Sesuai dengan hobi dan ketertarikan saya pada dunia politik, biasanya pada setiap Pemilu-pemilu besar yang akan dilaksanakan, saya ikut memantau dan suka iseng menganalisa sekaligus memprediksi hasil dari pemilu tersebut.Â
Pilpres 2009, Pilgub DKI 2012 dan Pilpres 2014 saya aktif sekali menganalisanya. Sementara untuk Pilgub DKI 2017 dan Pilkada 2018, saya tidak sempat ikutan menganalisa. Hanya sempat memantau saja begitu juga dengan Pemilu Malaysia dan AS.
Dengan latar belakang seperti itu, saya cenderung sering mengamat-amati hasil-hasil survei Elektabilitas dari berbagai lembaga survei selama 7 tahun terakhir. Bahkan saya sudah memiliki 1-2 Rumus pribadi sebagai filter untuk menganalisa Hasil-hasil Suvey mereka.
Pada rentang waktu tahun 2012 - 2014, saya puas sekali dengan hasil survei Elektabilitas yang ada. Bisa dikatakan Hasilnya Sungguh Jitu. Hanya selisiah 1-2 % dengan Hasil Pemilu yang ditarget survei.
Waktu itu saya mulai yakin kemampuan dan kredibilitas dari lembaga-lembaga survei yang kita miliki. Dan itu sangat membantu banyak orang yang ingin mengetahui sebelumnya tentang hasil sebuah Pemilu agar mereka menjadikannya sebagai data untuk merencanakan strategi bisnis ke depan maupun strategi lainnya yang terkait profesi mereka.
Dalam pantauan saya rasanya Hasil surveinya tidak bagus. Karena memang tidak terlibat menganalisa ya akhirnya saya abaikan saja.Â
Ternyata untuk Pilkada-pilkada tahun 2018 dalam pantauan sekilas Hasil Survei Lembaga survei yang ada sungguh mengecewakan saya. Tapi karena memang belum focus menganalisanya akhirnya terabaikan lagi.
Akhirnya sekitar sebulan lalu saya kembali melihat hasil survei elektablitas untuk Jokowi dan Prabowo. Terus terang saja saya meragukan angka-angkanya. Keraguan itu timbul karena hasil surveinya berbeda dengan salah satu rumus yang saya miliki.
Rumus saya kurang lebih: Bila hanya ada 2 kontestan dalam suatu Pemilu Besar dan salah satu kontestan diunggulkan maka seharusnya proporsi Elektabilitasnya di kisaran; Kontestan A maksimal 45%, Kontestan B Minimal 35% dan Undecided Voters di angka 20%.
Tapi yang sempat saya pantau 1-2 bulan lalu, hasil survei elektabilitas kurang lebih rata-ratanya: Jokowi 53%, Prabowo 27% dan Undecided Voters 20%. Angka-angka ini jauh dari Rumus saya. Begitu juga ketika mengkomparasinya dengan Hasil --hasil Polling yang ada ternyata Angka Elektabilitas berbanding terbalik dengan Hasil Polling
Polling-polling yang ada mayoritas memenangkan Prabowo sementara Hasil Survei Elektabilitasnya sangat jauh selisihnya yaitu sekitar 20%. Makanya seminggu yang lalu saya sempat membuat artikel untuk membahas hal tersebut.
Dan kali ini saya coba uraikan hasil pengamatan saya.
KINERJA LEMBAGA SURVEI DI PILPRES 2014
Seperti yang sudah saya katakan diatas, Kinerja Lembaga Survei yang ada waktu itu sangat bagus. Prediiksinya Jitu. Berikut saya ambil 3 lembaga survei untuk mewakilinya yaitu :
1.LSI merilis Elektabilitas Jokowi 45,0% - Prabowo 38,7% dan Undecided Voters 16,3%.
2.Indobarometer: Jokowi 46%-Prabowo 42,6% dan Undecided Voters 11,4%.
3.Poltracking : Jokowi 48,5% - Prabowo 41,1% dan Undecide Voters 10,4%.
Hasil Pilpres 2014 dari KPU adalah: Jokowi 53,15% - Prabowo 46,85%.
Bila ketiga survei lembaga diatas saya hitung angka proporsionalnya dengan membuang angka Undecided Voters maka saya menemukan tingkat melesetnya sebagai berikut :
1.LSI Meleset 0,6% dari Hasil KPU. Ini Angka yang bagus sekali. (Dibawah 1% melesetnya)
2.Poltracking meleset 1% dan Indobarometer meleset 1,2%. Bagus juga karena Ketepatan hasilnya mencapai 98% lebih dari Hasil Pemilu.
Waktu itu saya berharap Kinerja seperti ini maupun hasil survei seperti ini akan terjadi di Pilkada 2017, 2018 dan Pilpres 2019. Sayangnya harapan itu tidak terjadi.
Bila dibandingkan dengan Hasil Survei berbagai lembaga survei di Pilgub DKI tahun 2012 dan Pilpres 2014, Kinerja lembaga-lembaga survei di tahun 2017 khususnya pada Pilgub DKI 2017 menurut saya memang buruk.
Waktu itu angka-angkanya naik turun drastic sejak hari pertama penetapan Cagub-Cawagub oleh KPUD DKI. Sempat saling menyalip dan kenaikannya antara bulan pertama dengan bulan kedua sungguh signifikan. Seperti ada anomaly.
Waktu itu memang ada Kasus Al-Maidah yang mungkin berdampak pada turunnya elektabilitas Ahok. Ahok turun, AHY melonjak naik. Tapi setelah itu tiba-tiba ada peristiwa Polda Metro Jaya berkali-kali memeriksa Cawapres Sylvana Murni dengan 2 kasus Korupsi.Â
Akhirnya Elektabilitas AHY melorot tajam dan berakhir dengan kekalahannya di Putaran Pertama. Anehnya kasus Hukum yang mengganggu Cawapres Sylvana Murni setelah Pilgub DKI selesai ternyata malah tidak ada kabarnya sama sekali. Seperti selesai dengan sendirinya. Tak tahulah awak urusan seperti itu.
Untuk survei putaran pertama saya ambil sampel empat survei lembaga yang terakhir saja. Bisa dilihat dari table yang ada. Ternyata 4 lembaga Survei yaitu: Median, LSI Denny, Populi Center dan SMRC. Keempat-empatnya hasilnya jauh meleset. Median meleset sekitar 8%, LSI Denny sekitar 10%, Populi sekitar 12% dan SMRC sekitar 16%.
Saya kecewa karena banyak yang melesetnya diatas 10%. Untunglah untuk Putaran Kedua soal meleset bisa ditekan. Tapi memang hanya 2 lembaga survei yang merilis surveinya.
1.Median Hasil Suveynya meleset 4% dan 2. LSI Denny JA meleset 3%. Ini angka yang bagus karena masih dibawah toleransi 5%. (Perhatikan table yang ada supaya lebih jelas maksudnya).
KINERJA LEMBAGA SURVEI DI PILGUB JATIM 2018
Secara umum Hasil Survei Elektabilitas beberapa Lembaga Survei untuk Pilgub Jatim 2018 cukup mengecewakan. Data yang saya ambil berasal dari Wikpedia. Mudah-mudahan data itu benar sehingga perhitungan saya juga benar.
Dari kinerja 3 lembaga survei yang saya catat, silahkan lihat Tabel diatas supaya lebih jelas detailnya. Oh ya. Semua hasil survei saya proporsikan angkanya dengan mengabaikan angka Decided Voters sehingga bisa terlihat selisihnya dengan Hasil Pilgub Jatim 2018 versi KPU.Â
Yang menarik data survei 3 lembaga survei, 2 lembaga survei yaitu Indobarometer dan Charta Politica memenangkan pasangan Gus Ipul -- Puti Guntur, sementara satu lembaga survei yaitu Poltracking memenangkan pasangan Koffifah -- Emil. Dan hasil melesetnya adalah :
1.Indobarometer meleset 6,91%.
2.Charta Politica meleset 7,59%.
3.Poltracking meleset 0,67%.
Dari data itu terlihat Poltracking lebih unggul hasil surveinya. Hal ini biasanya terjadi karena beda periode rentang survei, beda metoda dan factor sample responden. Jadi belum bisa dikatakan Poltracking lebih baik dari yang lainnya.
KINERJA LEMBAGA SURVEI DI PILGUB JATENG 2018
Nah untuk Pilgub Jateng 2018 ini kalau berdasarkan data di Wikipedia saya katakan hasil surveinya buruk sekali. Hanya ada 2 lembaga survei yang tercatat datanya yaitu Litbang Kompas dan LSI. Litbang Kompas mengadakan survei bulan Maret 2018 dan Mei 2018 sementara LSI di bulan April 2018.
Entah kenapa hasil surveinya kalau dibanding Hasil KPU sebagai berikut :
1.Litbang Kompas survei I meleset 28,22%
2. Survei LSI meleset 23,92%
3. Survei Litbang Kompas II meleset 24,84%.
Saya tidak tahu mengapa untuk Pilgub Jateng 2018 ini hasilnya meleset jauh.
KINERJA LEMBAGA SURVEI DI PILGUB JABAR 2018
Serupa dengan Hasil survei di Pilgub Jateng 2018, Hasil survei berbagai lembaga survei di Jawa Barat uintuk Pilgub Jabar 2018 semuanya meleset jauh. Entah kenapa bisa seperti itu. 6 lembaga survei merilis hasil Elektabiltas tertinggi kedua untuk Deddy Mulyadi, tapi Hasil KPU menempatkan peringkat kedua adalah Sudrajat.
Kurang lebih melesetnya untuk suara Sudrajat sebagai berikut :
- Litbang Kompas meleset 17,3%.
- Charta Politica Meleset 21,1%.
- Indobarometer meleset 22,6%.
- LSI Denny JA meleset 20,5 %.
- SMRC meleset 20,8%.
- Poltracking meleset 18%.
Bisa dilihat yang paling minim melesetnya adalah Litbang Kompas yaitu 17,3%. Tapi angka itu juga sangat mengecewakan karena idealnya angka toleransi melesetnya hasil survei Elektabilitas di kisaran 5%.
KESIMPULAN
Secara umum kinerja berbagai lembaga survei untuk Pilkada 2018 dan Pilgub DKI 2017 cukup mengecewakan. Entah ada factor apa sehingga hasil surveinya meleset jauh. Apakah Proporsi samplingnya kurang memadai, apakah metodologinya kurang cocok atau lainnya saya kurang paham karena saya hanya user dari mereka.
Disisi lain mungkin saja data saya kurang akurat atau salah hitung sehingga hasil mereka terlihat jelek. :D. (silahkan koreksi datanya di kolom komentar. Nanti saya akan tanggapi.)
Yang pasti kita semua menginginkan yang terbaik. Kalau memang ada kinerja yang kurang baik dari berbagai lembaga survei pada Pilkada-pilkada yang lalu semoga untuk Pilpres 2019 dan Pileg 2019 segera ada perbaikan semaksimal mungkin.
Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H