Pemahaman masyarakat dalam berbudaya yang menyangkut tentang perempuan, status, dan posisinya dalam hidup social sangat beragam sesuai dengan perkembangan waktu dan keadaan. Namun tergantung pada pemahaman-pemahaman tersebut berhubungan dengan posisi kaum hawa di berbagai komunitas.Â
Para antropolog sekalipun, dalam menyelidiki posisi perempuan dalam perkembangannya dimasyarakat seceara tidak sadar ikut dalam perdebatan tentang asal-usul dan polemic tentang keterpinggiran kaum perempuan. Dengan begitupun kajian terhadap hubungan hirarki antara laki-laki dan perempuan menjadi penting.
Diawali dari beberapa pemahaman tetentu terhadap perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan yang terisolaasi dalm waktu yang cukup panjang, berpaky oada terbentuknya sistem niali. Sistem nilai yang menjadi sebuah pola, tuntutan bahkan mengikat masyarakat dalam bersikap padda proses kehidupan sosialnya. Sistem nilai yang membentuk sebuah kultur tertentu dalam mempossikan dan memberi peran pada kaum hawa dalam pergaulan hidup bermasyarakat.
Pada hakikatnya, adanya perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan, sesungguhnya tidak menjadi sebuah masalah dan oleh karena itu seharusnya tidak perlu dipermasalahkan. Secara hakikatnya kaum hawa dengan organ reproduksinya bisa hamil, melahirkan dan menyusui, dan kemudian memiliki sebuah peran gender sebagai perawat, pengasuh dan pendidik adalah hal yang alamiah.Â
Pada hakikat persoalannya adalah ternyata peran gender perempuan dinilai dan dihargai jauh lebih rendah dibandng peran gender laki-laki. Peran gender ternyata melahirkan sebuah ketidakailann, diskriminasi dan penindasan tehadap kaum perempuan. Hal ini pada dasarnya adalah sebuah kontruksi sosial buda yang dibangun oleh komunitas tertentu.
Polemik dan Modernisasi
Seiring berkembangnya zaman, pola pikir masyarakat pun mulai berkembang. Perempuan tidak harus dan tahu tentang urusan dapur saja, tapi juga harus cerdas agar dapat mendidik anaknya dengan baik.Â
Tetapi, dalam beberapa pola pikir masyarakat masih mempunyai pandangan pada perempuan dan menempatkan perempuan di dalam pekerjaan yang bersifat domestic sehingga adanya pandangan dalam sebuah tatanan kebudayaan yang berekembang dalam  masyarakat yang bersifat patriarki, dirasa tidak adil dan bersifat misoginis, sehingga perempuan terbelunggu dalam tatanan kebudayaan.
Namun sebagian perempuan yang mempunyai pandangan dalam melawan budaya patriarki dan misoginis, mereka pun mulai melakukan penetrasi terhadap budaya yang membelenggu mereka. Perempuan-perempuan mulai maju secara progresif menuju moderniasasi.Â
Mulai dari berkembangnya pola pikir, kebebasan dalam bermasyarakat, menjadi seorang perempuan karir, sampai pada cara berpakaian dan berpenampilan didepan umum. Sebagian masyarakat menganggap modernisasi ini menyimpang dari peraturan dan stigma yang tumbuh sejak lama dalam kebudayaan masyarakat, dan tidak lagi bersifat konservatif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H