Mohon tunggu...
Rully Moenandir
Rully Moenandir Mohon Tunggu... Administrasi - TV and Movie Worker

Seorang ayah dari 4 anak yang bekerja di bidang industri televisi dan film, serta suka sekali berbagi ilmu dan pengalaman di ruang-ruang khusus sebagai dosen maupun pembicara publik. Baru buat blog baru juga di rullymoenandir.blogspot.com, setelah tahun 2009 blog lamanya hilang entah kemana.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

New Normal di Sekolah, Ini Cara Membuat Face Shield Bermodal 1000 Perak untuk Anak

2 Juni 2020   04:52 Diperbarui: 3 Juni 2020   21:56 1214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masa #NewNormal yang sebentar lagi diberlakukan, membuat semua lini aktivitas dibuka. Termasuk kegiatan belajar mengajar di sekolah.

Artinya, anak-anak kita mulai kembali keluar rumah, beraktivitas dan berinteraksi di sekolah bersama guru, teman-temannya, serta elemen lain yang berkutat di seputar sekolah, yang selama ini mereka kangenin tentunya.

Pengumuman pemberlakukan New Normal ini sendiri, sudah disampaikan langsung oleh Presiden kita Bapak Joko Widodo pada 15 Mei 2020, bersamaan dengan penyampaian mengenai "hidup berdampingan" dengan Corona, yang hingga kini belum ada obat maupun vaksinnya (baca di sini).

Saat itu, reaksi masyarakat cukup beragam dengan pernyataan tadi, karena diminta untuk "berdamai" dengan corona, serta persiapan relaksasi atau pelonggaran PSBB atau yang kemudian dikenal secara internasional dengan sebutan "new normal".

Antara Foto
Antara Foto
Sebenarnya, New Normal sendiri lebih dititikberatkan pada bidang perekonomian. Kita semua pasti setuju kalau sejak Covid-19 ini merebak dan menjadi pandemi secara internasional, dunia terasa "mati suri".

Semua bidang perekonomian tergerus, dan tidak bisa ditutupi lagi kemudian banyak terjadi PHK. Produksi berbagai macam barang kebutuhan menurun drastis, kinerja perusahaan juga mengalami stagnasi atau bahkan penurunan.

Praktik-praktik #WorkFromHome, belum dinilai berhasil dan baik. Proses perencanaan memang bisa dilakukan di hulu melalui meeting secara online, sangat-sangat terbatas dan kurang berakhir baik jika harus dibandingkan dengan hasil akhir di hilir.

===

Tidak terkecuali di bidang pendidikan.

Anak-anak yang sejak April "diliburkan", dan terus melanjutkan pendidikannya via online juga mengalami dampak yang luar biasa. Hasil angket KPAI menujukkan bahwa Pembelajaran Jarak Jauh menghasilkan 80% siswa dan 60% guru ingin segera kembali ke sekolah. Sedangkan hampir 80% orang tua belum mau anaknya kembali ke sekolah selama masa pandemi ini belum berakhir (baca di sini).

PJJ atau lebih dikenal dengan Belajar dari Rumah, dinilai sangat membosankan dan kurang interaktif oleh siswa dan guru, sedangkan untuk para orangtua proses belajar mengajar kali ini justru agak memberatkan dinilai dari berbagai sudut pandang. 

Namun demikian, keputusan untuk "tidak relanya" mereka melepas anak-anaknya ke sekolah, di antaranya karena mereka belum yakin soal kesiapan sekolah dalam "membatasi" pergerakan siswa, sehingga khawatir anaknya akan tertular virus yang makin tinggi tingkat penularannya ini.

Sumber: shutterstock
Sumber: shutterstock
Jaminan akan penjagaan jarak, tingkat higienitas, kebersihan fasilitas, interaksi di kantin, pedagang sekitar sekolah, serta perilaku anak saat di sekolah menjadi pertanyaan besar bagi para orangtua dalam menghadapi new normal bidang pendidikan saat ini. 

Sampai-sampai Petisi kepada Presiden Jokowi dan Nadiem Makarim selaku Mendikbud ramai didukung. Hingga tulisan ini dibuat, petisi tadi sudah ditandatangani hampir 100.000 orang (petisi di sini).

Namun, yang paling dikhawatirkan adalah sekolah setingkat Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD), di mana tingkat kedewasaan, dan disiplin masih sangat rendah jika dibandingkan tingkat menengah, lanjutan, dan kuliah.

Perilaku anak-anak ini, dinilai sangat rentan praktik penularan virus. Bermain, berinteraksi, ataupun latihan motorik di masa pertumbuhan ini justru dipandang sangat riskan dan bisa jadi bumerang ketika mereka dilepas tanpa pengawasan yang ketat seperti di rumah bersama para orangtua.

Kesadaran akan kapasitas guru yang tidak mungkin mengawasi anak satu per satu, sampai dengan menyikapi keberadaan fasilitas "darurat" dan berhubungan dengan air dan sabun untuk cuci tangan anak juga menjadi isu yang kuat dubahas di berbagai grup orangtua.

Kekhawatiran akan bak cuci tangan yang "mungkin" akan ditempatkan dekat pintu masuk kelas, sangat riskan akan kondisi basah dan licin akibat anak-anak ini justru akan bercanda atau tidak rapi menggunakannya layaknya anak yang sudah berumur 12-13 tahun ke atas.

Selain bahaya untuk anak, juga sepertinya justru akan menambah PR untuk guru itu sendiri untuk menertibkan atau bahkan membersihkan, karena terbatasnya pesuruh di sekolah untuk membersihkan hal yang sama di semua depan pintu kelas pada saat bersamaan.

Sumber: Reuters
Sumber: Reuters
Terlebih saat diberitakan bahwa Korea Selatan, pemerintahnya kembali menganulir putusan kebijakan sejenis karena justru mengakibatkan kembalinya virus ini merajalela dan khawatir sekolah juga akan menjadi cluster penyebaran virus baru, yang sampai ini belum ditemukan obat/vaksinnya (baca di sini). 

Karena oleh banyak orang tua di sini, Korea Selatan dianggap jauh lebih maju, disiplin, dan memiliki fasilitas di atas negara kita tercinta, Indonesia, akhirnya, kekhawatiran akan berbagai hal tersebut makin menjadi-jadi.

Banyak orangtua bahkan rela anaknya tidak naik kelas, agar anaknya tetap di rumah dan aman dari virus, dan berfikir kalau anaknya kena virus gara-gara sekolah, yang tanggung jawab siapa?

===

Terlepas dari itu, jika ini tetap berjalan. Selain sekolah harus melengkapi segala sarana dan prasarana untuk menjaga kebersihan dan membatasi segala pergerakan anak didiknya, tiap keluaga juga harus menyiapkan budget extra untuk keperluan "menjaga diri" seluruh anggota keluarga yang juga harus beraktivitas kembali diluar rumah. Karena, pengeluaran ini juga "new" yang mungkin dulu tidak akan sepenting ini untuk dipersiapkan pembeliannya secara khusus.

kompas.com
kompas.com
Pembelian "baru" ini antara lain, mulai dari masker, hand sanitizer, cairan disinfektan yang bisa dibawa-bawa, bahkan mungkin #FaceShield, di mana dari keseluruhan APD (Alat Pelindung Diri) itu face shield merupakan yang "normal" dipakai sehari-hari, namun berharga "lumayan".

Face shield sendiri berfungsi penting untuk menjaga loncatan air liur yang tidak kasat mata dan berukuran kecil setiap kali kita berbicara dengan orang lain saat bertatap muka. 

Loncatan ini normal terjadi, namun jika menggunakan masker, bisa dipastikan loncatan ini akan terjadi. Namun, bagaimana jika lawan bicara kita tidak menggunakan masker? 

Nah, di sinilah fungsi face shield itu tadi, loncatan itu tidak akan menempel, setidaknya pada wajah kita, karena kita sendiri walau menggunakan masker, terkadang lupa saat menggosok mata, mengelap keringat di kening, dan lain-lain yang kemungkinan loncatan air liur itu tadi menempel dan mungkin saja mengandung virus.

Maka dari itu, keberadaan face shield ini dinilai penting untuk disiapkan untuk masing-masing anggota keluarga kita yang akan beraktivitas di luar rumah. Namun, karena harganya yang "lumayan" tadi dan khawatir jika digunakan anak TK atau SD besar kemungkinan cepat rusak, pengeluaran akan menjadi berat.

===

Memang di berbagai web, blog, youtube sudah banyak bertebaran bagaimana membuat face shield secara mandiri ketika harga face shield itu tadi dinilai memberatkan. Namun kami tidak melihat face shield yang nyaman digunakan untuk anak-anak usia dini setingkat TK-SD. 

Semua face shield dipastikan menggunakan tali/ karet khusus melingkari kepala, menggunakan busa/pengganjal yang menempel di kening, dan berjarak sangat dekat dengan hidung atau mulut. Sedangkan anak-anak seusia tadi sangat risih jika anggota tubuhnya "terbebani" hal-hal baru yang dirasa mengganggu aktivitasnya.

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
Nah, kami mencoba mencari alternatif, bagaimana agar face shield ini bisa dipakai dengan nyaman untuk anak seusia mereka, tidak dirasakan menggangu dan tentunya juga tidak mengganggu "pengeluaran" orangtuanya karena hanya bermodalkan uang 1000 rupiah alias seceng saja dalam pembuatannya.

Jadi, walaupun mereka risih lalu merusak face shieldnya, orangtua tidak akan emosi, mudah dan murah sekali untuk membuatnya kembali.

Berikut BAHAN UTAMA yang dibutuhkan:
1. Plastik mika yang biasa untuk menjilid (harga Rp. 500,- per lembar)
2. Binder Clip ukuran kecil (harga Rp. 500,- per 3 buah)

Sedangkan, untuk bahan tambahan:
1. Kerta Kosong untuk membuat pola
2. Cutter/ alat potong lainnya
3. Alat Tulis

Cara Membuat:

  • 1. Buat pola, atau langsung ukur diatas kertas mika (dalam posisi horizontal) 2 cm dari atas, serta ujung kiri dan kanan, bentuk kotak persegi dengan panjang 1.6mm (selebar binder clip) dan tinggi 0.5mm, serta 1 kotak lagi di tengah (total 3 kotak)
  • 2. Potong/ lubangi kotak tadi
  • 3. selesai

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi

Cara menggunakan :
  • 1. Ambil topi dan binder clip
    2. Masukkan mulut binder clip kedalam lubang mika, lalu jepit di ujung topi. (Mulai dari lubang tengah, lalu kemudian lubang kiri/kanan)
    3. Boleh melipat/ mengunci besi clip bagian atas untuk memperkuat/memperkokoh plastik mika agar tidak mudah terlepas

Kelebihan Face Shiled ini:

  • 1. Bahan mudah didapat dan murah harganya
  • 2. Cukup kuat untuk digunakan berkali-kali
  • 3. Mudah dan Cepat untuk dibuat kembali, jika rusak
  • 4. Mudah dibersihkan
  • 5. Fungsi Face Shield sebagai penahan cipratan air liur jika lawan bicara tidak menggunakan masker Tercapai.
  • 6. Nyaman dipakai, karena seperti memakai topi biasa tanpa ganjal, atau benda lain diluar kebiasaan sehari-hari pengguna (sangat cocok untuk anak usia TK-SD)

Demikian sumbang ide dari kami, semoga bermanfaat. Terlampir juga video cara pembuatan. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun