Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Saat Patah Hati

15 Januari 2012   02:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:53 1053
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah komentar membuatku tersenyum…

SETELAH beberapa waktu beredar di Kompasiana, mengamati tulisan- tulisan dan komentar- komentar yang beredar, aku mulai mengenali karakter beberapa Kompasioner.

Tentu saja tiap orang bisa memiliki pendapat sendiri, termasuk berpendapat bahwa di internet, siapapun bisa menjadi ‘siapa saja’, termasuk karakter yang sangat berbeda dengan dirinya sendiri.

Ummm… well, mungkin. Mungkin saja itu terjadi, tapi menurutku, tak akan lama. Jika jeli, akan selalu ada bagian dari orang tersebut yang muncul di dalam tulisan- tulisannya, di dalam komentar- komentarnya. Dan jika kita telah beberapa kali membaca tulisan serta komentar orang yang sama, maka benang merah akan dengan mudah ditarik, dan keping- keping kecil puzzle akan tersusun membentuk suatu gambar.

Dalam hal ini, aku menyepakati kebenaran kalimat Goethe ( Johann Wolfgang von Goethe, seorang novelis, sastrawan, humanis, ilmuwan, dan filsuf asal Jerman yang sangat berpengaruh di Eropa pada zamannya, yakni akhir abad 18 dan awal abad 19, bahkan juga setelah itu ).

Goethe mengatakan every author in some way portrays himself in his works, even if it be against his will , dan tak pernah kuragukan kebenaran kata- katanya itu.

Terkait dengan apa yang dikatakan oleh Goethe ini, aku sama sekali tak heran ketika membaca komentar Bli Gusti Bob dalam tulisan Lagu Derita di Pantai yang Jauh yang kutulis di blog daunilalang.

Tulisan Bli Bob cukup sering kubaca. Juga beberapa kali ada komentarnya yang masuk ke blog daunilalang. Komentar yang walau singkat, selama ini kudapati, selalu akurat. Akurat dalam arti, apapun komentar itu, tapi jelas bahwa saat berkomentar bli Bob dengan tepat bisa membaca apa yang tersirat dari yang tersurat dan menangkap jiwa tulisan tersebut. Jadi bahwa saat kutemukan bahwa begitu pulalah yang terjadi dengan komentar terbarunya di post Lagu Derita di Pantai yang Jauh bukanlah suatu kejutan.

Yang membuatku tersenyum adalah isi komentarnya.

Ini adalah kutipan komentar bli Bob dalam tulisan itu, Sepertinya memang lebih baik “mencari jalan sendiri”. Tapi tidak dengan mencarinya di Galaxy lain. Masih banyak koq, on the earth, pemuda lain. Jadi tak perlu sampai meneteskan darahmu

Komentar yang jelas menggambarkan pemahaman tentang rasa yang diseimbangkan dengan logika.

***

Tulisan- tulisan di daunilalang merupakan suatu serial. Tokoh utamanya adalah seorang gadis tak bernama. Cerita yang tertulis di sana adalah kepingan hidup sang gadis saat mencari cinta sejatinya.

Dan seperti semua orang yang sedang menapaki jalan semacam itu, jalan yang dia tapaki merupakan jalan yang kadangkala berisi cerita lucu, kisah manis, mengharukan, romantis, tapi tak kurang pula ada tangis, airmata dan darah (halah, lebay… ) di sana.

Lagu Derita di Pantai yang Jauh, adalah salah satu kisah semacam itu. Kisah dimana seorang gadis yang sebenarnya masih mencintai seorang pemuda tapi tampak tak lagi memiliki tujuan yang sama dengan dia. Dan pemuda itu begitu keras hati, tak pula terlalu perduli pada apa keinginan sang gadis.

Sikap yang membuat gadis tersebut kemudian memutuskan untuk berbalik badan, mencari jalannya sendiri, walau hatinya hancur.

Kata- kata ini menggambarkan apa yang dirasakan sang gadis dalam kisah itu :

tetes darah dan
air mata terciprat di ujung ombak … – naik … turun … … turun … dan darah itu menghitam …

Dan… Ehm.

Komentar bli Bob adalah reaksi yang sungguh merupakan reaksi yang aku harapkan dan akan aku katakan pada siapapun yang menghadapi situasi yang sama.

Mungkin dengan kalimat atau kata- kata lain. Tapi begitulah. Pada dasarnya, walau tentu saja kupahami bahwa tak lagi sejalan dengan seseorang yang dicinta adalah situasi yang tak mudah, dan kumengerti bagi banyak orang – terutama para gadis – bahwa air mata akan banyak mengucur, dan hati mungkin berdarah sebab tergores luka, tapi…

Ah, patah hati atau tidak patah hati, hidup harus terus berjalan.

Menangislah jika ingin. Mundurlah sejenak dari hiruk pikuk dunia. Sehari, dua hari. Seminggu, dua minggu, tapi…

Setelah itu, bangkitlah.

Bangun, berdiri tegak dan tantanglah dunia.

Dulu, saat masih lajang, aku dan beberapa kawan sesama gadis, seringkali saling menghibur satu sama lain jika salah satu dari kami sedang bersedih sebab kisah cintanya tak berjalan seperti yang diharapkan. Kalimat paling populer yang biasa kami katakan saat itu untuk menghibur hati adalah bahwa ‘the loss is on his side’, dia sendiri yang rugi ( jika nggak jadi ‘jadian’ dengan kami ), hihihi…

Belagu banget, ya?

Ha ha. Mungkin. Tapi bagi kami ketika itu, itulah cara untuk menghargai diri sendiri. Untuk tak terpuruk dan menganggap dunia berhenti berputar sebab tidak ‘jadian’ dengan seorang laki- laki tertentu.

Dan walaupun tetap saja air mata dan darah merembes membasahi hati ( he.. he..), apa yang dikatakan bli Bob itu adalah ‘rumus dasar’ yang selalu kami jalankan. Memangnya kenapa kalau nggak jadi sama si A atau si B, toh kami yakin kami bisa menemukan laki- laki lain yang mencintai dan kami cintai.

Ada satu hal lagi yang dulu biasa kami lakukan jika hati sedang rusuh. Yaitu bukan dengan justru mengurung diri, tapi ‘memaksa’ diri untuk selalu tampil cantik serta memastikan bahwa kami tetap berprestasi baik, sebab kami ingin menunjukkan pada dunia ( dan sang lelaki penghancur hati itu, he he ) bahwa kami tetap bisa hidup dengan baik dengan atau tanpa dia. Perkara begitu banyak air mata yang meninggalkan bercak di bantal saat kami menangis malam- malam, itu tak perlu diumumkan pada khalayak ramai, kan? Ha ha ha…

Lalu, seperti yang juga dikatakan bli Bob, kami dulu juga tidak pernah kehilangan kepercayaan dan harapan sampai perlu mengatakan ‘nggak ada lagi laki- laki baik sekarang ini’, atau semacamnya sebab kami percaya, laki- laki baik itu akan dapat diketemukan.

Yang dulu kami sepakati sebagai rumus dasar lain adalah , jika ingin mendapatkan laki- laki baik, maka kami perlu mendefinisikan dulu dengan jelas apa yang disebut dengan ‘baik’ itu, dan, berperilakulah sebaik itu juga. Sebab laki- laki baik, konon, diciptakan untuk perempuan baik. Begitu pula sebaliknya.

Intinya, mulailah dengan diri sendiri dulu. Kenali diri. Temukan jati diri. Setelah itu, proses ‘seleksi’ akan dengan mudah dilakukan sebab kriterianya sudah jelas. Jika di tengah- tengah proses seleksi itu ada sesuatu yang kurang mulus yang terjadi, ya sudah, lakukan saja tindakan koreksi. Balik badan dan cari jalan sendiri, lalu… cari lagi dan temukanlah sang pangeran dambaan hati itu.

Kami selalu percaya bahwa hal itu bukan ilusi, tapi bisa dilakukan dan ditemukan di dunia nyata. Keyakinan yang belakangan terbukti benar…

** gambar diambil dari: howtogetoverabrokenheart.org **

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun