Atau misalkan lagi, ketika 2-3 tahun terakhir belakangan "hype" para influencer atau "youtuber" mengggunakan basis video pendek untuk menarik minat para penonton. Para pengajar masih saja menganggap video adalah bentuk "hiburan" semata, bukan hal yang bisa diintegrasikan dalam dunia pendidikan. Padahal sudah bertahun lamanya, negara-negara lain menggunakan video baik dalam bentuk keping digital (VCD atau DVD) sebagai media penyampai kepada siswanya.
====
Lalu, terjadilah hari-hari kemarin... banyak guru bahkan dosen kebingungan untuk menyampaikan materi pelajaran mereka ke siswanya, karena "perbedaaan jarak" tadi. Sebagian besar guru sebenanrnya telah terlatih dan terbiasa menyebarkan ilmu dengan menerapkan model belajar inovatif, namun hanya dalam konteks tatap muka, adanya interaksi langsung antara murid dengan murid dan guru dengan murid.Â
Bahkan teknologi WhatsApp yang biasa digunakan sehari-hari tidak mampu mengakomodir penyebaran ilmu serta menampung timbal baliknya secara "live". Pengetahuan terhadap "converence call" yang sudah mulai melekat lewat program Skype di tahun 2004-2005, masih belum banyak dimiliki bahkan belum dikenal sama sekali baik di sisi pengajar maupun siswa (orang tua) di rumah. Hilangnya interaksi pengajar-siswa layaknya di dalam kelas terjadi selama 1 minggu belakangan. Orang tua yang terbiasa menjadikan sekolah sebagai "penitipan anak" ditengah aktifitas keseharian mereka, total kewalahan dan angkat topi untuk para pengajar yang sanggup menangani banyak siswa selain anak mereka.
Sebagian besar guru dan pihak sekolah hanya dapat berharap adanya timbal balik berupa laporan lebih intensif berupa perekaman aktivitas baik berupa foto maupun video singkat siswa saat belajar dan pengerjaan tugas yang dikirimkan kepada gurunya masing-masing.
Hal yang sangat "biasa" sebetulnya bagi orang tua siswa dengan sistem pengajaran HS (Home Schooling).
====
Sedikit mengintip Home Schooling atau Sekolah Rumah, ia adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan/informal. Sekolahnya dilakukan di rumah, di bawah pengarahan orang tua dan tidak dilaksanakan di tempat formal lainnya seperti di sekolah atau di institusi pendidikan lainnya dengan model kegiatan belajar terstruktur dan kolektif. HS bukanlah lembaga pendidikan, bukan juga bimbingan belajar yang dilaksanakan di sebuah lembaga, melainkan model pembelajaran di rumah dengan orang tua sebagai penanggung jawab utama.Â
Orangtua bisa berperan sebagai guru atau juga mendatangkan guru pendamping/ tutor ke rumah. Jadi, aneh rasanya jika ada yang mengibarkan bendera Home Schooling tapi siswanya harus datang ke suatu gedung, belajar bersama di tempat khusus, atau di ruang kelas khusus.
Akan tetapi, Home Schooling juga bukan berarti kegiatannya selalu di rumah lho ya, siswa dapat belajar di alam bebas baik di laboratorium, perpustakaan, museum, tempat wisata, dan lingkungan sekitarnya. Komitmen orang tua dalam menemani anak belajar adalah kunci utama.