Mohon tunggu...
Rully Moenandir
Rully Moenandir Mohon Tunggu... Administrasi - TV and Movie Worker

Seorang ayah dari 4 anak yang bekerja di bidang industri televisi dan film, serta suka sekali berbagi ilmu dan pengalaman di ruang-ruang khusus sebagai dosen maupun pembicara publik. Baru buat blog baru juga di rullymoenandir.blogspot.com, setelah tahun 2009 blog lamanya hilang entah kemana.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Virus Corona dan Efek Kejut di Sistem Pendidikan Kita

22 Maret 2020   07:12 Diperbarui: 30 April 2020   19:03 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
olahan pribadi dari beberapa sumber

Bahkan, di beberapa sekolah yang sebelumnya sudah memiliki fasilitas tadi, justru menggunakan dana tadi untuk menambahkan hal-hal ""canggih lainnya seperti big tv monitor untuk menampilkan peta sekolah dihital, pengumuman sekolah, presentasi karya siswa - profil sekolah - prestasi, dll layaknya display screen yang ada di pusat-pusat perbelanjaan mewah disekitar kita.

Namun sayang, 1 hal yang hingga detik kemarin "dilupakan" yakni pembelajaran siswa diluar sekolah, baik secara real maupun digital, sesuai perkembangan teknologi saat ini.

Selama ini, para pendidik kita selalu berkutat belajar itu harus dalam lingkungan sekolah. Jika terjadi pembelajaran diluar sekolah, bentuknya merupakan study tour, atau kunjungan khusus yang memerlukan biaya besar, alat transportasi khusus, atau bahkan pergi jauh berpuluh kilometer jaraknya dari sekolah.

Padahal, setingkat pendidikan dasar (SD-SMP) belum memerlukan pembelajaran khusus luar kelas yang sangat spesifik. Jika merunut kurikulum 2013 yang berlaku sekarang, pembelajaran luar sekolah bisa dilakukan kapanpun dan bisa dalam jarak dekat untuk melakukan praktek-praktek atau kunjungan singkat yang tidak memerlukan banyak waktu dan biaya tentunya.

Para Stakeholder sekolah pun sepertinya selalu "terbuai" dengan kondisi jadul sistem pendidikan kita. Komite Sekolah yang hadir sebagai "pengembang" bagi sekolah tempat anak-anaknya menuntu ilmu juga tidak terlihat taringnya, layaknya POMG (persatuan orang tua murid dan guru) yang selalu identik dengan "arisan" orang tua siswa, yang hanya membahas soal pembelian kursi sekolah, study tour dan acara perpisahan siswa sekolah saja. 

Padahal jelas sekali kali ini Komite Sekolah hadir sebagai lembaga mandiri yang beranggotakan orangtua/wali peserta didik, tokoh masyarakat, dan komunitas sekolah yang peduli pendidikan, yang berfungsi menigkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah, maupun jalur pendidikan luar sekolah sesuai Kepmendiknas nomor 044/U/2002.

Praktek-praktek lapangan seperti pengenalan profesi disekitar kita (petugas Kebersihan, Pemadam Kebakaran, Kepolisian, dll), Praktek biologi dan fisika tingkat menengah, kunjungan museum, dll, masih saja abai dilakukan oleh para pendidik kita. Buku selalu saja hanya menjadi pengangan dan ketergantungan akan alat untuk penyamarataan "daya khayal" siswa terhadap hal-hal yang diajarkan di kelas terus berlaku. 

Dan itulah yang kebanyakan menjadi kendala para pelajar kita yang meneruskan studinya ke luar negeri, dimana para pelajar kita sangat jago dan cepat dalam berhitung dan kuat dalam menghapalkan banyak rumus dan teori bahkan menorehkan prestasi tinggi di banyak olimpiade-olimpiade pendidikan, namun menuai kegagalan ketika rumus dan hapalan tadi ditantang untuk diterpakan dalam kehidupan keseharian saat mereka mulai belajar di sekolah/ kampus-kampus luar negeri saat rumus dan hapalan tadi harus menjadi sesuatu yang aplikatif.

Sumber: website buku elektronik Kemendikbud
Sumber: website buku elektronik Kemendikbud
Sedangkan untuk perkembangan teknologi digital, induk pendidikan DEPDIKNAS/KEMDIKBUD hampir 5 tahun terakhir inipun sebenarnya sudah mulai mengembangkan diri. Buku-buku pegangan sekolah sudah di-digital-kan, dari tingakat PAUD hingga PERGURUAN TINGGI yang disebut BSE (Buku Sekolah Elektronik), yang dengan bebas bisa diunduh di website mIlik kemendikbud, selain juga dibagikan secara gratis di sekolah dengan bentuk fisik tentunya. 

Belum lagi lahir berbagai aplikasi umum baik berbayar maupun gratis materi-materi latihan bahkan permainan pendidikan digital dari para pengembang aplikasi lokal maupun berbasis bahasa asing lainnya. Tapi, hal -hal ini sepertinya tidak tersentuh oleh para pemangku kebijakan pendidikan di tiap sekolah. 

BSE tidak pernah menjadi pilihan bagi para pengampu pendidikan untuk diberdayakan secara maksimal, misalnya ketika buku fisik dirasakan kurang jumlahnya untuk dibagikan ke siswa, tukang fotokopi masih mnejadi andalan untuk menduplikasi buku tadi alih-alih mendownload dan menggunakannya secara digital, baik didalam kelas menggunakan proyektor atau dibuka di gadget orang tua di rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun