Aneh dengan hasilnya karena ternyata jauh berbeda dari teori  yang sudah saya simpulkan selama  beberapa tahun terakhir.  "Bahwa dalam sebuah Kontestasi Pemilu Kasta Tertinggi seperti Pilpres yang hanya diikuti 2 kandidat, tidak mungkin tercipta selisih elektabilitas antar kandidat mencapai angka lebih dari 10%."
Argumen dasarnya adalah Pemilu Tertinggi seperti Pilpres akan membuat masyarakat yang ada cenderung mengkristal dalam 2 kubu yang berbeda. Akan terjadi Tarik menarik pengaruh sehingga akhirnya 2 kekuatan yang ada akan cenderung seimbang. Kekuatan yang cenderung seimbang inilah yang menciptakan Selisih Angka Elektabilitas menjadi tipis.
Dalam tulisan tedahulu sudah saya berikan contoh fakta dari teori tersebut  antara lain : Pilpres 2014, Pemilu Malaysia dan Pilpres Amerika yang terakhir dimana semua survey Elektabilitas yang dilakukan berbagai lembaga survey pada masing-masing kontestasi  menghasilkan selisih angka Elektabiltas antar kandidat dibawah 10%.
Tapi ternyata untuk Pilpres 2019 ini, berbagai lembaga Survey  malah merilis Angka-angka  Elektabilitas  yang memperlihatkan  bahwa Selisih Elektabilitas antara  Jokowi  dan Prabowo mencapai angka 20%  hingga lebih.
Jadi dengan kondisi yang begini  kesalahan sebenarnya ada dimana? Apakah teori saya yang salah?
Akhirnya saya menelaah lagi berbagai hasil-hasil survey Elektabilitas untuk Pilkada-pilkada yang lalu. Kemudian setelah sekian hari menelaah, akhirnya saya menemukan suatu fenomena yang unik  yaitu Ternyata  Survey Elektabilitas dilakukan pada Pilkada --pilkada yang salah satu kontestannya  seorang Incumbent, maka survey Elektabilitasnya malah jauh meleset.
Sayapun mempelototi data-data survey dari  Pilkada-pilkada yang salah satu kontestannya adalah Petahana (Incumbent).  Dan ternyata untuk Pilwako Surabaya tahun 2015, Pilgub DKI 2017 Putaran Pertama, dan Pilgub Jateng 2018 semua survey yang dilakukan  oleh lembaga-lembaga survey  hasilnya meleset jauh.
Survey untuk Pemilihan Walikota Surabaya antara Tri Rismaharini vs Rasiyo meleset sekitar 8%. Berikutnya Survey Elektabilitas dari 4 Lembaga Survey untuk Pilgub DKI 2017 putaran pertama meleset sekitar 12%. Dan terakhir Survey untuk Pilgub Jateng 2018 yang dilakukan oleh 5 lembaga survey rata-rata meleset hampir 20%.
Dengan fenomena semacam itu maka saya simpulkan: Survey yang dilakukan pada Pilkada dimana salah satu kontentasnya  seorang Incumbent pasti hasil surveynya akan meleset.  Saya  menyebut fenomena ini sebagai Teori "Surinc Passed". Singkatan dari : Survey Incumbent Pasti Melesed.
Mari kita simak sedikit tentang  hasil-hasil survey  pada 3 Pilkada yang salah satu kontestannya adalah Incumbent (Petahana).