Mohon tunggu...
Rullysyah
Rullysyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Belajar dan Berbagi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bila PDIP Ngotot Tolak Perppu, Siapkah Mereka dengan Konsekuensinya?

30 September 2019   10:24 Diperbarui: 30 September 2019   11:18 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Politik itu Bukan Matematika sehingga tidak pernah ada hal yang pasti dalam politik.  Dan di dalam dunia politik tidak pernah ada yang namanya teman sejati".

Dalam 3 hari terakhir setidaknya ada 3 Elit PDIP yang sudah bersuara mempertanyakan rencana Jokowi untuk menerbitan Perppu UU KPK. 

Dimulai dari Bambang Wurianto (Bambang Pacul) Ketua DPP Bappilu yang terkesan "marah" dengan keputusan Jokowi tersebut karena dianggap tidak menghormati DPR, lalu  Sekjen PDIP Hasto Kristianto yang mengatakan keputusan mengeluarkan Perppu UU KPK itu sikap yang tidak tepat, dan Anggota Komisi III PDIP Aria Bima yang mengatakan seharusnya Presiden berkonsultasi dulu pada DPR sebelum mengeluarkan Perppu.

Tanggal 24 September, 2 hari sebelum Jokowi melakukan konfrensi pers yang menyebut akan mempertimbangkan Perppu UU KPK, di sisi lain demo-demo mahasiswa sudah bergerak serentak, Elit PDIP lainnya yaitu Eva Sundari dan Menkumham Yasona Laoly beberapa kali mengatakan Jokowi tidak akan mengeluarkan Perppu. Alasan mereka belum ada keadaan genting memaksa dan seharusnya penolakan UU KPK dilakukan lewat uji materi UU di MK.

Pun beberapa waktu sebelumnya seperti pada acara ILC TV One terakhir, dimana begitu keras suara public yang menentang Revisi UU KPK dan Revisi KUHP, Junimart Ginsang anggota Komisi III DPR PDIP, Arteria Dahlan anggota Komisi III dari PDIP dan Asrul Sani anggota Komisi III DPR dari PPP terkesan keukeuh menjelaskan pentingnya KUHP dan UU KPK di revisi.

Dari semua itu diatas terlihat nyata hanya suara PDIP yang paling keras yang menolak bila Presiden mengeluarkan Perppu UU KPK. Dalam pantauan saya sampai dengan hari ini tidak ada / belum ada elit-elit partai lain (terutama partai koalisi) yang bersuara dengan konteks mempertanyakan sikap Presiden yang akan menerbitkan Perppu.

Pagi ini ada berita dari Golkar dimana Ketua Umum Golkar Airlangga menyatakan Golkar selalu siap mendukung semua kebijakan Presiden mengatasi persoalan negara. 

Pesan yang tersirat dalam pernyaan Airlangga kurang lebih Golkar akan menyetujui keputusan Presiden soal apapun termasuk Perppu.

Dari Nasdem, semalam dalam pernyataan resminya Ketua Umum Nasdem Surya Paloh menyatakan mendukung aspirasi yang disampaikan para mahasiswa dan prihatin atas jatuhnya korban 2 mahasiswa kendari.  Paloh menyatakan siap berdialog dengan mahasiswa dan menyarankan mahasiswa tidak turun ke jalan. 

Disisi lain Surya Paloh mengakui Nasdem ikut andil dalam keputusan DPR mengesahkan UU KPK yang kontroversial tersebut. Nasdem siap mengakui kesalahan bila pengesahan UU KPK itu memang dianggap salah.

Jadi dari 2 partai utama pendukung Jokowi yaitu Golkar dan Nasdem sepertinya tidak terlihat sikap yang menolak bila Jokowi mengeluarkan Perppu. Sementara untuk PKB tidak ada satupun berita yang saya pantau dimana ada elit PKB yang bersuara soal Perppu KPK maupun UU KPK.

Dari PPP hanya 1 orang saja yang pernah bersuara soal penolakan UU KPK yaitu Asrul Sani. Tapi sesudah wacana Perppu akan dikeluarkan Jokowi,  PPP belum mengeluarkan pernyataan apapun setahu saya.

2 partai koalisi lainnya yaitu Hanura dan PSI, saya anggap tidak perlu diperhitungkan karena mereka tidak berhasil menembus parlemen threshold di Pemilu 2019.  

Tapi di sisi lain ada yang menarik dari PSI dimana setelah DPC PDIP Solo menolak pencalonan Gibran (putra Jokowii) sebaga CalWalkot Solo lewat jalur PDIP, PSI kemudian bermanuver mendukung Gibran lewat jalur independen. Disebut-sebut PSI sudah menyiapkan 40 ribu KTP untuk Gibran.

Jadi dari sikap-sikap Golkar, PSI dan partai-partai koalisi lainnya seperti yang dipaparkan diatas, sepertinya tidak ada partai koalisi yang "setia" dengan PDIP dan ikut mempertanyakan keputusan Jokowi untuk mempertimbangkan menerbitkan Perppu UU KPK. Bahkan PSI sepertinya sudah mencoba menelikung PDIP dalam menyikapi  pencalonan Walikota Solo.

PDIP AKAN RUGI KALAU NGOTOT MENOLAK PERPPU UU KPK

Kita semua tidak tahu pasti jadi tidaknya Jokowi menerbitkan Perppu UU KPK. Kalau jadi , kapan waktunya dan apa isi Perppu tersebut, apakah menarik semua UU KPK yang baru atau menariknya sebagian?

Tapi prediksi saya Jokowi akan mengeluarkan Perppu UU KPK sekitar tanggal 2-3 Oktober 2019 dimana nantinya merupakan tugas DPR yang baru yang menyikapinya, apakah menyetujuinya ataukah menolaknya.

Isi Perppu tersebut kemungkinan besar membatalkan hampir keseluruhan dari UU KPK yang baru atau membatalkan semuanya. Sulit bagi Jokowi untuk tidak melakukannya setelah gelombang demo-demo mahasiswa tak ada hentinya bahkan sudah ada korban jiwa yang jatuh. 

Berandai-andai bila PDIP menolak keras Perppu dan mengancam akan mempersulit kebijakan Jokowi nantinya maka hal ini dipastikan akan berpengaruh pada kebijakan Jokowi didalam menyusun Kabinet barunya. Bisa jadi hanya sedikit menteri dari PDIP yang akan difasilitasi Jokowi.

Bila hanya sedikit menteri dari PDIP dalam struktur cabinet baru, tentu akan membuka peluang besar dari partai koalisi untuk mendapatkan tambahan jatah menteri. Ini logikanya meskipun belum tentu akan seperti itu kondisinya.

Saya menyebutkan hal diatas terkait potensi kerugian yang akan "diderita" PDIP khususnya dalam acara "Bagi-bagi Kue Kekuasaan".

Tapi di sisi lain ada hal yang jauh lebih penting yaitu bagaimana dengan pandangan masyarakat luas terhadap PDIP di masa mendatang. 

Bila pada saat Jokowi jadi menerbitkan Perppu UU KPK dan  ternyata hanya PDIP dan 1-2 partai yang menolak Perppu KPK sementara mayoritas partai yang ada menyetujuinya, bagaimana kesan masyarakat luas terhadap PDIP untuk kedepannya?

Inilah yang seharusnya dipikirkan baik-baik oleh PDIP.

Sekian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun