Mohon tunggu...
Rullysyah
Rullysyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Belajar dan Berbagi

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Pak Jokowi, Inilah Penyebab Harga Tiket Pesawat Menggila

20 Mei 2019   06:06 Diperbarui: 20 Mei 2019   06:27 3638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah berbulan-bulan menunggu Hasil Investigasi KPPU soal dugan adanya Kartel di bisnis Penerbangan tapi tak kunjung ada juga hasilnya.  Pemerintah yang ada terkesan memang tidak perduli.  Jokowi saja sudah 3 bulan Tiket Pesawat menggila hargarnya, ternyata baru tahu dan terkaget-kaget.

Daripada menunggu investigasi KPPU, lebih baik saya ceritakan pengalaman pribadi saya sebagai orang yang memang bersentuhan langsung dengan bisnis tiket pesawat.  Mudah-mudahan artikel ini dibaca Jokowi sehingga beliau bisa paham kondisinya.  Kurang lebih  pengalaman saya  seperti  berikut.  

Pada pertengahan tahun 2010 saya memulai bisnis  Agen Kecil Ticketing Pesawat.  Saat itu masih ada maskapai Batavia Air, Merpati dan lain-lainnya. Dengan demikian saya cukup paham dengan proses ticketing dan fluktuasi harga tiket pesawat maupun proses handling penumpang di bandara.

Tahun 2010-2013 Bisnis ticketing termasuk menjanjikan. Saya beberapa kali mengirim penumpang ke Bali dan destinasi lainnya untuk  rombongan Tour dengan menjual Paket Tour (Tiket Pesawat, Hotel dan Tour di objek Wisata). Cukup menyenangkan sehingga akhirnya saya serahkan bisnis itu ke istri sementara saya focus ke usaha yang lain.

Sejak tahun 2016 Bisnis Tiketing Pesawat mulai terguncang. Tahun 2017 banyak rekan-rekan yang sudah tutup usahanya. Itu terjadi gara-gara Traveloka.  Bagi kami para agen kecil bisnis ticketing sangat dirugikan oleh Traveloka.  

Mereka membanting harga tiket.  Komisi Agen 2,5% s/d 3,5% mereka jadikan Diskon untuk para penumpang.  Hal inilah yang membuat 85% agen kecil ticketing langsung bangkrut.

Ini Bisnis Curang sebenarnya. Traveloka itu tidak buka Kantor, tidak punya cost operasional kantor,  tidak sewa Ruko-ruko, tidak bayar pegawai dan lain-lainnya  tapi hanya menjual lewat iklan besar-besaran saja. 

Cost Operasional mereka hanya untuk Iklan-iklan mahal di televise  dan sistim computer layaknya menggunakan robot dan karena memang tidak menggunakan pegawai.

Sebenarnya tidak masalah untuk persaingan bisnis. Sayangnya mereka membanting harga tiket sesuka hatinya. Ini benar-benar menghancurkan Harga Pasar.  Selain itu juga mereka menghancurkan nasib para pegawai yang bekerja di agen-agen travel.

Sayang seribu sayang, Pemerintah sebagai Regulator tidak ambil perduli.  YLKI sudah pernah mempermasalahkan ini tapi memang tidak diperdulikan Pemerintah. Dan lihatlah sekarang, Harga Tiket Traveloka maupun tiket-tiket Online seperti Traveloka harganya adalah harga normal Maskapai. 

Setelah agen-agen kecil bangkrut barulah mereka menjual dengan harga maskapai (Bisnis Curang Kaum Kapitalis, menghancurkan harga terlebih dahulu untuk mematikan para pesaing).

Sebenarnya sejak tahun 2016  dengan kondisi yang tidak bagus, apalagi Batavia dan Merpasti sudah bangkrut,  Istri saya sudah mengeluh dan ingin berhenti  tapi saya suruh bertahan dulu sehingga meski sering merugi kami tetap bertahan semangat sampai akhir tahun 2018.

Dan terjadilah fenomena aneh sejak akhir tahun 2018.  Harga Tiket Pesawat melonjak diatas 40%. Tidak ada lagi HARGA PROMO, tidak ada lagi FREE BAGASI.  Hal seperti ini sangat aneh dan membingungkan.  Pada saat itu Pengamat Ekonomi Faisal Basri menyebut ada Kartel yang menguasai dunia penerbangan domestic.  Waktu itu saya belum memahami maksudnya tapi saat ini sepertinya saya sudah bisa membaca kondisi yang ada.

KESIMPULANNYA : Sepertinya memang telah terjadi Bisnis Penerbangan dikendalikan oleh Pihak-pihak yang sangat kuat  yang mampu mempengaruhi semua maskapai penerbangan sekaligus mampu mendikte kebijakan Kementerian Perhubungan.

Mereka yang sudah cukup lama berkecimpung di bisnis Tiketing saat ini sudah paham bahwa saat ini hanya ada 2 Grup Penerbangan Domestik.  Grup Lion Air dan Grup Garuda.  Lion Air punya armada Lion, armada Batik dan armada Wing, sementara Garuda punya armada Garuda, armada Citilink dan armada Sriwijaya Air. Sudah setahun terakhir ini Sriwijaya Air diakuisisi oleh Garuda setelah sebelumnya  Sriwajaya Air terlihat sudah sulit bertahan.

Jadi memang saat ini dunia penerbangan kita hanya dilayani oleh Grup Lion Air dan Grup Garuda. Maskapai dari luar yang tersisa hanya Air Asia. Itu pun oleh Kementerian Perhubungan hanya diberi izin beberapa rute saja.  Saya tidak tahu apa alasan MenHub tidak memberi izin Air Asia untuk rute-rute gemuk yang ada.

6 Bulan terakhir ini kami yang bergerak di bisnis Tiketing menunggu dengan sabar kebijakan Pemerintah untuk menurunkan harga Tiket Pesawat tapi ternyata hal itu sia-sia saja.  Terakhir  pada tanggal 16 Mei  2019 Menteri Perhubungan mengeluarkan Keputusan Tarif Atas dan Tarif Batas Tiket Pesawat untuk Kelas Ekonomi yang disebut akan diberlakukan mulai tanggal 18 Mei 2019. Dari media berita resmi disebut Menteri Perhubungan akan mengancam  akan mencabut izin Perusahan Penerbangan yang tidak mematuhinya.

Faktanya sampai saat ini ternyata  harga tiket pesawat masih tinggi. Benar bahwa 2 Grup Besar Maskapai Penerbangan yang ada memang mematuhi Tarif Atas-Tarif Bawah untuk kelas Ekonomi. 

Tapi sangat mudah merekayasa bahwa Seat kelas Ekonomi dikabarkan selalu Sold Out sehingga penumpang terpaksa membeli tiket kelas Bisnis dan Eksekutive.  Ini sama aja bohong. Percuma saja ada tariff atas dan tariff bawah yang hanya berlaku di kelas Ekonomi.

MEMBANDINGKAN  PROSES TICKETING 2010-2017 DENGAN TICKETING SAAT INI.

Selama belasan tahun yang lalu, semua orang paham bahwa  dalam bisnis Tiketing  selalu dikenal  yang namanya  Tiket Promo. Tiket Promo ini adalah Tiket yang ditawarkan kepada Calon Penumpang agar dibeli jauh-jauh hari sebelum hari keberangkatan.  Pada tahun 2010-2014 saya ingat sekali karena saya sendiri yang melakukan proses Booking dan Issued. 

Semua maskapai penerbangan (Lion Air, Sriwijaya, Batavia, Merpati, Air Asia, Merpati dan lain-lainnya) memberlakukan Tiket Promo untuk pembelian tiket jauh hari sebelum hari keberangkatan.  Apa sebabnya? Karena setiap maskapai Penerbangan memang BERSAING untuk mendapatkan penumpang.

Maskapai akan diuntungkan bila untuk 1 rute untuk tanggal tertentu sudah diketahui berapa banyak jumlah penumpangnya dan berapa banyak peminatnya.  Maskapai menjadi mudah untuk menentukan Cost Operational per Pesawat dalam setiap rute.

Dengan kondisi tersebut maka para pelanggan kami selalu memesan jauh lebih awal untuk Tiket Peak Season seperti  Momen Lebaran, Momen Natal dan Tahun Baru, Momen Imlek dan Musim Liburan anak sekolah.  Pelanggan kami untung, kami untung dan Maskapai juga untung.

TAPI KONDISI ITU SUDAH TIDAK TERJADI LAGI DALAM 6 BULAN TERAKHIR.

Dalam 6 bulan terakhir, setiap agen travel yang  login ke sistim ticketing dari Lion dan Batik maupun  Sriwijaya dan Garuda (memang hanya ada 2 Grup Maskapai),  tidak pernah ada lagi Tiket Promo.  

Yang ada hanya tiket Ekonomi dimana yang paling murah  hanya di kelas Bravo dan Hotel, sisanya kelas Whiskey keatas hingga Eksekutive.  Sudah tidak ada lagi tiket kelas Uniform,Romeo  dan Xray yang biasanya dikenal sebagai Tiket Promo. 

Lucunya harga tiket yang dipasang di setiap maskapai untuk 3 bulan ke depan maupun 6 bulan kedepan, setiap tanggal ternyata harganya  SAMA  yaitu  ada di level Tiket Ekonomi  kelas Whiskey.  

Contoh kecil utk Rute CGK-DJJ (Jakarta-Jayapura), Dulu ada kelas Promo dengan harga di bawah Rp.2 Juta. Minimal Tiket  Ekonomi kelas Mike, November di kisaran Rp. 2,4 juta.  Tapi sekarang yang ada paling murah kelas Hotel di harga 3,6 Jt. Itu tersedia dalam H-3 atau H-4.  Bila dibeli sebelum itu harganya kelas Whiskey yaitu Rp. 4,1 jt.

Sangat tidak masuk akal  melihat  sistim ticketing yang ada saat ini di semua maskapai domesit.  Bagaimana mungkin selama 6 bulan ke depan untuk setiap harinya  tiket Ekonomi di kelas  dibawah Bravo dan Hotel sudah terjual sehingga yang tersisa kelas Whiskey.

Dugaan kuat saya,  tiket-tiket kelas  Itu  bukan sudah terjual tetapi memang diniatkan tidak dijual kecuali  dengan harga kelas Whiskey. Nanti kalau 3 hari sebelum hari penerbangan belum laku banyak, barulah diturunkan ke kelas Bravo dan Hotel.  Tapi  tidak lebih dibawah kelas tersebut sehingga memang harga tiket selalu mahal mendekati harga Batas Atas kelas Ekonomi.

Dan lebih lucu lagi  untuk rute tersebut diatas,  saat ini setiap tiket yang harganya paling rendah di kisaran 3,6 juta itu harganya antara tiket maskapai Lion Air dan tiket maskapai Citilink ternyata SAMA.

Selama Belasan tahun menjual Tiket Lion dan Tiket Citilink di semua rute yang ada, belum pernah terjadi sekalipun harga tiket antara kedua maskapai itu sama persis. Barulah pada 6 bulan terakhir ini harganya sama dan identic. Ini aneh luar biasa.

Dan akhirnya kesimpulan yang bisa saya ambil adalah :

Karena hanya ada 2 Grup Besar Maskapai Penerbangan  yaitu Lion Air dan Garuda, maka sepertinya kedua Grup Penerbangan ini  memang sudah sepakat untuk menentukan tariff mereka di hampir seluruh rute kecuali rute yang masih dilayani Air Asia.

Tidak ada lagi PERSAINGAN  BISNIS antara Grup Lion Air dan Garuda. Pemilik Lion Air Rusdi Kirana adalah "Orang Pemerintah" sementara Garuda juga milik BUMN (terbaca "Orang Pemerintah"). Dengan demikian mereka kompak sekali untuk menentukan harga tiket pesawat.

Kalau memang dugaan itu benar, sepertinya memang rakyat saat ini sangat sulit berharap dari niat baik pemerintah menyelesaikan masalah ini. Masyarakat cukup menerima saja  kondisi seperti ini dan tidak perlu mengkritik, karena bila mengkritik bisa jadi kena UU ITE.

Sekian.

Sumber : Pengalaman Pribadi.

Sumber lain :

finance.detik.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun