Hal tersebut merupakan kemudahan yang diberikan pada perempuan, sebab saat sedang haid, perempuan akan terpengaruh secara psikis dan fisik, maka kemudahan itu diberikan.
Ada ulama yang juga berpendapat bahwa meminum obat penuda haid bisa mencegah keluarnya darah haid tetapi tidak mencegah perubahan pada kondisi fisik dan psikis perempuan. Maka, sebaiknya perempuan menikmati saja kemudahan yang diberikan daripada berusaha menunda haid dengan meminum obat, walau sekali lagi, meminum obat ini diijinkan hukumnya.
***
Percakapan tentang obat penunda haid berlanjut saat kami sedang antri berwudlu menjelang shalat dhuhur saat manasik haji itu.
" Jadi minum nggak nih, enaknya? " pertanyaan seperti itu masih muncul.
" Iya, saya sudah beli obatnya tapi sekarang jadi ragu- ragu, " jawab yang lain.
" Gimana dong? "
Aku mengamati percakapan itu sambil menanti giliran berwudlu. Lalu, ada yang bertanya padaku, bagaimana menurutku, lebih baik minum atau tidak.
Jawabanku adalah, " Terserah. Sebab diijinkan, tapi tetap ada catatan dan pertimbangan (seperti 'itu datangnya dari Allah jadi kenapa harus dicegah' atau 'itu sebetulnya kemudahan bagi perempuan, atau minum obat bisa mencegah keluarnya darah tapi tidak mencegah perubahan fisik dan psikis perempuan pada periode tersebut ) maka menurutku jawaban "minum" atau "tidak minum" itu benar- benar keputusan pribadi.
Maka aku tak mau menyarankan pada si penanya apakah menurutku sebaiknya minum atau tidak minum obat itu.
Bagiku sendiri, aku telah membuat keputusan apa yang akan kulakukan. Aku sudah memilih. Tapi aku konsisten menjawab "terserah, inginnya gimana, " pada yang menanyakan hal tersebut kepadaku.