Nama Sumanto dulu bikin bulu kuduk merinding. Tahun 2003, pria asal Purbalingga ini menggemparkan Indonesia dengan kasus kanibalisme yang bikin banyak orang nggak habis pikir.
Sekarang dia malah muncul di media sosial sebagai konten kreator dengan tema mukbang. Kamu nggak salah baca, Sumanto yang dulu dikenal karena cerita gelapnya, kini mengisi linimasa di media sosial dengan konten makan-makannya. Aneh? Mungkin. Menarik? Jelas.
Perjalanan dari Masa Lalu Kelam
Flashback ke 2003, Sumanto adalah simbol dari cerita kelam yang tidak bisa dilupakan. Kasus kanibalnya jadi headline di mana-mana, lengkap dengan spekulasi, ketakutan, dan stigma.
Setelah menjalani hukumannya selama lima tahun, dia berusaha kembali ke masyarakat. Tapi stigma kanibal nggak semudah itu hilang, apalagi untuk kasus seberat itu.
Sumanto pernah mencoba hidup tenang, jauh dari perhatian publik. Tapi namanya juga era digital. Apa pun bisa viral, termasuk upaya Sumanto untuk hidup normal. Mungkin dia sadar, masa lalu nggak bisa dihapus, tapi bisa dikelola. Itulah yang dia lakukan sekarang.
Dari Kanibal ke Mukbang: Apa yang Mendorong?
Konten mukbang bukan hal baru. Tapi kalau yang melakukannya adalah mantan narapidana dengan sejarah seperti Sumanto, efeknya beda.
Sumanto memanfaatkan perhatian publik untuk menciptakan narasi baru. Di Instagram dan TikTok, dia tampil makan dengan gaya santai yang dikemas jadi tontonan menarik.
Kenapa mukbang? Mungkin Sumanto paham betul, manusia suka sensasi, dan dia punya itu. Ditambah lagi, mukbang itu konten yang relatif mudah dibuat. Tinggal makan, ngobrol sedikit, rekam, selesai.Â
Di balik kesederhanaan itu, ada daya tarik psikologis. Orang jadi penasaran, ingin tahu apakah Sumanto benar-benar berubah.
Respons Publik: Antara Rasa Penasaran dan Stigma
Bukan Sumanto namanya kalau nggak bikin orang heboh. Di satu sisi, ada yang memuji keberaniannya untuk bangkit. "Hidup harus jalan terus," kata mereka.
Tapi nggak sedikit juga yang skeptis. "Apa nggak salah, ngasih panggung buat orang kayak dia?"
Bahkan akan selalu ada gurauan dari netizen yang kembali menyenggol kasusnya dulu. Contohnya, "Wah ini kalau makanannya nggak enak, tukang masaknya bisa jadi menu selanjutnya."
Konten mukbang Sumanto memang memicu debat. Beberapa netizen melihatnya sebagai hiburan ringan. Yang lain menganggap ini eksploitatif, seolah-olah masa lalunya dijual demi klik dan views. Tapi bagaimanapun, jumlah followers-nya terus naik. Entah karena penasaran atau memang suka kontennya, Sumanto jelas berhasil menarik perhatian.
Etika dalam Konsumsi Konten
Namun seberapa jauh etika dalam konsumsi konten harus diperhatikan? Kasus Sumanto ini contoh sempurna. Di satu sisi, dia punya hak untuk menjalani hidupnya dan mencari nafkah.
Tapi di sisi lain, ada pertanyaan besar tentang apakah masyarakat terlalu mudah memaafkan atau malah terlalu sibuk menghakimi.
Sebagai penonton, kita punya peran besar dalam menentukan arah narasi ini. Kalau konten Sumanto dianggap layak ditonton, berarti dia berhasil menunjukkan bahwa masa lalu tidak selalu menentukan masa depan.
Namun kalau kamu merasa nggak nyaman, itu juga valid. Intinya, konsumsi konten adalah pilihan pribadi.
Masa Depan Sumanto di Dunia Digital
Apakah Sumanto bisa bertahan sebagai konten kreator? Itu tergantung. Dunia digital bergerak cepat. Popularitas bisa naik dalam semalam, tapi juga bisa hilang seketika.
Sumanto harus kreatif, bukan cuma mengandalkan masa lalunya. Kalau dia bisa mengubah narasi dari sensasi jadi inspirasi, mungkin perjalanannya akan lebih panjang.
Misalkan saja suatu hari nanti Sumanto mulai membuat konten edukasi tentang memaafkan diri sendiri atau pentingnya hidup bermasyarakat. Mungkin terdengar idealis, tapi bukan nggak mungkin. Semua orang punya peluang untuk berubah, kan?
Akhir Kata
Kisah Sumanto adalah pengingat bahwa manusia itu kompleks. Dia membuktikan bahwa masa lalu, sekelam apa pun, bukan berarti akhir dari segalanya.
Apakah dia sukses sepenuhnya? Waktu yang akan menjawab. Tapi satu hal pasti, Sumanto telah menunjukkan keberanian untuk mencoba, dan itu saja sudah cukup menarik perhatian.
Kalau kamu lihat kontennya di media sosial, apa yang bakal kamu pikirkan? Apakah dia hanya mencari sensasi, atau ini benar-benar usaha untuk memperbaiki hidup?
Terlepas dari opini kamu, Sumanto adalah bukti nyata bahwa cerita hidup bisa berubah arah, bahkan dari sudut tergelap sekalipun.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI