Mohon tunggu...
Masrully
Masrully Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati Kebijakan Publik

Alumni Universitas Andalas

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bisnis Jabatan, Sebuah Patologi Birokrasi

2 Januari 2019   11:35 Diperbarui: 2 Januari 2019   15:02 2718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemimpin yang "hobi" melakukan jual beli jabatan adalah potret pemimpin yang ingin memperkaya dirinya dengan kekuasaan yang dimilikinya. Sehingga, sedari awal seyogyanya kita memutuskan untuk tidak memilih pemimpin seperti itu.

 Bagaimana kita mengenalinya? Salah satunya dengan melihat apakah di dalam kampanye dia sering menggunakan politik uang? Atau dalam bentuk lain seperti makanan,barang, dsb. Jika benar, besar kemungkinan dia akan mempraktekkan cara yang sama ketika dia menduduki sebuah jabatan. Membisniskan kekuasaan dan jabatan.

Kita dari awal harus super ketat dalam memilih pemimpin. Toleransi untuk hal-hal menyimpang seperti politik uang dalam pemilu perlu dihilangkan. Sehingga ke depan, jika kita sebagai masyarakat melihat, mendengar atau bahkan menerima pemberian dari calon kepala daerah yang mengarah kepada politik uang, sudah selayaknya mereka langsung mencoret calon tersebut dari pilihan mereka. Karena itu bukan menandakan dia baik, tetapi malah sebaliknya. 

Ada indikasi dia membeli suara kita. Masyarakat harus percaya bahwa orang-orang yang menggunakan cara-cara tersebut disaat bersaing mendapatkan jabatan, maka mereka berpotensi besar untuk melakukan hal yang sama selama menjabat.

Revolusi Mental
Melihat kondisi tersebut, kita harus sepakat bahwa revolusi mental perlu lebih ekstra, intensif, dan holistik dilakukan. Jika pada Gerakan Revolusi Mental, kepala daerah seperti Gubernur, Bupati, dan Walikota lebih diposisikan sebagai pelaksana, maka ke depan, Kepala Daerah juga harus dijadikan objek Gerakan Revolusi Mental. 

Artinya Gerakan Revolusi mental melalui Gerakan Indonesia Melayani yang selama ini terkesan hanya diarahkan kepada ASN, maka ke depan perlu juga diarahkan kepada kepala daerah. Kepala daerah dengan kekuasaan yang dimilikinya memiliki potensi untuk disalahgunakan jika tidak memilki integritas yang kuat. Sehingga menjadi relevan dan krusial untuk melakukan revolusi mental terhadap para kepala daerah. Proses ini harus dilakukan secara konkret, intensif dan komprehensif, dan multistakeholder.

Momen Pemilukada 2018, dimana banyak daerah memiliki pemimpin baru, menjadi momen yang tepat bagi pemerintah pusat untuk mempersiapkan mental kepala daerah baru yang berintegritas. Pemerintah pusat perlu melaksanakan internalisasi kepada kepala daerah baru tersebut terkait revolusi mental melalui kegiatan konret yang mampu menjadikan kepala daerah menjadi figur yang memegang teguh integritas. 

Revolusi mental diawal jabatan merupakan upaya awal yang dapat dilakukan untuk menghilangkan mindset yang salah terkait kekuasaan. Sehingga praktek-prakek menyimpang seperti jual beli jabatan dapat dicegah dari awal.

Penulis:

Masrully

Pengamat Kebijakan Publik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun