan itu ketika anak berada di luar rumah. Bahkan sekedar ke sekolah sekalipun.
Karena, seperti kita tahu, bahkan di sekolah sekalipun, beragam materi pornografi beredar, baik secara tidak disadari maupun secara sengaja namun sembunyi- sembunyi, dalam bentuk misalnya komik, atau beragam gambar dalam telepon genggam. Ditambah lagi sekarang, bahkan internetpun dapat diakses dari telepon genggam.
Mengerikan?
Ya.
Tapi kita tidak bisa hanya kaget, ngeri lalu... tidak berbuat apa- apa.
Pada banyak titik kritis, orang tua (memang seringkali) tidak lagi dapat mempengaruhi keputusan anak- anak remaja itu untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sementara beragam 'kuman' itu beredar bebas di sekitar mereka.
Jadi, jika ada yang dapat dilakukan orang tua, maka yang dapat dilakukan itu adalah ini: menyadari fakta bahwa kuman- kuman itu ada di sekitar anak dan memastikan bahwa anak memiliki imunitas yang cukup untuk melawan beragam 'bibit penyakit' tersebut.
Caranya?
Klasik.
: Kemampuan untuk kontrol diri.
Itulah yang perlu dimiliki para remaja itu.
Dua hal terpenting yang dapat dilakukan orang tua sehubungan dengan hal tersebut adalah yang pertama tentu saja menanamkan nilai- nilai baik pada anak, dan yang kedua... ini yang tidak boleh dilupakan, untuk mengajarkan pada anak bahwa dia boleh mengambil keputusan dan melakukan hal yang berbeda dengan teman- temannya.
Jangan lupa, ada peer pressure yang kuat yang akan sangat berpengaruh dalam kehidupan anak remaja. Dan anak- anak remaja harus dididik agar menjadi kuat, agar mereka berani menjadi satu diantara dua puluh orang yang mengatakan A ketika sembilan belas orang lain mengatakan B jika dia meyakini bahwa A-lah yang benar.
Tak masalah untuk sekedar memotong rambut sesuai dengan trend yang berlaku, tak masalah sekedar memilih warna baju seperti yang banyak digunakan teman- temannya, tapi ajarkan pada anak bahwa ketika itu menyentuh nilai- nilai yang sangat mendasar, maka yang perlu dia ikuti hanyalah hati nuraninya sendiri.
Dan untuk itu.. sebagai orang tua kita perlu mengajarkan nilai- nilai baik itu jauuuhhhhhh sebelumnya. Tak kan ada gunanya bersikap reaktif saat menghadapi sesuatu karena mungkin hal tersebut sudah terlambat.
Lebih baik menyadari fakta dan mengantisipasi beragam resiko jauh- jauh hari lalu membekali anak dengan nilai- nilai yang mudah- mudahan dapat menghindarkan para remaja itu dari melakukan hal- hal yang tidak kita inginkan, karena kita telah menanamkan fondasi agar mereka dapat tumbuh kuat, dapat mengontrol dirinya sendiri sehingga apa yang mereka katakan dan lakukan tidak semata dipengaruhi oleh pengaruh luar.
Jika hipnotis tak dapat dilakukan saat orang yang hendak dihipnotis tak mengijinkan atau menginginkan itu, jika teknik influence canggih sekalipun tak kan dapat mempengaruhi seseorang jika dia memang tak bersedia dipengaruhi, maka mudah- mudahan kemampuan melakukan kontrol diri dan keberanian serta kekuatan untuk mempertahankan nilai- nilai kebenaran dan kebaikan yang dipercayainya dapat membantu para remaja untuk membentengi dirinya dari beragam pengaruh yang tak dikehendaki.
Semoga!
** gambar diambil dari: b0o-b0o.deviantart.com **
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H