Kalau kamu berlangganan Netflix hanya untuk ini, rasanya sih kamu pantas marah-marah di kolom komentar. Belum lagi seringnya masalah teknis yang menyebabkan lag saat streaming.
Drama di Balik Layar
Salah satu elemen yang membuat pertandingan ini terasa lebih seperti hiburan daripada olahraga adalah cara mereka menjualnya. Promosi besar-besaran, cuplikan latihan Tyson yang bikin kita teringat masa jayanya, dan Jake Paul yang terus memprovokasi, bahkan sampai ditampar oleh Tyson saat face-off. Semua ini dirancang untuk satu tujuan: memastikan penonton membeli tiket atau berlangganan Netflix.
Tapi setelah semua hype itu, apa yang kita dapatkan? Sebuah pertarungan yang rasanya seperti dua aktor di atas panggung, lebih peduli pada koreografi daripada kemenangan.
Tyson mungkin hanya berpikir, "Ah, ini cuma buat tambah pundi-pundi pensiun". Sementara Jake Paul mungkin sibuk menghitung jumlah pengikut di media sosial yang bertambah.
Siapa yang Ketawa Terakhir?
Pada akhirnya, hanya ada dua pihak yang benar-benar menang di sini: Jake Paul dan Mike Tyson. Mereka berhasil bikin ribuan orang di arena dan jutaan lainnya di depan layar streaming rela menghabiskan waktu dan uang.
Mereka tahu persis bagaimana memanfaatkan antusiasme orang-orang yang berharap melihat sesuatu yang spektakuler. Tapi alih-alih pertandingan tinju penuh aksi, kita justru dapat pertandingan yang lebih cocok disebut sebagai tinju eksebisi.
Jadi apa pelajaran yang bisa kita ambil dari ini semua? Sederhana, tidak semua yang dibungkus dengan label "pertandingan profesional" layak mendapatkan perhatian. Kadang hiburan memang lebih penting daripada substansi, dan pertandingan Jake Paul vs Mike Tyson ini adalah buktinya.
Tyson mendapatkan uangnya, Jake mendapatkan kemenangannya, Netflix mendapatkan uang berlangganan, dan kamu kecele.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H