Dulu, setiap pagi di rumah selalu ada teriakan khas penjual koran yang lewat, "Koran...koran". Setelah membelinya, rasanya ada semacam ritual wajib membuka halaman pertama, mencium aroma khas kertas yang baru keluar dari percetakan, sambil menikmati secangkir kopi.
Tapi sekarang, pernah nggak kamu lihat tukang koran yang lewat depan rumah? Sudah tidak ada sama sekali. Di era digital ini, koran sudah kayak hewan langka.
Membeli koran pun sepertinya sudah jarang dilakukan. Kalau pun beli, kemungkinan besar bukan baca beritanya tapi karena tiga alasan ini. Dan percaya deh, ini bukan soal isi beritanya.
1. Kasihan dengan Penjualnya
Kamu pernah nggak merasa iba waktu lihat penjual koran yang duduk termenung sambil nunggu pembeli? Kadang mereka sudah tua, kelihatan capek, tapi tetap gigih.
Rasanya ada dorongan batin buat beli, meskipun kamu tahu koran itu bakal langsung masuk laci atau malah dijadikan alas duduk karena isi beritanya sudah kamu ketahui lewat media sosial beberapa hari lalu.
Ini soal empati. Kadang kita beli koran bukan buat baca, tapi buat memberi harapan kecil ke si penjual. Mungkin buat mereka, satu koran yang terjual itu berarti tambahan buat makan siang atau ongkos pulang. Kalau dipikir-pikir, ini alasan yang paling manusiawi.
2. Tugas Kliping Anak Sekolah
Siapa yang pernah ribet cari koran waktu sekolah dulu? Guru suka banget memberi tugas bikin kliping, entah itu tentang politik, olahraga, atau teknologi.
Tidak ada yang bisa menggantikan kertas koran untuk tugas ini, meskipun kita hidup di zaman Google.
Momen ini juga sering jadi ajang nostalgia buat orang tua. "Dulu Bapak juga begini, Nak," katanya sambil bantuin kamu cari artikel yang cocok. Alhasil, beberapa eksemplar koran bisa dipotong-potong untuk menyelesaikan tugas kliping tersebut.Â
3. Butuh Kertasnya Buat Bungkus
Ini alasan paling klasik. Koran itu multifungsi. Nggak cuma buat dibaca, tapi juga buat bungkus nasi, alas cat, sampai lap kaca. Bahkan ada mitos kalau bungkus gorengan pakai kertas koran bikin makanannya tambah enak.
Coba deh perhatikan warung kecil di pinggir jalan. Koran sering jadi penyelamat mereka. Harganya murah, gampang didapat, dan nggak perlu ribet.
Buat pecinta seni rupa, kertas koran sering dipakai untuk kerajinan tangan. Jadi meskipun berita di dalamnya nggak relevan, fungsi kertasnya tetap abadi.
Koran dan Identitasnya yang Pudar
Dulu, koran adalah simbol intelektualitas. Orang yang baca koran di pagi hari kelihatan pintar, up-to-date, dan serius. Tapi sekarang semua ada di smartphone. Berita, opini, hingga iklan. Koran sudah kehilangan pesonanya. Generasi muda lebih suka scroll media sosial daripada membuka lembaran koran.
Refleksi dan Masa Depan
Jadi apa masa depan koran? Saat ini koran belum benar-benar hilang, tapi fungsinya sudah berubah. Dari media informasi menjadi benda nostalgia, dari sumber berita jadi alat bantu seni. Koran mungkin nggak lagi jadi sumber utama informasi, tapi mereka tetap bagian penting dari sejarah penyampaian berita.
Buat kamu yang masih sesekali beli koran, entah karena alasan kasihan, tugas kliping, atau kebutuhan kertas, kamu sebenarnya sedang menjaga sisa-sisa warisan budaya. Mungkin kecil, tapi tetap berarti.
Kalau dipikir-pikir, hidup koran hari ini sebenarnya lebih filosofis. Mereka mengajarkan kita bahwa fungsi dan makna itu bisa berubah.
Jadi kapan terakhir kali kamu beli koran, dan untuk apa?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI