[caption id="attachment_336548" align="aligncenter" width="512" caption="kehidupan Kelas menengah "][/caption]
Penghuni Indonesia mayoritas didominasi oleh kelas menengah. Jumlahnya populasinya setiap tahun selalu meningkat.
Pada 2004 masyarakat kelas menengah berjumlah 37 persen dari populasi Indonesia. Dan di tahun 2013, jumlahnya meningkat sebanyak 56,7 persen dari total penduduk Indonesia. Sebuah penelitian bernama The Boston Consulting Group memprediksikan di tahun 2020, jumlah populasi kelas menengah di Indonesia diperkirakan mencapai 141 juta jiwa.
Populasi yang masuk dalam kelompok kelas menengah ini adalah mereka yang berpenghasilan minimal Rp 2 juta per bulan. Di samping itu tumbuhnya kelas menengah di Indonesia juga dapat dilihat dari data statistik jumlah kepemilikan kendaraan bermotor, jumlah penumpang pesawat terbang, jumlah rumah tangga yang memiliki HP atau telepon genggam, dan rumah tangga yang memiliki komputer serta memiliki akses internet. Sedangkan menurut buku “Satu Dasawarsa Membangun Untuk Kesejahteraan Rakyat”, terbitan Sekretariat Kabinet menyatakan kelompok menengah ialah kelompok masyarakat yang membelanjakan uang per harinya dengan kisaran dua dollar AS atau setara dengan Rp22.756 (dengan kurs 1 Dollar AS : Rp11.378) hingga 20 dollar AS.
Dalam soal perekonomian, kelas menengah akan memiliki peranan penting. Kelompok ini produktivitas dan konsumsinya relatif besar. Kelompok kelas menengah di banyak negara berpotensi mendongkrak roda perekonomian suatu negara. Seiring dengan rencana kenaikan harga BBM bersubsidi sebelum tahun 2015, maka diperkirakan akan terjadi inflasi di tahun 2015 yang mencapai 3,5 persen. Sontak, harga-harga kebutuhan pokok turut meningkat. Kita bisa melihat perbandingan kehidupan kelas menengah 10 tahun lalu hingga saat ini dari harga kebutuhan pokok.
1.Harga Bensin
Tipe Minyak Harga tahun 2004 Harga tahun 2014
Premium Rp 1.810 per liter Rp 6.500 per liter
Solar Rp 1.650 per liter Rp 5.500 per liter
Bisa dilihat perbedaan harga BBM selama 10 tahun sangat signifikan. Bahkan harga BBM di tahun ini mencapai 3 kali lipatnya. Jika pemerintah berencana menaikkan harga BBM lagi pada akhir tahun ini maka sudah dipastikan kehidupan kelas menengah akan terombang-ambing. Pemerintah beranggapan rencana untuk menaikkan harga BBM ini dilakukan untuk menyehatkan anggaran negara. Asa yang besar pun tercurah dari masyarakat Indonesia jika kenaikan BBM ini terlaksana. Sebelum menaikkan harga BBM bersubsidi, pemerintah juga disarankan agar bisa memastikan kecukupan stok pangan, dan program sosial yang bisa mempertahankan daya beli masyarakat.
Dengan kenaikan harga BBM selama 10 tahun ini maka kelas menengah cukup mengalami naik turun ekonomi. Sebagian dari populasi kelas menengah memang masih menggunakan kendaraan pribadi dan tidak berpengaruh terhadap dampak kenaikan BBM. Sebagian lagi merasa kenaikan ini sangat memengaruhi hidup ekonominya. Banyak masyarakat menengah yang beralih ke angkutan publik seperti busway, taxi, kereta, dan lainnya. Tanpa disadari kenaikan BBM ini juga menggerus perekonomian kelas menengah.
2. Kenaikan Harga Properti
Perkiraan Harga Tanah di Lebak Bulus
2004
2014
Rp 500.000 per m2 Rp 6.000.000 per m2
Sama halnya dengan harga BBM yang terus melonjak, demikian pula tarif properti. Bayangkan harganya melonjak tajam dan membuat masyarakat kelas menengah menjerit. Laju kenaikan properti ini tidak sebanding dengan kenaikan harga rumah. Kami mengambil contoh harga tanah di Lebak Bulus yang per m2 naiknya melebihi 10 kali lipat. Pernah di tahun di tahun 1984 gaji karyawan yang baru masuk hanya sekitar Rp 300 ribu. Namun harga rumah ukuran 100 m2 saat itu hanya Rp 20 jutaan. Kini, 30 tahun kemudian, gaji karyawan yang baru masuk rata-rata Rp 3 juta atau naik 10 kali lipat. Namun harga rumah ukuran 100m2 saat ini rata-rata harganya sudah Rp 600 juta, atau naik 30 kali lipat.
Dari sini terlihat laju kenaikan gaji hanya sepertiga laju kenaikan harga rumah. Seandainya, tren seperti ini terus berlanjut, maka kelak harga rumah ukuran 100m2 akan dengan mudah menembus Rp 3 miliar. Jangankan kelas bawah, kelas menengah saja belum tentu dapat membeli properti di tahun ini. Mereka mengalokasikan dana untuk memiliki properti dengan menyewa apartemen atau kontrakan.
3. Tarif Listrik
Tarif Listrik
2004
2014
Rp 495 per kWh Rp 1.279 per kWh
Adanya peningkatan pada tarif listrik juga turut memengaruhi kehidupan kelas menengah 10 tahun lalu hingga saat ini. Konsumsi rumah tangga juga senantiasa melonjak. Harga yang konon diangkat bermanfaat untuk mengurangi subsidi pemerintah dan untuk meningkatkan belanja pembangunan. Hanya ini juga memengaruhi belanja dan anggaran rumah tangga keluarga kelas menengah. Kenaikan selama 10 tahun ini sangat signifikan karena menyebabkan biaya listrik jadi membengkak. Bagi kelas menengah, ada yang menyiasatinya dengan menggunakan pulsa listrik agar bisa tetap berhemat.
4.Harga Tabung Gas
Tabung Gas 12 kg
2004
2014
Rp 38.000/tabung
Rp 120.000/tabung
Bagi masyarakat kelas menengah, kebutuhan tabung gas menjadi kebutuhan pokok. Tabung gas sangat berguna untuk mengolah bahan baku makanan menjadi santapan makan siang dan makan malam. Jika dalam sebulan setiap keluarga kelas menengah memerlukan 1 tabung, maka ia harus mengocek Rp 120.000 demi memenuhi kebutuhan pangannya. Sedangkan 10 tahun lalu, hanya dengan Rp 38.000, setiap keluarga sudah bisa memenuhi kebutuhan pangan mereka. Naik 3 kali lipat. Kondisi ini bisa terus menggerus keuangan kelas menengah jika harga tabung gas selalu naik.
Kondisi kenaikan harga-harga di atas membuat perekonomian kelas menengah semakin terdesak. Mengingat kenaikan harga pokok sehari-hari dan kenaikan bensin, istilah kelas menengah tak berarti lagi. Kelas menengah yang 10 tahun lalu bisa mengendarai mobil sedan sekelas BMW, di tahun ini kondisinya bisa berubah dengan hanya mengendarai mobil sekelas LCGC (low Cost Green Car).
Kelas menengah pun membiayai hidupnya dari gaji sebulan. Dan itu untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti uang transport, biaya makan, sampai membayar uang sekolah anak. Dengan situasi perekonomian ini, maka kehidupan kelas menengah 10 tahun lalu hingga saat ini berbeda. Meski demikian populasi kelas menengah di Indonesia kerap bertambah karena perilaku konsumtif mereka tetap jalan. Meski produk yang dibeli disubstitusi dengan produk berharga ekonomis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H