Mohon tunggu...
Rully Novrianto
Rully Novrianto Mohon Tunggu... Lainnya - A Man (XY) and A Mind Besides Itself

Kunjungi juga blog pribadi saya di www.rullyn.net

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Pisang Diselotip Laku 5,2 Juta Dollar, Seni atau Pencucian Uang?

23 November 2024   09:11 Diperbarui: 23 November 2024   09:14 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Karya Seni Pisang Diselotip (Sumber: rnz.co.nz/Sotheby's)

Oke, itu terdengar pintar. Tapi kalau benar ini kritik konsumerisme, kenapa harganya bikin dompet kita menangis? 

Sebaliknya banyak yang mencibir, termasuk saya. Mereka menyebut karya ini penghinaan terhadap seni sejati yang melibatkan keterampilan, imajinasi, dan dedikasi.

Sebagian lain menduga ini adalah taktik pencucian uang. Bukankah seni dengan harga tak masuk akal sering digunakan untuk menyembunyikan aliran dana yang meragukan? 

Apa Ide Cemerlang Berikutnya?

Jika sebuah pisang dan selotip bisa terjual jutaan dolar, bayangkan peluang bisnis baru. Mungkin kita harus mulai menempelkan tahu goreng dengan cable ties atau tape singkong dengan tali rapiah. Siapa tahu Sotheby's tertarik, dan seseorang dengan dompet tebal akan menyebut karya kita "inovatif." 

Tapi serius, ini membuat kita bertanya: apa sih standar seni masa kini? Apakah ide absurd lebih dihargai daripada karya tradisional yang membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk diselesaikan? 

Pengaruh Dunia Kripto

Latar belakang Justin Sun sebagai pengusaha kripto membuat cerita ini semakin menarik. Dunia kripto sering diasosiasikan dengan spekulasi, volatilitas, dan eksentrik. Membeli pisang seharga jutaan dolar mungkin hanya cara Sun menunjukkan "branding" sebagai pengusaha nyentrik yang berani. 

Namun, kita juga harus bertanya apakah ini murni apresiasi seni, atau ada sesuatu yang lebih besar? Bisa saja pembelian ini adalah langkah untuk memanfaatkan seni sebagai alat pemasaran atau bahkan investasi spekulatif. 

Seni, Kapitalisme, dan FOMO 

Pada akhirnya, fenomena ini adalah cermin bagaimana seni modern terjebak dalam pusaran kapitalisme. Karya seperti "Comedian" sering kali lebih dihargai karena cerita dan kontroversinya, bukan karena esensinya.

Dalam dunia di mana orang rela membayar mahal untuk NFT berupa gambar kucing, pisang berselotip mungkin terasa masuk akal. 

Tapi yang membuat saya gemas adalah FOMO (Fear of Missing Out) yang mendukung tren ini. Pembeli seperti Justin Sun ingin menjadi bagian dari momen itu. Momen ketika semua mata tertuju pada sesuatu yang konyol. 

Apa Makna Sejati dari Seni? 

Pada akhirnya, pertanyaan yang harus kita tanyakan adalah apa itu seni bagi kita? Apakah seni harus selalu indah dan penuh makna, atau cukup menjadi simbol dari absurditas dunia yang kita tempati? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun