Lebak Bulus: Dari Rawa-Rawa Menjadi Kawasan Perkotaan Modern
Asal Usul dan Transformasi Lebak Bulus
Lebak Bulus, sebuah nama yang kini identik dengan kemajuan dan modernisasi di Jakarta Selatan, sebenarnya memiliki sejarah yang kaya dan menarik. Kawasan ini, yang sekarang dipenuhi oleh gedung-gedung tinggi, pusat perbelanjaan, dan stasiun MRT, dulunya adalah daerah rawa yang dihuni oleh satwa liar, termasuk bulus (sejenis kura-kura air tawar) yang menjadi asal nama daerah ini.
Daerah Lebak Bulus ini berbatasan dengan Kelurahan Pondok Pinang (Pondok Indah & Kebayoran Lama) di sebelah utara, Kota Tangerang Selatan (Ciputat) di sebelah barat, Kelurahan Cilandak Barat dan Kelurahan Pondok Labu di sebelah timur, serta Kota Depok (Cinere) di sebelah selatan.
Sejarah Awal Lebak Bulus
Pada awal abad ke-19, Lebak Bulus masih berupa kawasan rawa-rawa yang luas. Nama "Lebak Bulus" sendiri berasal dari dua kata, "Lebak" yang berarti dataran rendah atau lembah, dan "Bulus" yang merujuk pada kura-kura air tawar yang banyak ditemukan di daerah tersebut. Rawa-rawa ini menjadi habitat bagi berbagai jenis flora dan fauna, termasuk bulus yang cukup melimpah pada masa itu.
Masa Kolonial dan Perkembangan Awal
Pada masa kolonial Belanda, kawasan Lebak Bulus mulai mengalami sedikit perkembangan. Pemerintah kolonial membuka lahan-lahan di sekitar rawa untuk dijadikan perkebunan dan pemukiman. Pada periode ini, infrastruktur dasar mulai dibangun, meskipun masih sangat terbatas.
Transformasi Menjadi Kawasan Perkotaan
Perubahan besar mulai terjadi pada paruh kedua abad ke-20. Seiring dengan pesatnya perkembangan Jakarta sebagai ibu kota negara, Lebak Bulus pun mengalami perubahan signifikan. Pemerintah dan pengembang swasta mulai melirik kawasan ini sebagai bagian dari ekspansi kota. Pembangunan perumahan, fasilitas umum, dan pusat perbelanjaan mulai marak, mengubah wajah Lebak Bulus dari daerah rawa menjadi kawasan urban yang berkembang pesat.