Sebaiknya minum obat penunda haid atau tidak saat naik haji?
PERTANYAAN ini tampaknya merupakan pertanyaan populer di kalangan (calon) jamaah haji perempuan. Perlu minum obat penunda haid tidak, ya? Mana yang lebih baik, minum atau tidak minum?
Dalam salah satu sesi manasik haji beberapa minggu yang lalu, pertanyaan itu juga muncul dari salah seorang perempuan di kelompok kami.
Ustad yang membimbing kami menjawab bahwa menggunakan obat penunda haid diijinkan tapi beliau sendiri cenderung untuk mengatakan tak perlu menggunakannya.
" Haid itu datangnya dari Allah, " kata ustad tersebut.
" Maka, diterima saja jika memang saat berhaji nanti ternyata haid, " lanjutnya.
Pertanyaan berikutnya tentu saja: lalu bagaimana dengan rangkaian ibadah yang sedang dilakukan jika perempuan haid di Tanah Suci saat sedang berhaji?
Ustadnya menjawab, saat haid, seperti biasa, perempuan tidak boleh shalat, dan karena dikhawatirkan akan mengotori tempat shalat, maka perempuan haid juga tidak bisa masuk ke masjid. Saat itu, perempuan juga tak bisa membaca Al Qur'an.
Lalu, dalam rangkaian kegiatan berhaji, saat haid perempuan tidak bisa melakukan thawaf -- berjalan mengelilingi Ka'bah. Sebab orang harus mengelilingi thawaf dalam keadaan suci.
Jadi bagaimana dong?
Menurut sang ustad, tak perlu khawatir. Jika saat kelompok melakukan umrah nanti ada perempuan yang sedang haid, maka perempuan itu bisa menunda umrahnya sampai haidnya selesai.
" Nanti diantar untuk umrah saat haidnya sudah selesai, " kata ustad tersebut.
Juga ada thawaf yang merupakan salah satu rukun haji, yang harus dilakukan. Namanya thawaf Ifadah, dilakukan setelah melempar jumrah. Bagaimana jika pada saat ini ada perempuan yang sedang haid?
Jawabannya sama, " Tunda dulu saja, nanti bisa dilakukan saat haidnya sudah selesai, nanti diantar, " kata ustad kami.
Lalu jika sampai hendak pulang ke tanah air haid belum selesai sementara thawaf Ifadah belum dilakukan, bagaimana?
" Itu artinya sudah masuk keadaan darurat, maka thawaf Ifadah bisa dilakukan perempuan tersebut dalam keadaan haid. " jawab sang ustad.
Dan bagaimana dengan Thawaf Wada -- thawaf perpisahan saat hendak meninggalkan Mekah? Bagaimana hukumnya Thawaf Wada bagi perempuan yang sedang haid ?
Untuk Thawaf Wada ini, ustad kami mengatakan bahwa perempuan haid dikecualikan dari Thawaf Wada. Jika kelompok kami sedang melakukan Thawaf Wada sementara ada perempuan yang sedang haid, dia tak perlu melakukannya sama sekali.
***
[caption id="attachment_342741" align="aligncenter" width="567" caption="Gambar: photo.sf.co.ua "][/caption]
Jawaban ustad saat manasik haji itu sejalan dengan apa yang pernah kubaca dalam sebuab buku tentang penggunaan obat penunda haid.
Salah satu bab dalam buku tersebut menerangkan mengenai hal ini. Bahwa menggunakan obat pengguna haid saat berhaji diijinkan, tidak dilarang. Hanya saja sebagian ulama memang mengatakan bahwa sebenarnya dibebaskannya perempuan dari beberapa kewajiban saat melakukan haid ( seperti shalat, puasa, thawaf, dan sebagainya ) itu tujuannya untuk meringankan perempuan.
Hal tersebut merupakan kemudahan yang diberikan pada perempuan, sebab saat sedang haid, perempuan akan terpengaruh secara psikis dan fisik, maka kemudahan itu diberikan.
Ada ulama yang juga berpendapat bahwa meminum obat penuda haid bisa mencegah keluarnya darah haid tetapi tidak mencegah perubahan pada kondisi fisik dan psikis perempuan. Maka, sebaiknya perempuan menikmati saja kemudahan yang diberikan daripada berusaha menunda haid dengan meminum obat, walau sekali lagi, meminum obat ini diijinkan hukumnya.
***
Percakapan tentang obat penunda haid berlanjut saat kami sedang antri berwudlu menjelang shalat dhuhur saat manasik haji itu.
" Jadi minum nggak nih, enaknya? " pertanyaan seperti itu masih muncul.
" Iya, saya sudah beli obatnya tapi sekarang jadi ragu- ragu, " jawab yang lain.
" Gimana dong? "
Aku mengamati percakapan itu sambil menanti giliran berwudlu. Lalu, ada yang bertanya padaku, bagaimana menurutku, lebih baik minum atau tidak.
Jawabanku adalah, " Terserah. Sebab diijinkan, tapi tetap ada catatan dan pertimbangan (seperti 'itu datangnya dari Allah jadi kenapa harus dicegah' atau 'itu sebetulnya kemudahan bagi perempuan, atau minum obat bisa mencegah keluarnya darah tapi tidak mencegah perubahan fisik dan psikis perempuan pada periode tersebut ) maka menurutku jawaban "minum" atau "tidak minum" itu benar- benar keputusan pribadi.
Maka aku tak mau menyarankan pada si penanya apakah menurutku sebaiknya minum atau tidak minum obat itu.
Bagiku sendiri, aku telah membuat keputusan apa yang akan kulakukan. Aku sudah memilih. Tapi aku konsisten menjawab "terserah, inginnya gimana, " pada yang menanyakan hal tersebut kepadaku.
Setiap orang memiliki pertimbangan sendiri- sendiri.
Ada yang menerima datangnya haid sebagai sesuatu yang natural dan memilih untuk tak melakukan kegiatan yang memang tak bisa dilakukan saat haid seperti shalat, membaca Al Qur'an dan thawaf selama beberapa hari di Tanah Suci.
Ada juga yang berpikir bahwa saat sedang berkesempatan berada di Tanah Suci maka lebih baik mengisi waktu dengan maksimal, melakukan shalat, membaca Al Qur'an dan berada di masjid sebanyak mungkin. Juga, melakukan thawaf bersama- sama rombongan, akan lebih sederhana pengaturannya daripada harus menanti haid selesai dan melakukannya sendiri ( walau katanya akan diantar petugas ). Pemikiran semacam ini, tentu akan mendorong seseorang untuk meminum obat penudah haid tersebut.
Bagiku, sebab memang diijinkan, keduanya tak masalah. Masing- masing pribadi memiliki pertimbangan sendiri- sendiri untuk memutuskan
Minum atau tak minum, akan merupakan pilihan pribadi seorang perempuan. Dialah yang paling tahu mengenai dirinya sendiri, baik fisik maupun pikiran, perasaan dan keinginannya. Maka menurutku hal tersebut tak perlu terlalu menimbulkan banyak pertanyaan atau perdebatan...
p.s. Jadwal keberangkatan kami -- aku dan suami -- ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji makin mendekat. Sebelum berangkat, dalam kesempatan ini aku mohon maaf lahir dan batin pada teman- teman semua. Mohon dimaafkan jika selama kita berinteraksi selama ini ada salah dan khilaf yang terjadi...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H