Satu lagi makanan tradisional khas dari Indonesia akan saya bahas di sini. Kudapan khas dari Cirebon, Jawa Barat yang bahan utamanya berupa tahu gembos/ kopong/ kosong yang dihidangkan dengan piring khas terbuat dari gerabah ini memang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat kita.Â
Iya, kita...K...I...T...A, kenapa? Karena selain biasa ditemukan di wilayah Jawa Barat dan ibukota Jakarta, makanan ini juga sering di jumpai di berbagai wilayah tanah air. Baik pedagang keliling panggul (gaya khas aslinya), gerobakan, bahkan di foodcourt-foodcourt di banyak mall/ pusat perbelanjaan di seantero negeri.
Walau jauh berbeda dari kebiasaan kita yang pastinya mencari tahu yang padat berisi, tahu kopong dengan keunikan rasa, cara penyajian, dan kreasi penggunaan bahan ini jadi andalan.
Dan alasan mengapa tahu gejrot bisa dinikmati dan cocok untuk semua lidah orang Indonesia dan mancanegara yang sedang berkunjung ke Indonesia tentunya.
====
Tahu Gejrot, sudah menjadi makanan yang melegenda dari generasi ke generasi. Bahan utama yang digunakan pun sudah sangat familiar di kalangan masyarakat, yaitu Tahu. Dan tahu yang digunakan adalah tahu yang "diimport" langsung dari kota tetangganya sendiri, yaitu Sumedang.
Sumedang yang memang terkenal dengan tahunya ini, punya kekhasan tersendiri soal tahu. Sepanjang jalan "cadas pangeran" yang dahulu dibangun di atas penderitaan rakyat kita saat dijajah, dipenuhi banyak sekali pedagang tahu yang setelah digoreng, tahunya akan mengembang dan tengah/bagian dalam tahunya akan sedikit kopong/kosong alias sangat sedikit olahan kedelainya.Â
Inilah mengapa tahu Sumedang berbeda dengan tahu lainnnya, selain tahu yang dalam keadaan dinginpun masih tetap nikmat....kebayang kan lezatnya bakal maksimal kalau dihidangkan dalam keadaan panas/ hangat baru diangkat dari penggorengan? Hmm... yummy!
====
Konon, sejarah Tahu Gejrot tercipta dari dapur pabrik Tahu yang berlokasi di Desa Jatiseeng, Kecamatan Ciledug, Cirebon sejak zaman sebelum kemerdekaan.
Pabrik yang dimiliki keturunan Tionghoa ini berproduksi dengan mempekerjakan masyarakat asli Cirebon. Seiring perkembangan, keterampilan membuat Tahu Gejrot justru lebih dikuasai para buruh pekerja dibanding pemiliknya. Dan pada akhirnya para buruh pabrik tadi banyak yang berhenti bekerja dan mencoba untuk membuat usaha Tahu Gejrot sendiri.
Semenjak itulah Tahu Gejrot mulai menyebar dan menjadi makanan yang mudah ditemui di Cirebon.
Saya sendiri, punya kenangan khusus dengan Tahu Gejrot ketika orang tua saya bertugas di Cirebon. Saya dan kedua adik saya yang rutin berenang di Kolam Renang Ciperna - Cirebon ini, selalu jajan Tahu Gejrot setiap selesai berenang.Â
Menikmati lezatnya Tahu Gejrot dipinggir jalan masuk kompleks kolam renang yang asri dan teduh. Maklum saja tradisi keluarga kami memang selalu jajan bersama sejak kecil, dan baru menginjak SD kelas 6 kami dibekali uang ke sekolah dan dilepas untuk jajan sendiri.
====
Jika dengan pikulan, Gembolan depan merupakan makanan inti berupa tahu sumedang, bumbu (garam, bawang, gula merah, cabe rawit), piring/ cawan tanah liat, dan laci tempat menaruh hasil penjualan.Â
Sedangkan gembolan belakang merupakan tempat menaruh piring tambahan, ember kecil untuk mencuci piring, serta beberapa dirigen kecil tempat cadangan air tambahan.
Untuk piring kecil/ cawan tadi, sekarangpun sudah banyak digantikan dengan piring/ cawan kecil yang terbuat dari keramik. Namun, tetap untuk tempat ulek kasar bumbu menggunakan piring/ cawan dari tanah liat (gerabah) hitam sebagai ciri khasnya.
Beda dengan penjual dagangan lain seperti tukang bakso, ketoprak yang memukul mangkok/ kentongan/ botol, atau bahkan penjual getuk lindri yang menggunakan musik bersuara keras (baca disini), penjual tahu gejrot saya bisa sebut sebagai pedagang yang sangat percaya dengan nasib.Â
Tanpa suarapun, rejeki sudah mengalir dari pembeli yang sudah setia menunggu atau pembeli yang memang sengaja mencari dan mendatangi sang penjual untuk membeli dagangannya. Hehehehehe...
Okelah, segitu dulu sedikit cerita soal tahu gejrot yang nikmat walau tahunya kopong. Dan jangan lupa... ayo, kita lestarikan penganan tradisonal kita, sekaligus terus membantu pedagang kecil dengan membeli barang dagangannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H