Mohon tunggu...
Ruki Setya
Ruki Setya Mohon Tunggu... Guru - momong anak-anak

menghabiskan waktu bersama anak-anak di kampung dengan bermain bola dan menulis untuk berbagi pengalaman.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Ekstremnya Orangtua dan Pelatih dalam Pembinaan Sepakbola Level Grassroots di Negeri +62

30 Januari 2023   13:35 Diperbarui: 30 Januari 2023   14:53 729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lalu, mengapa pembinaan sepakbola di akar rumput (Grassroots) di negeri kita saya katakan exstrim?

Pada suatu kesempatan, dimana saya membawa anak didik usia 10 tahun (U-10) dan usia 12 tahun (U-12) pada sebuah even yang diikuti juga peserta dari sekolah sepakbola atau akademi sepakbola lainnya se-wilayah kabupaten. 

Even ini menerbitkan regulasi pertandingan yang telah disepakati semua peserta lewat tehnikal meeting. Salah satu regulasi itu menyebutkan bahwa batas usia pemain / atlit adalah kelahiran 1 Januari di tahun berjalan pada usia 10 tahun / 12 tahun. 

Tapi apa yang terjadi? Pencurian umur. Exstrimnya dimana? Surat-surat penting yang berisi data anak (nama anak dan tanggal kelahiran) dibuat menyesuaikan tahun terkini. 

Rielnya, data anak yang tertera dalam surat penting itu sebenarnya adalah anak lain yang usianya telah melampaui usia sekarang. Orang tua si anak juga rela merogoh dompet mengurus surat-surat penting demi anaknya agar tetap bisa bermain sepakbola di even bergengsi. Memang peran orang tua  dalam hal ini sangatlah fital. 

Tanpa dukungan orang tua,  anak/atlit tidak bisa apa-apa. Namun dukungan orang tua sering kali terlihat berlebihan. Ia sering memaksa anaknya untuk bisa menjadi pemain sepakbola sebagaimana pemain sepakbola dewasa. Terkait dukungan orang tua itu, ekstrimnya dimana? Ketika berlangsung fun game, yang mempertemukan antara SSB M dengan SSB G dimana pertandingan berlangsung seru, keduanya saling menyerang. 

Tiba saatnya SSB M, yang terkenal pendukungnya ibu-ibu yang fanatic, ketika salah satu penyerang SSB M tidak bisa memanfaatkan peluang menjadi gol, tiba-tiba si orang tua masuk lapangan pertandingan. Spontan menghampiri pemain yang gagal bikin gol (yang ternyata adalah anaknya sendiri)  ditarik ke luar lapangan pertandingan. 

Di tepi lapangan terlihat si anak dip*k*l, dimarahi habis habisan. Al hasil si anak menangis bahkan sampai bergetar hebat karena ketakutan dan malu. Belakangan diketahui bahwa si anak adalah pemain pinjaman dari SSB lain.

Sebegitunya, diusia dini sudah terjadi pinjam pemain? Ya, pinjam pemain pada level ini sering terjadi. Meskipun tidak ada nilai kontraknya. Cukup percaya siapa dengan siapa. 

Comot sana comot sini yang penting hasil teurnamen bisa juara, membawa pulang piala. Orang tua, anak serta pendukung fanatiknya puas. Pokonya juara, dan harus juara satu. Juara dua, juara tiga, no way. Dan ini terjadi sungguhan. Pada sebuah kompetisi  resmi, dengan system setengah kompetisi di wilayah kabupaten. 

Diputaran akhir kompetisi, salah satu SSB yang terkenal favorit itu harus menelan pahitnya persaingan kompetisi. Disemifinal harus kalah dengan SSB yang kurang kesohor. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun