[caption id="attachment_368941" align="aligncenter" width="449" caption="Gambar: hipish.free.fr"]
Oh, tapi Dee tentu saja juga tahu, beragam keriuhan dan larangan itu memang bukan karena urusannya 'semata coklat' seperti itu.
Tapi konon, karena Hari Valentine lalu digunakan sebagai kesempatan untuk melakukan seks bebas.
Hmmm...
Dee sendiri berpaham konservatif. Dia jelas bukan penganut faham sex bebas dan akan mengatakan TIDAK dengan tegas terhadap premarital sex. Terhadap faham dan perilaku seks bebas.
Tapi melarang perayaan Hari Valentine akibat kaitannya dengan perilaku sex bebas?
Duh, bagi Dee... itu seperti hanya menyentuh permukaan. Bukan esensinya.
Perilaku seks bebas itu tidak muncul tiba- tiba di Hari Valentine. Bukan semata karena 14 Februari lalu ujug- ujug -- tiba- tiba -- para remaja akan melakukan hal tersebut.
Perilaku itu muncul atas nilai- nilai yang dibangun pada diri para remaja itu. Dan seperti kita semua tahu, nilai- nilai dalam diri seseorang tidak terbangun dalam hitungan jam, dalam hitungan hari, apalagi muncul mendadak pada suatu hari bertanggal 14 Februari. Nilai- nilai itu dibangun, dipelajari, dicerna, difahami dan dicerminkan dalam tindakan sebagai suatu rangkaian panjang pembelajaran dalam hidup anak- anak remaja itu.
Lihatlah bagaimana di banyak tempat para remaja sering duduk berdua di atas motor di tempat gelap. Lihatlah bagaimana mereka mencari kesempatan saling meraba bagian- bagian intim, bahkan di tempat umum.
Dee juga pernah melihat artikel yang menampilkan keprihatinan sebab ketika penulis artikel itu sedang berwisata ke sebuah tempat wisata di suatu daerah, dia melihat beberapa pasang remaja yang dari tindak tanduknya jelas sedang melakukan sesuatu yang sudah terlalu jauh untuk dilakukan mereka.