Namun demikian, keputusan untuk "tidak relanya" mereka melepas anak-anaknya ke sekolah, di antaranya karena mereka belum yakin soal kesiapan sekolah dalam "membatasi" pergerakan siswa, sehingga khawatir anaknya akan tertular virus yang makin tinggi tingkat penularannya ini.
Sampai-sampai Petisi kepada Presiden Jokowi dan Nadiem Makarim selaku Mendikbud ramai didukung. Hingga tulisan ini dibuat, petisi tadi sudah ditandatangani hampir 100.000 orang (petisi di sini).
Namun, yang paling dikhawatirkan adalah sekolah setingkat Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD), di mana tingkat kedewasaan, dan disiplin masih sangat rendah jika dibandingkan tingkat menengah, lanjutan, dan kuliah.
Perilaku anak-anak ini, dinilai sangat rentan praktik penularan virus. Bermain, berinteraksi, ataupun latihan motorik di masa pertumbuhan ini justru dipandang sangat riskan dan bisa jadi bumerang ketika mereka dilepas tanpa pengawasan yang ketat seperti di rumah bersama para orangtua.
Kesadaran akan kapasitas guru yang tidak mungkin mengawasi anak satu per satu, sampai dengan menyikapi keberadaan fasilitas "darurat" dan berhubungan dengan air dan sabun untuk cuci tangan anak juga menjadi isu yang kuat dubahas di berbagai grup orangtua.
Kekhawatiran akan bak cuci tangan yang "mungkin" akan ditempatkan dekat pintu masuk kelas, sangat riskan akan kondisi basah dan licin akibat anak-anak ini justru akan bercanda atau tidak rapi menggunakannya layaknya anak yang sudah berumur 12-13 tahun ke atas.
Selain bahaya untuk anak, juga sepertinya justru akan menambah PR untuk guru itu sendiri untuk menertibkan atau bahkan membersihkan, karena terbatasnya pesuruh di sekolah untuk membersihkan hal yang sama di semua depan pintu kelas pada saat bersamaan.
Karena oleh banyak orang tua di sini, Korea Selatan dianggap jauh lebih maju, disiplin, dan memiliki fasilitas di atas negara kita tercinta, Indonesia, akhirnya, kekhawatiran akan berbagai hal tersebut makin menjadi-jadi.
Banyak orangtua bahkan rela anaknya tidak naik kelas, agar anaknya tetap di rumah dan aman dari virus, dan berfikir kalau anaknya kena virus gara-gara sekolah, yang tanggung jawab siapa?