Kalau kita bicara soal pemerintahan, biasanya yang terbayang adalah partai politik yang sibuk saling dukung-mendukung. Tapi ada konsep yang mungkin kedengarannya sedikit asing, yaitu Zaken Kabinet. Apa itu?
Singkatnya, ini adalah kabinet yang dibentuk bukan berdasarkan dukungan politik, tapi lebih ke kompetensi dan keahlian menterinya. Jadi menteri-menteri yang duduk di kabinet ini bukan karena diusung partai, tapi karena mereka benar-benar ahli di bidangnya.
Apa sih Tujuan Zaken Kabinet?
Kenapa sih tiba-tiba ada ide untuk punya kabinet tanpa basis politik? Jawabannya simpel, profesionalisme. Dalam Zaken Kabinet, harapannya adalah menghindari politik yang terlalu ribet, sehingga pemerintah bisa fokus ke kinerja.
Misalnya, Menkominfo diambil dari praktisi IT berpengalaman, bukan dari ketua "fan club" yang tidak paham ekosistem digital!
Tujuan lainnya? Menghindari korupsi. Kalau menteri yang dipilih benar-benar ahli dan bukan hasil lobi politik, peluang terjadinya kongkalikong lebih kecil. Orang-orang ini kan dipilih untuk kerja, bukan buat menyenangkan partai politik yang mendukungnya.
Negara-Negara yang Pernah Coba Zaken Kabinet
Kamu mungkin bertanya, "Negara mana sih yang pernah mencoba konsep ini?" Sebenarnya tidak banyak negara yang secara resmi punya kabinet yang disebut "Zaken Kabinet", tapi beberapa negara pernah menerapkan prinsip-prinsipnya.
Belanda misalnya. Meskipun tidak secara eksplisit disebut Zaken Kabinet, tapi mereka punya tradisi memilih menteri berdasarkan keahlian, bukan karena keterlibatan politik mereka.
Jepang juga nggak jauh beda. Kabinet mereka biasanya terdiri dari para ahli di bidangnya. Menteri ekonomi ya dari ekonom, menteri pendidikan ya dari akademisi atau praktisi pendidikan.
Swedia juga dikenal punya kabinet yang stabil dan profesional. Mereka tidak sembarangan dalam memilih menteri. Harus punya pengalaman dan keahlian khusus di bidang yang akan mereka tangani.
Nah, negara-negara ini membuktikan bahwa kabinet yang berbasis keahlian bisa bekerja dengan lebih efisien dan efektif.
Apakah Indonesia Bisa Punya Zaken Kabinet Lagi?
Indonesia sendiri sebenarnya pernah punya Zaken Kabinet, lho. Salah satu contohnya adalah Kabinet Djuanda yang dibentuk pada 1957. Di masa itu, Kabinet Djuanda dianggap sukses karena menterinya benar-benar ahli di bidangnya masing-masing. Tidak ada drama politik yang bikin pusing, fokusnya benar-benar ke kerjaan mereka.
Jadi, kenapa kita nggak coba lagi konsep ini sekarang? Bisa jadi karena tekanan politik yang terlalu kuat. Di Indonesia, kita masih sangat terikat dengan sistem demokrasi perwakilan, di mana kabinet dibentuk berdasarkan partai politik yang menang di pemilu.
Mau bagaimana pun, partai-partai ini punya kepentingan masing-masing yang kadang tidak selaras dengan tujuan profesionalisme pemerintahan.
Tantangan Menerapkan Zaken Kabinet di Indonesia
Kalau kita mau coba lagi Zaken Kabinet, tentu ada tantangan besar. Pertama, bagaimana caranya meyakinkan para politisi untuk "mundur" sejenak dan biarkan para profesional mengurus kabinet.
Kedua, masalah kestabilan politik. Tanpa dukungan parlemen, kabinet bisa kesulitan menjalankan kebijakan. Kan, kalau mau bikin undang-undang atau aturan baru, butuh persetujuan dari DPR yang notabene isinya politisi.
Lalu, ada juga tantangan soal bagaimana menjaga agar sistem ini tetap transparan. Karena bagaimanapun, ketika kita bicara soal orang-orang yang kompeten, tetap ada peluang terjadinya korupsi jika tidak ada pengawasan yang baik. Jadi, sistem ini harus dibarengi dengan aturan yang ketat dan transparansi.
Apakah Zaken Kabinet Solusi yang Tepat?
Ya, bisa jadi. Tapi kita tidak bisa menutup mata terhadap tantangan yang ada. Di satu sisi, kabinet seperti ini bisa bikin pemerintahan lebih fokus dan profesional. Di sisi lain, kita harus siap menghadapi kemungkinan adanya ketidakstabilan politik dan resistensi dari partai-partai politik.
Tapi siapa tahu? Mungkin lewat rencana Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih, kita bisa kembali melihat kabinet diisi oleh para profesional sejati yang fokus pada pembangunan negara, bukan sekadar mengejar kepentingan politik. Siapa sih yang nggak mau punya pemerintah yang benar-benar kerja untuk rakyat?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H