Bahkan, ketika saya dan anak-anak siap mengantre di samping pintu masuk otomatis, kami justru kena "semprit" oleh petugas yang kemudian mengatakan kami harus berdiri dibelakang Guiding Block (garis kuning di lantai penunjuk arah untuk difabel); yang kemudian saya debat bahwa itu bukan pembatas berdiri, dan buat apa lantai ini juga dipasang garis antrean, terlebih jika semua penumpang bediri dibelakang guiding block maka hanya akan terbentuk 2 baris antrean saja dan menyulitkan penumpang lain untuk bergerak leluasa untuk mencari tempat kosong selama menunggu kereta datang.Â
Akhirnya petugas tadipun "kalah" dan mempersilakan saya menunggu di garis antrean yang kemudian diikuti penumpang lainnya.
LRT Jakarta tahap 1 ini memang hanya dibuat jarak dekat dan kapasitas penumpang yang hanya 278 orang sekali angkut, namun area yang dilewati merupakan area "setan", dimana sehari-hari di jam sibuk jalur ini bisa memakan waktu 20-30 menit, sedangkan kemarin ketika kami hitung antar stasiun hanya memakan waktu 1-2 menit saja sudah termasuk jeda berhenti untuk menaik turunkan penumpang yang jika ditotal hanya memakan waktu kurang dari 10 menit, berasa efisiennya kan?Â
Lucunya lagi, suara pengumuman tentang standar menggunakan LRT, sapaan dan pengingat keselamatan yang diperdengarkan setiap mulai bergerak dari stasiaun, keseluruhannya TIDAK SEMPAT SELESAI diperdengarkan karena sudah akan sampai menuju stasiun berikutnya dan berganti menjadi pengingat nama stasiun yang sebentar lagi tiba (PR nih, bikin pengumumannya yang simple-simple aja, biar seluruh informasi bisa tersampaikan).
Secara keseluruhan, persiapan ujicoba LRT lebih baik dibanding saat kami menjajal MRT saat itu. Petunjuk-petunjuk cukup besar dan jelas mudah dibaca, stiker-stiker petunjuk penggunaan, rambu-rambu darurat juga sudah lengkap, bahkan kami mendapati interkom (alat komunikasi lokal) darurat sekaligus informasi di area peron yang bisa digunakan penumpang kapan saja.
Tidak adanya ketersediaan air untuk berwhudu, begitu pula ketika akan menggunakan toilet juga mengalami nasib serupa (yang kemudian dikunci oleh petugas). Dan ketika kami tanyakan petugas yang ada, kondisi ini sudah sejak hari percobaan pertama selalu terjadi (kami melakukan ujicoba hari ke 8).Â
Akhirnya kami melakukan tayammum, sebab kami menghindari membawa air minum sejak awal; toh aturan KRL, MRT juga sama, tidak boleh makan dan minum di dalam gerbong, jadi ya sekalian saja kesemuanya itu kami tidak persiapkan. Padahal, musholla yang tersedia cukup bagus walau sekali lagi fasilitas lainnya juga memang masih dibawah MRT.
===