Mohon tunggu...
Humaniora

Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam Penggunaan Kartu Kredit

1 Juli 2015   16:55 Diperbarui: 1 Juli 2015   17:05 5236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.[1] Berdasarkan pengertian ini, bank berfungsi sebagai financial intermediary dengan usaha utama menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya dalam jalur lalu lintas pembayaran. Kedua fungsi ini tidak dapat dipisahkan. Peranan perbankan adalah sebagai Intermediary Financial Institution. Kata “bank” disebutkan pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998, selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan.

Bank berfungsi pula sebagai “financial intermediary”[2] (lembaga keuangan seperti asuransi yang bertindak sebagai penengah antara penabung dan peminjam) dengan usaha utama menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat serta memberikan jasa lain dalam lalu lintas pembayaran. Sebagai badan usaha, bank selalu berusaha mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari usaha yang dijalankannya. Sedangkan sebagai lembaga keuangan, bank memiliki kewajiban pokok untuk menjaga kestabilan nilai uang, mendorong kegiatan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja.[3] Sebagai bentuk perwujudan dari pelayanan bank kepada masyarakat adalah dengan diterbitkannya kartu kredit yang mampu memberikan fasilitas kemudahan bagi nasabah dalam melakukan transaksi.

Bisnis kartu kredit di era modern sekarang ini sangat diminati oleh masyarakat sehingga tidak heran apabila bank berlomba-lomba mengeluarkan kartu kredit dengan fasilitas yang sangat menarik sehingga menimbulkan persaingan antar bank di Indonesia. Kata kredit dalam dunia bisnis memiliki arti kesanggupan akan meminjam uang atau kesanggupan akan mengadakan transaksi dagang atau memperoleh penyerahan barang atau jasa dengan perjanjian akan membayarkanya kelak.[4] Sedangkan menurut Undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Pasal 1 ayat 11 menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dnegan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.[5]

Seiring berkembangnya jaman yang semakin modern ini, perkembangan penggunaan kartu kredit pun semakin banyak dan hal ini menimbulkan semakin banyaknya pula penyalahgunaan kartu kredit di masyarakat. Selain itu, yang terjadi adalah para pihak yang terlibat dalam penggunaan kartu kredit tidak selamanya melaksanakan kewajiban dan mendapatkan hak yang diperjanjikan, baik karena kesengajaan, kekhilafan maupun karena alasan-alasan yang lain. Sehingga di sinilah peranan hukum dibutuhkan untuk menata penggunaan kartu kredit yang di era modern saat ini sudah tidak dapat dipisahkan dalam kebutuhan dunia bisnis

Pengertian kartu kredit adalah suatu kartu yang dapat dipakai untuk membayar secara kredit dengan membukan suatu credit account (rekening koran), open credit (rekening terbuka), charge credit (rekening ongkos) yang diangsur secara bulanan.[6] Sedangkan menurut Soedjono Dirjosisworo berpendapat bahwa kartu kredit adalah uang plastik yang diterbitkan oleh suatu institusi yang memungkinkan pemegang kartu untuk memperoleh kredit atas transaksi yang dilakukannya dan pembayarannya dapat dilakukan secara angsuran dengan membayar sejumlah bunga (finance charge) atau sekaligus pada waktu yang telah ditentukan.[7] Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, ada beberapa pihak yang terlibat yaitu pihak pertama merupakan lembaga keuangan bank atau bukan bank yang bertindak sebagai penerbit kartu kredit (issuer), pihak kedua merupakan pengguna jasa bank yang berlaku sebagai pemegang kartu kredit (card holder) dan pihak ketiga yang menerima pembayaran dengan menggunakan kartu kredit (merchant).

Berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang harus dinilai oleh bank sebelum memberikan kredit adalah watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitur yang kemudian dikenal dengan 5 C’s. Pada sasarannya konsep 5’Cs ini akan dapat memberikan informasi mengenai itikad baik dan kemampuan membayar nasabah untuk melunasi kembali pinjaman beserta bunganya.[8] Dalam prakteknya, bank jarang sekali memberikan kredit untuk membiayai seluruh dana yang dibutuhkan nasabah. Nasabah wajib menyediakan modal sendiri, sedangkan kekurangannya dapat dibiayai dengan kredit bank. Jadi, fungsi bank hanya menyediakan tambahan modal dan biasanya lebih sedikit dari pokoknya.[9]

Dalam menggunakan kartu kredit, antara para pihak terlebih dahulu membuat suatu perjanjian. Kemudian atas dasar perjanjian tersebut akan memunculkan suatu hubungan hukum yaitu menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihaknya. Dalam hal ini yang dijadikan obyek kegiatan para pihak adalah kartu kredit. Hubungan hukum yang dimaksud di atas adalah :

  1. Hubungan hukum antara penerbit kartu kredit dengan pemegang kartu kredit, dimana penerbit kartu kredit berhak atas komisi dari penggunaan kartu kredit oleh pemegang kartu kredit serta berkewajiban menjamin kelancaran pembayaran dengan menggunakan kartu kredit
  2. Hubungan hukum antara penerbit kartu kredit dengan tempat penerimaan pembayaran kartu kredit, dimana penerbit kartu kredit dan tempat penerimaan kartu kredit sama-sama berhak atas komisi atas penggunaan kartu kredit
  3. Hubungan hukum antara pemegang kartu kredit dengan tempat penerimaan pembayaran kartu kredit.

Dengan adanya hak dan kewajiban dari masing-masing pihak maka dibutuhkan suatu perlindungan hukum atas pengakuan dan jaminan hukum dalam rangka melindungi pemegang kartu kredit dengan ketentuan yaitu :

  1. Pengaturan hak dan kewajiban antara pihak pemegang, penerbit dan penjual yang seimbang
  2. Penegasan hak dari masing-masing pihak untuk dapat menggugat pihak lainnya
  3. Kesempatan yang sama di antara pemegang atau calon pemegang kartu kredit untuk mendapatkan kartu kredit atau mendapatkan perlakuan yang sama, dalam arti bahwa penerbit tidak dapat melakukan perbedaan perlakuan kepada pemegang atau calon pemegang dengan alasan atau kriteria yang tidak reasonable
  4. Kewajiban dari penerbit untuk melakukan disclousure terhadap pemegang tentang :
  5. Besarnya bunga kredit dan cara menghitungnya
  6. Seluruh fee yang dipungut, seperti annual fee, card issuance fee, transaction fee
  7. Denda keterlambatan atau biaya untuk cash payment
  8. Grace periode antara penagihan dan keharusan pembayaran
  9. Melarang penerbit mencegah penjual dalam hal melakukan discount jika dilakukan pembayaran harga barang secara cash
  10. Mensyaratkan penjual untuk mengembalikan harga pembelian yang dibeli dengan kartu kredit jika ada pengembalian barang karena salahnya penjual
  11. Melarang penjual untuk memungut kelebihan biaya jika dibeli dengan kartu kredit
  12. Dalam hal ada protes dari pihak pemegang terhadap tagihan, mewajibkan penerbit untuk melakukan investigasi secepatnya dan melakukan koreksi secepatnya jika ada kesalahan atau merespon secepatnya jika tidak ada kesalahan dalam perhitungan pembayaran.

Selain hal-hal tersebut di atas, bank harus pula mengetahui mengenai tujuan penggunaan kredit dan rencana pengembangan kreditnya serta urgensi dari kredit yang diminta oleh nasabah.[10]

Dalam prakteknya, penggunaan kartu kredit tidak jarang menimbulkan permasalahan-permasalahan yang melibatkan pihak bank maupun pihak pemegang kartu kredit itu sendiri. Kendala yang sering timbul dalam penggunaan kartu kredit yang terjadi dan penyelesaiannya yaitu :

  1. Kendala dalam penggunaan kartu kredit

      Sebagai alat transaksi penggunaan kartu kredit tidak lepas dari kekeliruan yang bersifat teknis maupun kesalahan yang bersifat yuridis yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak yang terkait dengan transaksi menggunakan kartu kredit. Terkait kesalahan teknis, para pihak dapat melakukan klarifikasi. Biasanya pihak bank tidak bertanggungjawab terhadap kerugian yang disebabkan oleh pemegang kartu maupun pihak lain yang tidak berwenang dalam penggunaan kartu kredit tersebut. Akan tetapi pihak bank bertanggungjawab jika kerugian yang didertia disebabkan kesalahan atau kelalaian dari pihak Bank, misal kesalahan dalam lembar penagihan yang diterima oleh pemegang kartu kredit

  1. Upaya hukum yang dilakukan dalam rangka mengatasi kendala yang terjadi dalam penggunaan kartu kredit

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun