Lain halnya dengan kubu seberang, yang bahkan secara formal KOWANI (Kongres Wanita Indonesia) yang berdiri tidak lama setelah Sumpah Pemuda tahun 1928 mengatakan, bahwa "The Power of Emak-Emak" ini jelas memperburuk kesan ke-ibuan seorang wanita.Â
Persamaan gender bukan berarti sebebas-bebasnya bergerak, persamaan martabat bukan berarti seorang wanita berkelakuan seperti pria. Wanita Indonesia adalah Ibu Bangsa yang membentuk peradaban bukan kekerasan dengan teriakan-teriakan, demonstrasi dan bahkan momong anak dalam aksinya tadi, yang berkontribusi tanpa perbuatan atau tidakan yang nyata dalam membentuk sebuah bangsa.Â
Karena bangsa ini butuh Ibu yang mampu mempersiapkan generasi muda yang unggul, berdaya saing, inovatif, kreatif, dan memiliki wawasan kebangsaan yang militan, menutur Giwo dalam sambutannya dalam General Assembly International Council of Women ke-35 di Yogyakarta, September 2018 lalu.
Kubu ini pula yang tetap menggunakan kata Ibu atau Srikandi Bangsa dalam menterjemahkan setiap aksi dalam pergerakan kaum perempuannya dalam berbuat untuk bangsa atau langkah berpolitiknya.
====
Kini, ditengah-tengah "panasnya" suhu politik tanah air jelang duelnya kembali Kubu Jokowi dan Kubu Prabowo, Emak-emak ini kembali menunjukkan taringnya...
Bagaimana "emak-emak" ini, turun ke grass root membagikan berbagai macam "bingkisan" atau "cinderamata" sambil mengajak untuk mememangkan salah satu paslon sambil curhat bagaimana nasib bangsa jika pemimpin kedepannya masih terus mementingkan linfrastruktur yang tidak bisa dimakan.Â
Kita lihat militansi "emak-emak" ini juga dalam orasinya di panggung-panggung keagamaan membawa nama Tuhan yang Agung, agar ummat ini rela mengorbankan hartanya yang paling berharga sekalipun demi memenangkan paslon yang diusungnya.Â
Belum lagi bagaimana kita lihat perjuangan "emak-emak" ini memanipulasi kejadian, hingga pucuk pimpinanya pun ikut dilibatkan untuk membela sebuah kejadian operasi pribadi menjadi sebuah kejadian kriminal di depan khalayak. Hingga, perjuangan "emak-emak" di level bawah menjadikan doktrin-doktrin "tidak terkonfirmasi" sekalipun, menjadi tombak tajam untuk dijadikan materi kampanye dalam mendulang suara dan kepercayaan masyarakat.
Para ibu ini sibuk mengatur dan menjaga perekonomian bangsa, para ibu ini sibuk mendengar dan mengejar apa yang diinginkan rakyatnya, para ibu-ibu dibawah juga sibuk membagikan materi kampanye yang tetap sabar walau menerima penolakan-penolakan.