Memang, siapa yang tidak tergiur dengan janji Internet tanpa batas? Namun setelah tagihan bulanan datang, banyak yang akhirnya sadar bahwa ada harga yang harus dibayar untuk kenyamanan digital tersebut.
Belum lagi kualitas jaringan yang ternyata tidak semulus iklan. Banyak yang bilang, "Awal-awal sih cepat, tapi makin lama makin lambat." Akhirnya rasa kecewa mulai timbul.
Mereka merasa seperti membeli kucing dalam karung, dan keputusan untuk putus berlangganan pun diambil tanpa ragu.
Kabel Fiber yang Jadi Hiasan Ekstra
Yang lucu sekaligus nyebelin adalah meskipun hotspot-hotspot WiFi hilang, kabel-kabel fiber optik yang dipasang tetap bertahan.
Entah siapa yang harus bertanggung jawab, tapi sekarang pohon dan tiang di sekitar rumah jadi penuh dengan kabel yang berseliweran. Semacam "hiasan" baru yang menggantung tanpa fungsi.
Tentu saja, ini jadi pemandangan yang kurang sedap. Seringkali kabel-kabel tersebut menjuntai ke jalan, membuat pengendara motor berhati-hati, dan jelas mengganggu estetika lingkungan.
Apa Pelajaran dari Semua Ini?
Teknologi dan tren digital kadang datang dengan begitu cepat, tetapi tidak semua orang siap untuk beradaptasi, baik secara mental maupun finansial.Â
Provider Internet memang pintar dalam hal promosi, tetapi apakah benar-benar menyediakan layanan yang sesuai dengan janji? Itu masalah lain.
Bagi tetangga yang memutuskan untuk berhenti berlangganan, mungkin mereka telah belajar bahwa tidak semua orang butuh Internet unlimited. Apalagi kalau hanya untuk browsing media sosial atau buka YouTube buat karaokean.
Pada akhirnya, teknologi tetap harus disesuaikan dengan kebutuhan nyata, bukan hanya karena dorongan tren atau rasa gengsi.
Jadi, meskipun banyak provider Internet menawarkan paket "unlimited" yang menggiurkan, tidak semua orang bisa atau perlu mengikuti arus.