Hari Senin pagi, kereta selalu penuh. Beberapa perempuan hendak masuk gerbong kereta ketika seorang lelaki menyeruak keluar gerbong dan seperti sengaja tangannya menyenggol bagian dada beberapa penumpang perempuan.
Sikap yang serta merta disambut dengan omelan panjang lebar dari para perempuan itu.
Belum hilang omelan itu dari telinga, kereta masuk ke sebuah setasiun dimana kali ini, beberapa penumpang perempuan hendak turun, dan terdorong terbentur- bentur oleh penumpang lelaki yang menyerbu masuk gerbong, hendak berebut tempat duduk.
Penumpang perempuan itu tak terima dan memaki dengan suara keras pada para lelaki itu.
Duh !
KRL sekarang memang jauh dari nyaman.
Keputusan PT. KAI untuk hanya mengoperasikan satu jenis KRL membuat penumpang tak punya pilihan. Tak bisa memilih yang lebih nyaman dari apa yang ada. Tidak seperti dulu ketika masih ada tiga jenis perjalanan kereta dimana penumpang bisa memilih sesuai kebutuhan dan kemampuannya, baik dari waktu tempuh hingga tarifnya.
Maka memang, mau tak mau, beragam kebutuhan dan kebiasaan yang berbeda, kekesalan, kelelahan, rasa frustrasi yang menumpuk itu menjadi sumber gesekan antar penumpang.
Selain apa yang sudah kuceritakan di atas, masih ada lagi hal yang sering bisa ditemukan di dalam gerbong KRL, yakni adalah adanya sekelompok orang yang biasa mengobrol dengan suara keras, nyaris berteriak.
Pertama kali kulihat hal seperti itu, aku kaget sekali. Seseorang berteriak, kukira hendak bicara dengan orang lain yang ada di ujung gerbong terjauh. Eh, rupanya tidak. Orang yang diajak bicara, jaraknya hanya satu meter dari tempatnya berdiri.
Entah kenapa dia harus berteriak.