* Ditulis oleh blogger tamu: Radit, 10 tahun, kelas 6 SD
Saat duduk di kelas 4, saya melakukan simulasi Pilpres yang dilakukan semirip-miripnya dengan Pilres yang asli di sekolah.
Seluruh murid kelas 4 yang terbagi dua kelas yaitu 4P dan 4M melakukan persiapan yang serius.
Beginilah ceritanya: Pada suatu hari, guru Bahasa Indonesia kami mengumpulkan kami semua di koridor utama dan berkata, "Anak-anak, kita akan melakukan simulasi pilpres". Kami semua bersorak karena sudah lama ingin melakukan proyek drama seperti ini.
Kami lalu kembali ke kelas dan memilih siapa yang akan dicalonkan. Akhirnya terpilihlah Sabila sebagai perwakilan kelas 4P dan Taskhi sebagai perwakilan kelas 4M.
Guru Bahasa Indonesia kami lalu menjelaskan cara kerja pilpres dan bahwa pilihan kita adalah sebuah rahasia.
Kami diberikan tugas oleh guru Bahasa Indonesia, tugas saya dan beberapa teman laki-laki adalah sebagai panitia.
Para murid perempuan melakukan kampanye melalui poster yang ditempel di seluruh gedung SD. Selain murid kelas 4, kami mengundang murid kelas 3 untuk turut memilih.
Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu pun datang. Para murid kelas 3 datang dan memilih sesuai urutan di bilik suara yang dibuat dari karton yang dibungkus kertas berwarna putih. Kami para petugas pun memilih saat murid kelas 3 sudah selesai memilih.
Saat penghitungan suara, sesuatu yang lucu terjadi,salah seorang murid mencoblos Sabila dengan bentuk coblosan dua tanduk iblis seperti gambar di bawah ini
[caption id="attachment_332833" align="aligncenter" width="566" caption="Gambar ilustrasi, dok. pribadi"][/caption]
Kami semua tertawa karena itu. Akhirnya setelah dihitung, pemenangnya adalah Sabila dari kelas 4P.
Dari pengalaman ini, saya belajar bahwa:
- Pilihan kita adalah sebuah rahasia.
- Merancang pilpres tidak mudah karena dibalik semua kesimpelan pemilu, ada kerumitan ibarat kabel di ruang mesin pesawat yang tidak terlihat oleh penumpang.
- Semua orang termasuk petugas dan capres berhak memilih.
- Sebetulnya jika kita melihat petugas yang tidak terlihat letih, mereka hanya menyembunyikan keletihannya saja karena sebetulnya mempersiapkan pemilu itu memakan tenaga.
- Pemilu/pilpres harus direncanakan dengan baik.
Setelah semua tahap pilpres itu selesai akhirnya murid kelas 4P dan 4M kembali damai dan berteman.
p.s. Tulisan ini dibuat oleh anak bungsuku yang berusia 10 tahun, catatannya mengenai simulasi Pilpres yang pernah diadakan di sekolah. Dimuat di blog ini tanpa dilakukan editing. Judul dibuat olehku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H