Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS.An-Nahl 90)
Menjelang hari raya idul fitri, berita seputar mudik seperti biasa selalu menjadi 'trending topic' karena tradisi itu sarat dengan fenomena multidimensi, dari mulai soal ketaatan terhadap ajaran agama, konektivitas sosial, dampak ekonomi, akulturasi budaya dan kearifan lokal. Mudik bagi umat Islam Indonesia khususnya adalah sebuah bentuk relaksasi atau menenangkan diri dari kepenatan bekerja setahun penuh sekaligus memenangkan diri dari perjuangan melawan lapar, dahaga dan dari mengendalikan aneka syahwat selama bulan suci Ramadhan.
Mudik atau kembali ke udik (kampung halaman) Â berkonotasi menarik karena menjadi simbol konektivitas sosial masyarakat kita yang kental dengan tradisi silaturahmi yang natural. Tradisi mudik sejatinya menjadi ruang tarbiyah (pendidikan) sekaligus pencerahan bagi umat Islam.
Pertama, mudik mendidik sifat sabar dan disiplin di perjalanan. Kedua, mudik mendidik untuk membangun silaturahim dengan kerabat. Ketiga mudik mendidik Berbagi dan peduli, lewat sarana Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS) di kampung, artinyat turut serta dalam  membantu arus akselerasi pemerataan ekonomi di daerah asal dan membangun ekonomi lokal. Keempat, mudik mendidik Tadabbur alam, wisata, safari, serta memperkokoh hubungan dan jejaring sosial (social network) dan kelima, mudik juga mendidik manajemen keuangan, bagi setiap keluarga muslim di saar musim mudik lebaran.Â
Momentum mudik lebaran sekaligus untuk mengajarkan kepedulian sosial, kesalehan serta solidaritas. Dengan mudik banyak hikmah yang dapat dipetiik. Misalnya bagaimana kita berlatih sabar dan taat pada syariat selama di perjalanan, lalu belajar menghargai orang lain ketika kita harus mengantri di jalur macet yang mengular serta hikmah safar lainnya, seperti belajar mengenal perilaku orang lain sehingga kita bisa lebih mawasdiri terhadap karakter pribadi kita sendiri.
Ada perasaan bahagia yang teramat sangat ketika kita bertemu dengan sanak famili di kampung, bahkan bagi sebagian orang, mudik juga menjadi ajang 'show off' tentang keberhasilan perjuangan seseorang  selama di perantauan. Silaturahmi adalah suatu hal yang memang disyariatkan dalam agama Islam guna memupuk ukhuwah dan kohesivitas sosial.
Dengan silaturahmi yang baik dan bermakna, orang bisa bertemu, berbagi dan peduli. Kebaikan dari silaturahmi akan memengaruhi umur seseorang, artinya orang yang rajin bersilaturahmi akan terus dikenang masyarakat, umur kronologisnya terus tercatat dalam buku kehidupan meskipun umur biologisnya berakhir. Konektivitas serta kohesivitas sosial juga terjalin dari aktivitas silaturahmi, khususnya di saat mudik lebaran.
Sementara itu perputaran uang dan pergerakan ekonomi berlangsung luar biasa di musim mudik. Mudik juga mendidik bagaimana mengelola pengeluaran dengan tepat. Nuansa mudik membawa berkah tersendiri untuk sejumlah daerah, Â di saat itu perputaran uang akan banyak mengalir dari desa ke kota, karena tradisi masyarakat Indonesia ketika mudik umumnya akan membawa uang ke kampungnya untuk dibagikan ke keluarga dan kerabat.
Aliran uang inilah yang kemudian bisa menggairahkan ekonomi di daerah, baik yang berupa zakat, infak dan sedekah (ZIS) maupun sebagai aktivitas jual beli oleh-oleh kuliner dan untuk pengeluaran pariwisata yang biasanya dilakukan oleh sebagian besar keluarga Indonesia selama musim liburan mudik tersebut.Â
Secara akumulatif perputaran uang menjelang bulan Ramadan dan Lebaran tahun 2017 lalu berdasarkan perkiraan Bank Indonesia (BI), naik sekitar 14% dari tahun sebelumnya dengan nilai total Rp 691 triliun. Diperkirakan hampir 56 persen penduduk di kota-kota besar pada masa mudik di minggu terakhir Ramadhan pulang kampung dengan membawa "multiplier effect" yang luar biasa pula. Karena itulah mudik juga bisa menjadi jalan  keluar pemerataan ekonomi dan distribusi kemakmuran (wealth distribution).
Dengan adanya tradisi mudik yang berdampak ekonomi tersebut, sejatinya bisa dilakukan semacam rekayasa social (social engineering) untuk  mengatur dana-dana tersebut agar bisa digunakan membangun daerah melalui investasi usaha kecil yang lebih produktif sebagai stimulus bagi ekonomi di daerah bersangkutan.
Dari sisi ini sesungguhnya mudik dapat juga dimanfaatkan sebagai sarana edukasi bagi masyarakat, sekaligus sosialisasi program-program pembangunan, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. Sehingga masyarakat bisa lebih merasakan sudah sejauh mana pembangunan di daerah asalnya tumbuh dan berkembang.
The last but not least adalah bahwa mudik juga mengingatkan setiap insan muslim akan datangnya mudik kubro ke kampung akhirat, sebagai sebuah momentum mengingatkan semua umat akan pentingnya bekal di hari kemudian.
Dengan demikian jelas semangat mudik tidak semata mata sebagai "Â a spiritual journey for home" melainkan juga sebagai ladang memetik hikmah lewat rangkaian ruang tarbiyah yakni mengenalkan mudik yang mendidik di dalamnya, yang mencakup sosialisasi nilai-nilai keadilan, kebajikan dan peduli terhadap sesama serta tetap menjaga kohesivitas (kekompakan) sosial sebagaimana terkandung didalam surah An-Nahl ayat 90 itu. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H