Mohon tunggu...
Rully Moenandir
Rully Moenandir Mohon Tunggu... Administrasi - TV and Movie Worker

Seorang ayah dari 4 anak yang bekerja di bidang industri televisi dan film, serta suka sekali berbagi ilmu dan pengalaman di ruang-ruang khusus sebagai dosen maupun pembicara publik. Baru buat blog baru juga di rullymoenandir.blogspot.com, setelah tahun 2009 blog lamanya hilang entah kemana.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Nasi Uduk Pak Mur, Lele Besar dengan Sambal Melimpah

10 Agustus 2019   09:27 Diperbarui: 10 Agustus 2019   09:37 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Walau saya termasuk telat menjadi penikmatikan lele, namun sejak 5 tahun belakangan ini sepertinya Lele sudah jadi bagian hidup ketika di hari kerja dan sudah menginjak jam santap malam masih diluar rumah berkutat mencari sesuap nasi. 

Atau setidaknya, perut masih teriak-teriak minta diisi lewat jam 9 malam kala wiken dan tidak kemana-mana, hanya ngendon di rumah bersama keluarga.

Iya, kenal lele ini dulu ketika masih aktif jadi mahasiswa yang seringkali pulang larut malam atau bahkan menginap di ruang UKM kampus. Memang kami sejak kecil tidak diperkenalkan makan jenis ikan ini diatas meja makan, walau sebetulnya "kenal dekat"; karena setiap mudik mendapati ikan ini berkembang biak dibawah jamban rumah panggung kakek-nenek kami, dan di jamban-jamban lainnya diseputaran kampung baik rumah maupun diatas balong tempat orang tua kami lahir. 

Jadi, tidak tega rasanya menghidangkannya diatas meja sebagai menu santapan keluarga...rasanya sih begitu yah yang ada di kepala orang tua kami.


Sayang, kejadian itu "tercoreng", ketika saat menginap di kampus mempersiapkan kegiatan kemahasiswaan untuk keesokan hari, pesanan pecel ayam saya tergantikan dengan pecel lele tanpa konfirmasi sebelumnya. 

Perut yang sudah keroncongan ini, mau tidak mau harus siap berkoordinasi dengan mulut dan otak agar nasi uduk pecel lele tadi bisa sampai kedalam perut untuk diolah menjadi tenaga malam itu.

Terkaget-kaget, bayangan akan mencium bau-bau "aneh" tidak tercium, bahkan daging lele yang digoreng "well-done" ini sangat kenyal dan nikmat di lidah. Belum lagi sambal sebagai teman menu nasi dan lalab, melengkapi nikmatnya makan malam saat itu. 

Daaaaaaannn....jadi ketagihan makan pecel lele  setelahnya, paha atas ayam yang biasa dipesan kini bukan jadi main option lagi jika harus pesan titip makanan ataupun mampir langsung ke jongko kaki lima di sekitar kampus di seputaran Grogol, tempat saya berkuliah saat itu.

====

dokpri
dokpri

Nah, seiring berjalannya waktu...setiap kali mampir ke jongko kaki lima tadi di malam hari, menu nasi uduk pecel lele memang jadi andalan. Banyak sudah jongko-jongko kaki lima ini saya dan keluarga sambangi. 

Nikmatnya sajian ikan lele, racikan sambal, bahkan cara penyajiannya di tiap jongko ini jelas berbeda, dan salah satunya adalah langganan dan andalan kami yang lokasinya tidak jauh dari rumah tempat kami tinggal saat ini. Best lah !!

Nasi Uduk PAK MUR di kompleks Dutamas, sederetan dengan Toserba Duta Buah Dutamas Jakarta Barat.

====

Lapak atau jongko Nasi Uduk Pak Mur ini sama seperti lapak kaki lima lainnya. Mereka buka menjelang waktu Maghrib setiap harinya dengan memanfaatkan lahan parkir yang sudah mulai kosong di depan ruko-ruko bisnis yang juga sudah menutup tokonya sejak pukul 5 sore. 

Tepat di lapak ke 3 setelah lapak Indomie, dan Minuman Sinar Garut, dekat dengan Toserba Duta Buah Komplek Dutamas Jakarta Barat yang sudah disebut sebelumnya.

Penampangnya pun sama dengan yang lain, spanduk bergambar ikan lele meliuk, ayam yang berdiri gagah, dengan tulisan besar NASI UDUK, dan kelengkapan menu lainnya seperti ati, ampela, tahu, tempe, serta nama jongkonya tentu "PAK MUR", terpampang dengan jelas.

"Interior"nya pun tampak normal, etalase kaca untuk memajang stok yang ada, meja panjang dan tempat duduknya...nothing special, yah paling ada memang tambahan beberapa meja makan ala resto dengan kursi independennya di sisi kanan, yang juga dinaungi ekstra tenda sebagai tempat makan tambahan untuk tamu yang memang biasa membludak setiap harinya.

dokpri
dokpri
Kesan "normal" tadi akan luntur ketika kita mulai masuk kedalam. Potongan ayam yang lebih besar dan ukuran lele yang memang jumbo dibanding lapak sejenis, menjadi daya tarik awal ketika pengunjung memesan makanan. 

Belum lagi, ketika melihat menu, ada Petay, Liang Teh (yang gerobaknya pun ikut mejeng disamping lapak utama), serta minuman bersoda ras sarsaparila asal Pematang Siantar CAP BADAK yang legendaris, menjadi kelebihan lain dan tersedia terus setiap hari.

Tidak hanya sampai disitu, Ketika melihat dapurnya yang terbuka, kita diperlihatkan berember-ember ikan lele yang direndam dalam (mungkin) bumbu rahasia, dan ayam yang sudah dibumbu kuning. 

Lalu, terpampang juga 3 penggorengan besar yang masing-masing punya fungsi berbeda, 1 untuk menggoreng tomat dan cabai, 1 untuk menggoreng lele dan ayam, dan 1 lagi khusus untuk menggoreng tahu, ati, dan tempe sebagai menu pendamping.

Hal spesial yang utama disini adalah SAMBAL !! Ya, sambal yang merupakan salah satu makanan pendamping favorit di Indonesia ini, merupakan salah satu yang sangat "royal" diberikan. 

Jika di lapak lain rasanya hanya diberi 1-2 sendok sambal saja diatas piring saji, disini kalau dihitung-hitung bisa 5-6 sendok yang bahkan jika pelanggan merasa kurang bisa ditambah hingga 2x lipat atau sesuka hati sesuai permintaan (pengalaman sendiri, karena memang suka sambal). 

Hal ini terbukti sekali ketika pesaan dibawa pulang alias dibungkus; dengan pemesanan 1 porsi ayam atau ikan lele, sambal yang diberikan dalam plastik terpisah ini sangat terlihat banyak sekali porsinya. 

Walau kondisi harga cabai yang beberapa kali terbilang tinggi, kondisi ini sepertinya tidak berpengaruh...mungkin mereka punya kebun cabai sendiri kali ya ?? he...he...he...he...

Untuk "look" pegawainya juga rada unik, mereka sangat "update" sekali dengan fashion. Tidak seperti lapak lain yang membuat seragam khusus dengan tulisan nama lapak mereka di punggung, disini mereka seringkali jadi "fashionista".

Misalkan saja saat tren baju TURN BACK CRIME saat terjadi aksi teroris di depan sarinah, tidak berselang lama mereka menggunakan seragam yang mirip dan dalam seminggu berganti 2-3 warna, atau ketika hari batik, selama seminggu mereka menggunakan batik dengan berganti-ganti motif namun tetap seragam, keren bukan ?

====

dokpri
dokpri
Tiba waktu penyajian, ke"normal"an datang lagi. Nasi Uduk seperti biasa akan ditaburi bawang goreng, bedanya disini taburan bawangnya jauh lebih banyak dibanding lokasi lain ditambah keharuman nasi uduk yang juga cukup menyengat. 

Menu pilihan daging, pendamping, dan sambal yang berlimpah tadi disajikan dalam piring lodor yang ukurannya lebih besar, dan pastinya ukuran ikan lele yang tersaji minimal akan sepanjang piring tadi atau bahkan lebih besar !! 

Sedangkan lalab, sudah lebih dahulu tersedia di meja, untuk dipilih dan digunakan bersama dengan pelanggan lainnya, mungkin untuk menghindari sayuran dibuang karena tidak semua pelanggan suka makan sayuran mentah atau jenis lalab tertentu saja yang disuka.

Aroma lele ataupun ayam, sangat segar dan menggugah selera makan. Pedasnya dan banyaknya sambal juga sangat menunjang dalam menikmati kenyalnya lele di piring. Belum lagi ditambah nikmatnya serputan CAP BADAK atau LIANG TEH yang sehat dan bisa dipilih disajikan hangat atau dingin.

Sajian disini, semuanya biasa saja, tidak ada kombinasi serundeng, tepung, atau lainnya yang diaplikasi ke lele maupun ayam. Bahkan, biasanya lapak seperti ini juga menyajkan daging bebek atau burung dara, disini hanya ayam dan lele saja seperti yang tergambar di spanduk.

dokpri
dokpri
Sambil menikmati maknan, kita juga bisa melihat bagaimana proses pembuatan sambal super pedas dan enak tadi dibuat. Karena sambal yang disajikan melimpah, jadi tidak heran orang yang spesial membuat sambal ini juga tidak berhenti meliukkan tangannya diatas cowet atau ulekan sambal. 

Tomat dan cabai yang sudah lembek setelah digoreng tadi, diolah sedemikian rupa dengan bawang, garam, dll diatas cowet berukuran besar tadi. Keterampilan tangan sang pengulek, membuat proses pembuatan sambal tadi menjadi secepat kilat mengingat banyaknya pengunjung baik yang makan ditempat, dibawa pulang, ataupun mengakomodir pesanan via OJOL.

Saya pribadi, jika makan disini pasti minimal 2x minta tambah sambal, dan jika dibawa pulang minta ekstra 1 kantong tambahan sambal untuk saya makan keesokan harinya dengan menu lain yang ada di rumah  :)

====

Jam buka normal Nasi Uduk ini dari sejak Maghrib sampai habis satok yang biasanya sekitar jam 11-12 malam, namun jika malam akhir pekan bisa sampai jam 1 pagi karena memang mereka menambah stok makanan, seiring jumlah pelanggan yang juga lebih banyak dari hari biasa.

So, yuk cobain mampir kesini buat penikmat sambal tentunya...unlimited lho !!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun