Teori Solow tidak memperhitungkan pentingnya peran faktor institusional dalam pertumbuhan ekonomi. Institusi yang baik, seperti sistem pemerintahan yang stabil, penegakan hukum yang efektif, dan perlindungan hak milik yang kuat, dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi investasi dan inovasi, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, institusi yang buruk dapat menghambat pertumbuhan dengan menciptakan ketidakstabilan, ketidakpastian dan inefisiensi. Teori Solow memperkirakan bahwa negara-negara dengan tingkat tabungan yang lebih tinggi akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa hubungan antara tabungan dan pertumbuhan tidak selalu sesederhana itu. Banyak negara dengan tingkat tabungan yang tinggi mengalami pertumbuhan yang lambat, sementara beberapa negara dengan tingkat tabungan yang rendah mengalami pertumbuhan yang pesat. Teori Solow tidak dapat menjelaskan perbedaan pertumbuhan antar negara.Â
Teori Solow berasumsi bahwa pasar tenaga kerja adalah pasar yang sempurna dan upah ditentukan oleh produk marjinal tenaga kerja. Namun pada kenyataannya, pasar tenaga kerja seringkali tidak sempurna, dan upah dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti monopoli, serikat pekerja, dan undang-undang ketenagakerjaan. Asumsi pasar tenaga kerja yang sempurna membuat teori Solow gagal  menjelaskan dinamika pasar tenaga kerja dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Teori Solow juga berasumsi bahwa negara-negara bertindak secara terisolasi dan tidak mempertimbangkan peran perdagangan internasional dalam pertumbuhan ekonomi. Perdagangan internasional dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan akses terhadap pasar baru, teknologi baru, dan sumber daya baru. Teori Solow gagal  menjelaskan pentingnya peran  perdagangan internasional dalam pertumbuhan ekonomi. Kelemahan teori Solow  menjadi dasar berkembangnya teori pertumbuhan endogen yang lebih realistis dan dapat menjelaskan berbagai fenomena pertumbuhan ekonomi yang terjadi di dunia nyata.
Teori yang mendukung
Teori Solow, yang dikenal sebagai Model Pertumbuhan Solow atau Model Solow-Swan, adalah kerangka kerja ekonomi yang menggambarkan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Teori ini dikembangkan oleh ekonom Robert Solow pada tahun 1956 dan kemudian diperluas oleh ekonom lain, seperti Trevor Swan. Salah satu aspek kunci dalam pemikiran Solow adalah fokusnya pada akumulasi modal sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi.
Menurut teori Solow, pertumbuhan ekonomi jangka panjang ditentukan oleh tiga faktor utama: modal, tenaga kerja, dan teknologi. Pemikiran ini memandang bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi pada akhirnya akan mencapai tingkat steady-state, di mana pertumbuhan modal dan tenaga kerja sama-sama berkontribusi tanpa menyebabkan peningkatan atau penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi per kapita.
Konsep dampak teori Solow ini terletak pada pentingnya investasi dalam akumulasi modal. Menurut Solow, ketika ekonomi berada di bawah tingkat steady-state, peningkatan investasi dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Namun, ketika ekonomi mencapai steady-state, tambahan investasi akan menghasilkan hasil yang semakin berkurang.
Teori Solow juga menyoroti pentingnya inovasi teknologi dalam meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan jangka panjang. Perkembangan teknologi dianggap sebagai pendorong utama peningkatan efisiensi dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan investasi dalam riset dan pengembangan serta penerapan teknologi baru dapat memainkan peran kunci dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi suatu negara.
Implikasi Kebijakan Robert Solow (Pertumbuhan ekonomi)
Menurut teori Solow-Swan, pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh tiga faktor utama diantaranya yaitu akumulasi modal, jumlah tenaga kerja, dan kemajuan teknologi. Kita dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dengan menambah konsumsi, investasi dan tabungan untuk meningkatkan akumulasi modal yang nantinya akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi negara kita.
Model Solow menekankan pentingnya investasi pada modal manusia dan fisik dalam meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia dapat menerapkan kebijakan yang mendukung investasi di bidang pendidikan, pelatihan tenaga kerja, dan infrastruktur untuk meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Selain itu, pemerintah dapat menerapkan kebijakan yang mendukung inovasi dan pengembangan teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas sektor ekonomi. Namun kebijakan yang diterapkan harus disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik nasional Indonesia sebagai negara berkembang, yang tantangan dan kebutuhannya berbeda dengan negara maju. Seperti hal nya dalam bidang pendidikan pemerintah Indonesia telah menerapkan minimal wajib belajar 12 tahun hal ini merupakan kebijakan yang baik untuk investasi sumber daya manusia yang memiliki nilai mutu tinggi.
Jumlah tenaga kerja juga dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Tenaga kerja diyakini memiliki peranan yang sangat penting sebagai salah satu penggerak faktor produksi dan pelaksana pembangunan suatu negara, karena bagaimanapun tanpa tenaga kerja maka sumber daya alam dan modal yang besar tidak dapat dikelola dan tidak bisa menghasilkan produk apapun. Menurut Data dari Badan Pusat Statistik Indonesia pada tahun 2022, pengangguran dengan tingkat pendidikan tidak/belum pernah sekolah/belum tamat & tamat SD sebanyak 3,59 persen. Pengangguran dengan tingkat pendidikan SMP sebanyak 5,95 persen. Pengangguran dengan tingkat pendidikan SMA Umum sebanyak 8,57 persen dan SMA Kejuruan sebanyak 9,42 persen. Kemudian pengangguran dengan tingkat pendidikan Diploma I/II/II sebanyak 4,59 persen, dan pada tingkat pendidikan Universitas sebanyak 4,80 persen. Dalam beberapa tahun terakhir, persentase tingkat pengangguran berdasarkan tingkat pendidikan terus mengalami penurunan dan diharapkan pemerintah dapat mendukung dan memfasilitasi tingkat pendidikan yang tinggi untuk masyarakat Indonesia agar terserap di lapangan pekerjaan dan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih baik. Selain itu, peran teknologi dalam pertumbuhan ekonomi menurut Solow tidak kalah penting dalam meningkatkan perekonomian di berbagai negara. Solow menyatakan bahwa pengembangan teknologi ini tidak hanya berpacu terhadap bidang komputer, robot ataupun mesin saja, melainkan adanya teknologi ini dapat menggunakan modal dan tenaga kerja yang lebih efisien dengan adanya teknologi baru tersebut. Pada era digital ini, Produksi yang dihasilkan oleh kemajuan teknologi dapat dikembangkan kembali demi mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.